Beranda Urban Nusantara

Kawal Sidang Judicial Review UU Cipta Kerja, KSPI ‘Kepung’ Gedung MK

49
0
KSPI) menggelar aksi Pengawalan Sidang Judicial Review UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, Selasa (15/12/2020). F: cnnindonesia.com
DPRD Batam

Barakata.id, Jakarta- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi Pengawalan Sidang Judicial Review UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, Selasa (15/12/2020).

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan para buruh menggugat 69 pasal dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Baca juga: 

Said Iqbal menjelaskan sebanyak 69 pasal tersebut terangkum dalam 12 isu. Gugatan judicial review atau uji materiil tersebut telah disampaikan pada Mahkamah Konstitusi.

“Kluster yang kami gugat di uji materiil adalah kluster ketenagakerjaan, dari kluster itu ada 69 pasal yang kami gugat. Dari 69 pasal itu kami rumuskan diringkas lagi menjadi 12 isu,” ujarnya dalam konferensi pers di Mahkamah Konstitusi, Selasa (15/12).

Baca juga: 

Said menjelaskan sejumlah isu yang digugat dalam judicial review tersebut meliputi upah minimum. KSPI meminta agar upah minimum kabupaten/kota (UMK) tidak perlu bersyarat, sebagaimana yang tertera dalam UU Cipta Kerja.

“Upah minimum kabupaten/kota bersifat opsional, jadi bisa diadakan bisa juga ditiadakan oleh gubernur, dengan bahasa di UU Cipta Kerja gubernur dapat menentukan UMK. Sedangkan UU Ketenagakerjaan yang lama, kata dapat tersebut tidak ada,” paparnya.

Baca juga:

Mereka juga meminta agar kenaikan upah minimum tidak diperhitungkan secara opsional antara inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Namun, KSPI meminta agar perhitungannya menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi seperti pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pemerintah juga diminta tetap mempertimbangkan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) seperti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

“Kalau hanya upah minimum naik hanya berdasarkan inflasi itu bukan naik, tapi hanya menyesuaikan harga barang tidak akan dicapai kehidupan yang layak,” jelasnya.

Baca juga: 

Selanjutnya, mereka juga meminta agar karyawan kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) harus miliki batas waktu. Pasalnya, dalam UU Cipta Kerja tidak diatur periode batasan kontrak tersebut.

KSPI juga meminta cakupan pekerja outsourcing dibatasi seperti dalam UU Ketenagakerjaan. Alasannya, dalam UU Cipta Kerja tidak ada pembatasan jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan karyawan outsourcing.

Baca juga:

Dengan aturan itu, ia khawatir, semua pekerjaan termasuk kegiatan pokok dan penunjang akan menggunakan karyawan outsourcing.

“Akibatnya, dalam satu perusahaan bisa saja 95 persen menggunakan karyawan outsourcing,” tuturnya.

Perihal pesangon, mereka meminta pengairan bahasa dalam UU Cipta Kerja di kembalikan pada UU Ketenagakerjaan, yaitu menggunakan frasa sekurang-kurangnya, bukan frasa sesuai ketentuan.

Ia mengatakan frasa sesuai ketentuan dalam aturan pesangon di UU Cipta Kerja tersebut berarti mengurangi jumlah pesangon yang diterima buruh korban PHK. Padahal, uang pesangon adalah daya tahan buruh agar tidak jatuh miskin setelah PHK.

Baca juga:

“Kenapa kami persoalkan, sebab faktanya hari ini puluhan juta orang kena PHK, jadi pesangon itu daya tahan buruh atau pekerja sehingga ketika kehilangan pendapatan negara melindungi agar tidak absolut miskin,” ucapnya.

Isu lainnya meliputi, tuntutan buruh agar uang penghargaan hak (UPH) dan cuti panjang tidak dihilangkan. Mereka juga meminta sanksi pidana kepada pengusaha yang melanggar hak-hak buruh tidak dihilangkan.

“Lalu, hal-hal yang terkait dengan jam kerja, lembur yang ditambah membuat jam kerja jadi panjang. Memang dibayar lemburnya, tapi jam kerja jadi panjang orang bisa cepat mati, apalagi kalau usia sudah tua, itu kan terjadi di Jepang,” katanya.

Baca juga: 

Untuk diketahui, MK akan melangsungkan sidang judicial review terkait UU Cipta Kerja ini pada esok hari, Rabu (16/12). Rencananya, buruh akan mengawal sidang ketiga tersebut melalui aksi di lapangan maupun virtual.

*****

Editor: Ali Mhd

Sumber: cnnindonesia.com