Beranda Urban Nusantara

Untung Rugi RUU Omnibus Law Versi Buruh dan Pemerintah

3345
0
Untung Rugi Omnibus Law
Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja berjalan menuju pusat pemerintahan Kota Batam dalam aksi menolak RUU Omnibus Law, Senin (2/3/2020). (F: barakata.id/Teguh Prihatna)
DPRD Batam

Barakata.id, Batam – Di tengah pandemi Covid-19, DPR RI memutuskan melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law ke rapat paripurna pada 8 Oktober nanti. Padahal, banyak pihak yang bersuara menolak.

Sebenarnya apa untung dan rugi jika RUU Omnibus Law disahkan menjadi undang-undang?

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Menurut kaum buruh yang terkait langsung dengan aturan itu, RUU Omnibus Law atau Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka) itu sangat merugikan mereka. Sementara versi pemerintah, RUU Omnibus Law justru akan memberikan keuntungan besar bagi masyarakat Indonesia.

Penolakan buruh terhadap RUU Omnibus Law bahkan bakal ditunjukkan dalam aksi demo besar-besaran hingga mogok nasional selama tiga hari berturut-turut mulai 6 Oktober 2020. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, setidaknya ada 7 poin dalam RUU itu yang mereka tolak.

Berikut 7 poin rugi Omnibus Law versi buruh:

1. Penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

Menurut Said, UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten nilainya berbeda. Adalah keliru jika ada anggapan bahwa UMK di Indonesia lebih mahal dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya.

“Kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam,” katanya.

Ia pun meminta UMSK tetap ada demi memberikan keadilan. Sebagai solusi, ia menyarankan agar penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional, tidak lagi diputuskan di tingkat daerah.

2. Pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

3. Soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Buruh menolak pasal yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.

4. Karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup. Menurut Said, hal ini menjadi masalah serius bagi buruh. Ia pun mempertanyakan pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.

“Tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP,” kata Said.

5. Buruh menolak jam kerja yang eksploitatif.

6. Penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti.

Menurut Said, dalam draf RUU Omnibus Law, cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan terancam hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang.

7. Jaminan pensiun dan kesehatan buruh terancam hilang karena adanya kontrak seumur hidup.

Baca Juga :

Penolakan terhadap 7 poin itu, lanjut Said, akan diperlihatkan kaum buruh kepada pemerintah dengan cara menggelar aksi mogok nasional. Aksi itu dilakukan di lingkungan perusahaan masing-masing.

Ia mengklaim ada sekitar 2 juta buruh yang siap melakukan aksi mogok nasional. Dua juta buruh itu berasal dari 10 ribu perusahaan yang tersebar di 25 provinsi di Indonesia.

“Kami tidak akan pernah berhenti melawan sepanjang RUU Omnibus Law merugikan buruh dan rakyat kecil,” tegasnya.

Untung RUU Omnibus Law versi pemerintah

Sementara itu, pemerintah mengklaim RUU Omnibus Law akan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, payung hukum ini dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat investasi melalui penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan.

“RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan norma,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/10/20).

Berikut 9 poin untung RUU Omnibus Law versi pemerintah:

1. Untuk UMKM

Airlangga mengatakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan merasakan kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission).

Pelaku usaha juga akan dimudahkan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan. Selain itu, kemudahan diberikan dengan persyaratan yang gampang dan biaya murah sehingga terdapat kepastian legalisasi bagi pelaku UMKM.

2. Untuk Pendirian Koperasi

RUU ini pun diklaim bakal menawarkan kemudahan bagi pendirian koperasi, dengan menetapkan minimal jumlah pendirian hanya oleh 9 orang. Koperasi juga diberikan dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan prinsip usaha syariah, serta jaminan kemudahan dalam pemanfaatan teknologi.

3. Mempercepat Sertifikasi Halal

RUU Omnibus Law akan mendorong percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal. Bahkan bagi UMKM, kata Airlangga, biaya sertifikasi akan ditanggung pemerintah.

Lembaga Pemeriksa Halal pun diperluas lingkupnya. Kini tugas itu dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri.

4. Lahan Masyarakat di Kawasan Konservasi

Airlangga mengatakan keberadaan perkebunan masyarakat yang telanjur masuk kawasan hutan akan tetap memiliki kepastian pemanfaatan. Lahan masyarakat yang berada di kawasan konservasi nantinya tetap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan pengawasan dari pemerintah.

5. Penyederhanaan Izin untuk Nelayan

Untuk nelayan, pemerintah akan menyederhanakan izin berusaha utamanya untuk kepemilikan kapal perikanan. Menurut Airlangga, jika RUU ini isahkan, perizinan kepemilikan cukup diproses satu pintu melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kementerian Perhubungan tetap memberikan dukungan melalui standar keselamatan.

6. Mempercepat Pembangunan Rumah untuk MBR

RUU Omnibus Law akan mempercepat pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Nantinya, program ini akan dikelola khusus oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Di sisi lain, percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah pun akan dilakukan oleh Bank Tanah.

7. Mengatur Pesangon dan Perlindungan Pegawai yang Kena PHK

Airlangga menyebut pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP), serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.

“Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) merupakan bentuk perlindungan terhadap Pekerja yang terkena PHK, dengan manfaat berupa cash-benefit, upskilling dan upgrading, serta akses ke pasar tenaga kerja, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan baru atau bisa membuka usaha”, ujar Airlangga.

Mekanisme PHK pun, kata Airlangga, tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Selain itu, RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Baca Juga :

8. Insentif Fiskal dan Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha

RUU Cilaka akan memberi manfaat yang mencakup kemudahan dan kepastian memperoleh perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko (risk based approach) dan penerapan standar. Dengan adanya pemberian hak dan perlindungan pekerja/buruh yang lebih baik, industri diklaim bakal mampu meningkatkan daya saing dan produktivitas usaha.

Airlangga menyebut pelaku usaha bakal memperoleh insentif dan kemudahan, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka investasi. Nantinya, akan ada bidang-bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah melalui Daftar Prioritas Investasi.

Di samping itu, ia menjamin RUU akan memberikan perlindungan hukum yang cukup kuat. Dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi, pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi. Sedangkan pelanggaran berakibat pada keselamatan, keamanan, dan lingkungan, pihak yang melanggar akan terancam sanksi pidana.

9. Kebijakan Satu Peta

Terakhir, Airlangga mengatakan RUU Omnibus Law bakal mengatur dan menetapkan kebijakan satu peta (one map policy). Kebijakan tersebut dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Melalui kebijakan satu peta, tata ruang darat, tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil, tata ruang laut, serta tata ruang kawasan terutama kawasan hutan akan terintegrasi.

Dengan begitu, aspek kepastian hukum bagi pelaku usaha yang telah memenuhi kesesuaian tata ruang dalam RTRW terjamin. Kemudian, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan mempercepat penetapan rencana detail tata ruang dalam bentuk digital.

*****

Editor : YB Trisna