Beranda Urban Catatan

Kenapa Rupbasan tidak Ada Dalam UU Nomor 22 Tahun 2022

Penulis: Dr. Surianto
- Analis Kebijakan Ahli Madya Ditjen Pemasyarakatan
- Lektor Manajemen Strategis PPs.ITB Nobel Indonesia-Makassar

339
49
Dr. Surianto
Dr. Surianto
DPRD Batam

Barakata.id – Menjawab pertanyaan ini, penulis akan melihatnya dari dua perspektif mendasar, yaitu “perspektif keilmuan dan perspektif hukum positif.”

Dalam tradisi ilmu pengetahuan dikenal istilah carving nature at its joints yang bermakna bahwa potongan setiap kajian keilmuan itu tidak bisa dilakukan sesuka hati,tapi harus mengikuti kaidah alamianya. Misalnya pohon itu dikelompokkan kedalam kajian bio (hidup) yang dikaji secara ilmiah (logos), yang kemudian populer dalam istilah Biologi.

Tapi ketika pohon itu ditebang dan dijadikan meja atau kursi kayu, maka kajian keilmuaannya bukan lagi pada Biologi tetapi berpindah kekajian Art (seni) hingga kepada kajian Budaya atau kelompok kajian Sosiologi. Meja, kursi dan lain sebagainya yang berbahan dasar kayu tidak bisa lagi dikaji dalam Biologi, meskipun awalnya atau sumber dasarnya adalah kayu dalam kajian Biologi.

Baca juga: Rupbasan di Belantara Opini

Hal ini dikarenakan hilangnya unsur tumbuh pada kayu yang telah ditebang. Dengan kata lain, kayu yang telah ditebang dan diolah menjadi bentuk lain telah kehilangan variabel utama dari kajian Biologi, yaitu unsur tumbuh. Sama juga halnya hewan yang masih memiliki napas, dikaji dalam Biologi.

Tapi ketika hewan itu kehilangan napasnya, meskipun masih dalam wujud dan bentuk aslinya kajian keilmuannya berubah menjadi kajian taksidemi (seni pengawetan dan pengolahan jasad). Simpulnya ada pada variabel atau dzat tumbuhnya, bukan pada bentuk atau wujud awalnya (eksistensi fisik), tapi pada pehidupannya. Kondisi inilah yang lazim juga disebut aporisma.

Pergeseran potongan secara alami ini berlaku juga terhadap pengelompokan-pengelompokan rumpun hukum dan humaniora, termasuklah didalamnya kajian terhadap ilmu Pemasyarakatan.

Pada perspektif hukum positif, legal formal Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) ditempatkan di dalam UU.No.8 tahun 1981 utamanya pada pasal 44, kemudian di perkuat dengan PP.No 27 tahun 1983 utamanya pada pasal 26, dan dipertegas operasionalnya pada Kepmenkumham-RI, No, 16 tahun 2014.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04-PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, yang dalam perspektif penulis jelas menempatkan Rupbasan dalam kelompok kajian Pemasyarakatan.

Pemasyarakatan sebagaimana yang kita pahami sebagai sebuah konsep pelaksanaan Pidana Penjara secara sistemik, merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tidank pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.

(UU.No.12 tahun 1995). Narasi tentang Pemasyarakatan ini kemudian melangalami semacam difusi dalam UU.No.22tahun 2022, karena kemudian Pemasyarakatan disebut sebagai Subsistem peradilan pidana yang menyelenggarakan penegakan hukum dibidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan.

Baca juga: Meta Pemasyarakatan

Pada sisi lain Pemasyarakatan sebagai sistem dimaknai sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas serta metode pelakasanaan fungsi Pemasyarakatan.

Dalam dua undang-undang diatas tidak satupun yang secara eksplisit menyinggung atau memuat fungsi atau tugas Rupbasan. Hal ini dengan mudah penulis bisa pahami, karena memang pada esensi pengelompokan kajian ilmiah (carving nature) Rupbasan tidak menjadi bagian dari kategori Pemasyarakatan yang mengusung aporisma “Membangun manusia mandiri”.

Dari dua pendekatan argumentatif ini penulis dapat melihat keterhubungan atau alasan rasional science kenapa Rupbasan tidak termaktub didalam Undang-Undang No.22 tahun 2022, bahkan tidak termaktub juga didalam Undang-Undang No.12 tahun 1995, yaitu:

  1. Aporisma Pemasyarakatan adalah “Membangun Manusia Mandiri”. Dalam aporisma ini jelas termuat bernas dari esensi sistim Pemasyarakatan adalah manusia atau memanusiakan manusia atau membangun ulang keterhubungan antara manusia. Dimana pada sisi yang berseberangan adalah pelanggar hukum (narapidana), dan pada sisi lainnya adalah masyarakat (comunal).
  2. Carving nature, pengelompokan kajian ilmu pengetahuan ilmiah haruslah berdasarkan unsur kealamiaanya. Artinya tidak bisa dikelompokkan sesuai keinginan semata, melainkan harus melihat juga kealamian pengelompokan tersebut. Dalam konteks Rupbasan yang mengelola Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara, berfokus pada pemeliharaan benda-benda dalam makna benda yang tidak bernyawa (bukan manusia). Hal ini menunjukan bahwa ada gradasi yang sangat kontras dari Aporisma Pemasyarakatan, yang berfokus pada manusia (membangun manusia mandiri). Namun kenyataan praktis hukum menempatkan Rupbasan dalam Pemasyarakatan.

Kondisi ini menjadi semacam paradoksal operasional. Dan ajaibnya semua komponen bangsa membiarkan itu terjadi hingga hari ini.

Jika kondisi ini penulis sikapi secara apollogis, argumen yang paling mungkin digunakan adalah “kehendak dari penguasa”. Kehendak penguasa ini sesungguhnya telah disesuaikan dengan pengelompokan secara alami.

Hal ini tersirat dalam UU.No.22 tahun 2022 pada Bab I, pasal 1 poin 1, menerangkan bahwa Pemasyarakatan adalah subsistem peradilan pidana yang lenyelenggarakan penegakan hukum dibidang perlakuan terhadap tahanan,anak,dan warga binaan.

Jika hal ini dikaji dengan sungguh-sungguh, maka aporisma Pemasyarakatan bisa digeser dari Membangun Manusia mandiri, menjadi Perlakuan Hak Asasi Manusia. Dengan perubahan aporisma maka Rupbasan secara Carving nature at it’s joints dapat terkategori kedalam kajian Ilmu Pemasyarakatab secara alami.

Hal ini berlandaskan pada prinsip dasar pemidanaan kita yang menjunjung tinggi Hal Asasi Manusia. Baurannya ada pada Pemberdayaan Hak Asasi Manusia, karena didalam benda-benda yang dikuasasi oleh setiap individu melekat hak-hak dasarnya. Milsalnya setiap orang orang berhak atas kepemilikan benda untuk memudahkan menjalani kehidupannya. Dengan perspektif lain dapat dikatan sebagai Hak keperdataan dalam kajian hukum.

Baca juga: “Akrobat Pemikiran” DPR Mengesahkan RUU Pemasyarakatan Menjadi Undang-Undang

Sebagai kajian akhir tulisan ini, penulis mengutipkan kitab sajaratul ma’arif pada bab Babu zikir rojal manakiban nafsi, yang menerangkan bahwa terkadang orang itu perlu mengumumkan siapa dirinya dengan menyebutkan kelebihan/keahlian dirinya dengan maksud memaklumatkan kepakaran/keahliannya (menyombongkan dirinya).

Kutipan akhir ini untuk mengingatkan kepada semua pihak bahwa amanat Undang-Undang No.8 tahun 1981 Rupbasan menjalankan fungsi penyimpanan benda sitaan negara.

49 KOMENTAR

  1. Pemasyarakatan adalah konsep dari pelaksanaan pidana penjara secara sistemik yang merupakan rangkaian penegakan hukum yang memiliki tujuan agar warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana nya. Pada tujuan pemasyarakatan diatas disebutkan adanya program yang akan dilaksanakan yaitu pembinaan, perawatan, pelayanan, pengawasan, pengamatan yang dimana menyelenggarakan penegakan hukum terhadap tahanan, anak, dan warga binaan. Yang mana hal tersebut berbeda tugas dan fungsi dari Rupbasan, pemasyarakatan sama sekali tidak menyinggung adanya tugas dari Rupbasan sendiri yang bertugas untuk pemeliharaan benda tak bernyawa (tidak hidup)

  2. Saya sangat setuju yang ditulis dikarena kan sangat rialita dan sesuai keadaan yang ada, dimana Rupbasan termasuk unit pelayanan teknis yang vital bagi kesinambungan fungsi Pemasyarakatan, sehingga pemasyarakatan dapat memberikan pelayanan terbaik pada Masyarakat dan Warga Negara Indonesia

  3. Izin, menurut saya alasan mengapa rupbasan tidak ada dalam UU terbaru no 22 thn 2022 adalah krna rupbasan sendiri berfokus pada perawatan barang tidak pada pelaku kejahatan.

  4. Nama : Muhammad Ridhandi
    STB. : 4525
    Prodi. : Teknik Pemasyarakatan A

    Pemasyarakatan merupakan bagian dari sistem peradilan pidana terpadu yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan dalam tahap praadjudikasi, adjudikasi, dan pascaadjudikasi. Penyelenggaraan Pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana terpadu berdasar pada sebuah sistem yang disebut sebagai Sistem Pemasyarakatan yang merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan secara terpadu antara petugas, Tahanan, Anak, Warga Binaan, dan masyarakat.
    Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan pelindungan terhadap hak Tahanan dan Anak serta meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Warga Binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik, taat hukum, bertanggung jawab, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan serta sekaligus memberikan pelindungan kepada masyarakat dari pengulangan tindak pidana.
    Sistem Pemasyarakatan sebagai sebuah sistem perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan dilaksanakan melalui fungsi Pemasyarakatan yang meliputi Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan Kemasyarakatan, Perawatan, Pengamanan, dan Pengamatan dengan menjunjung tinggi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Hal ini sesuai dengan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).
    Dengan demikian Pemasyarakatan tidak lagi hanya pada tahap akhir dari bekerjanya sistem peradilan pidana namun sudah bekerja sejak dimulainya proses peradilan pidana. Undang-Undang ini dibentuk untuk memperkuat Sistem Pemasyarakatan di Indonesia yang dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah menganut konsep reintegrasi sosial sebagai pengganti konsep pembalasan dan penjeraan. UndangUndang ini disamping memperkuat konsep reintegrasi sosial juga memperkuat konsep keadilan restoratif yang dianut dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dan pembaruan hukum pidana nasional Indonesia.
    Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan terhadap materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, antara lain:
    • pemasyarakatan adalah tahap akhir dari sistem peradilan pidana yang melaksanakan kegiatan pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan;
    • lingkup pelaksanaan tugas pemasyarakatan hanya mencakup pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan bagi warga binaan pemasyarakatan;
    • belum ada pengaturan mengenai pelayanan tahanan;
    • ketentuan mengenai pemberian pembinaan, pembimbingan bagi warga binaan pemasyarakatan masih sangat umum dan belum terdapat mekanisme pemberian program yang lebih terarah;
    Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini, antara lain:
    • penguatan posisi Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan;
    • perluasan cakupan dari tujuan Sistem Pemasyarakatan tidak hanya meningkatkan kualitas Narapidana dan Anak Binaan namun juga memberikan jaminan pelindungan terhadap hak Tahanan dan Anak;
    • pembaruan asas dalam pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan didasarkan pada asas pengayoman, nondiskriminasi, kemanusiaan, gotong royong, kemandirian, proporsionalitas, kehilangan kemerdekaan sebagai satusatunya penderitaan, serta profesionalitas;
    • pengaturan tentang fungsi Pemasyarakatan yang mencakup tentang Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan Kemasyarakatan, Perawatan, Pengamanan, dan Pengamatan;
    • penegasan pengaturan mengenai hak dan kewajiban bagi Tahanan, Anak, dan Warga Binaan;
    • pengaturan mengenai penyelenggaraan dan pemberian program Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan Kemasyarakatan, serta pelaksanaan Perawatan, Pengamanan, dan Pengamatan;
    • pengaturan tentang dukungan kegiatan intelijen dalam penyelenggaraan fungsi Pengamanan dan Pengamatan;
    • pengaturan mengenai kode etik dan kode perilaku Petugas Pemasyarakatan serta jaminan pelindungan hak Petugas Pemasyarakatan untuk mendapatkan pelindungan keamanan dan bantuan hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;

  5. Saya sangat setuju terkait informasi yang disampaikan penulis pada artikel ini, tentu sebagai insan Pemasyarakatan ini menjadi perhatian khusu untuk kamu

  6. Rupbasan atau Rencana Umum Penggunaan Bangunan dan Ruang merupakan instrumen perencanaan tata ruang yang digunakan untuk mengatur penggunaan lahan dan bangunan dalam suatu wilayah. Kritik terhadap mengapa rupbasan tidak termasuk dalam UU No. 22 Tahun 2022 tentang Tata Ruang adalah sebagai berikut:

    1. Ketidakjelasan Regulasi: Salah satu kritik utama adalah bahwa UU No. 22 Tahun 2022 tidak memberikan ketentuan yang cukup jelas mengenai status dan tugas rupbasan dalam perencanaan tata ruang. Hal ini dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam implementasi perencanaan tata ruang di tingkat daerah.

    2. Pengabaian Perencanaan Mikro: Rupbasan umumnya digunakan untuk perencanaan tata ruang di tingkat mikro, seperti kota atau kabupaten. Dengan tidak termasuknya rupbasan dalam UU tersebut, beberapa kritikus berpendapat bahwa perencanaan tata ruang menjadi terlalu terpusat pada tingkat nasional, tanpa memadai mempertimbangkan kebutuhan lokal.

    3. Kurangnya Koordinasi: Kritik lainnya adalah bahwa ketiadaan rupbasan dalam UU dapat mengakibatkan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan tata ruang. Ini bisa mengarah pada konflik kepentingan dan ketidaksesuaian antara rencana tata ruang yang berlaku di tingkat nasional dan daerah.

    4. Potensi Ketidakpastian Hukum: Ketidakjelasan peran rupbasan dalam hukum tata ruang bisa menciptakan potensi ketidakpastian hukum bagi pemilik tanah dan pengembang. Mereka mungkin kesulitan memahami persyaratan penggunaan lahan dan bangunan di wilayah mereka.

    5. Tidak Mengakomodasi Kebutuhan Perencanaan Terperinci: UU No. 22 Tahun 2022 mungkin tidak memberikan ruang yang cukup untuk perencanaan yang sangat terperinci, yang diperlukan dalam pengembangan kawasan-kawasan tertentu seperti pusat kota, industri, atau pariwisata.

    Pemerintah dan lembaga terkait perlu mempertimbangkan kritik-kritik ini dalam rangka memperbaiki regulasi dan memastikan bahwa perencanaan tata ruang di Indonesia lebih efektif dan berkelanjutan.

  7. Saya sutuju san sependapat dengan apa yang di sampakan penulis di dalam artikel ini , di sini saya setelah membaca artikel ini juga lebih tahu dan paham Kenapa Rupbasan tidak Ada Dalam UU Nomor 22 Tahun 2022
    Rupbasan atau Rencana Umum Penggunaan Bangunan dan Ruang merupakan instrumen perencanaan tata ruang yang digunakan untuk mengatur penggunaan lahan dan bangunan dalam suatu wilayah. Kritik terhadap mengapa rupbasan tidak termasuk dalam UU No. 22 Tahun 2022 tentang Tata Ruang adalah sebagai berikut:

    1. Ketidakjelasan Regulasi: Salah satu kritik utama adalah bahwa UU No. 22 Tahun 2022 tidak memberikan ketentuan yang cukup jelas mengenai status dan tugas rupbasan dalam perencanaan tata ruang. Hal ini dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam implementasi perencanaan tata ruang di tingkat daerah.

    2. Pengabaian Perencanaan Mikro: Rupbasan umumnya digunakan untuk perencanaan tata ruang di tingkat mikro, seperti kota atau kabupaten. Dengan tidak termasuknya rupbasan dalam UU tersebut, beberapa kritikus berpendapat bahwa perencanaan tata ruang menjadi terlalu terpusat pada tingkat nasional, tanpa memadai mempertimbangkan kebutuhan lokal.

    3. Kurangnya Koordinasi: Kritik lainnya adalah bahwa ketiadaan rupbasan dalam UU dapat mengakibatkan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan tata ruang. Ini bisa mengarah pada konflik kepentingan dan ketidaksesuaian antara rencana tata ruang yang berlaku di tingkat nasional dan daerah.

    4. Potensi Ketidakpastian Hukum: Ketidakjelasan peran rupbasan dalam hukum tata ruang bisa menciptakan potensi ketidakpastian hukum bagi pemilik tanah dan pengembang. Mereka mungkin kesulitan memahami persyaratan penggunaan lahan dan bangunan di wilayah mereka.

    5. Tidak Mengakomodasi Kebutuhan Perencanaan Terperinci: UU No. 22 Tahun 2022 mungkin tidak memberikan ruang yang cukup untuk perencanaan yang sangat terperinci, yang diperlukan dalam pengembangan kawasan-kawasan tertentu seperti pusat kota, industri, atau pariwisata.

    Pemerintah dan lembaga terkait perlu mempertimbangkan kritik-kritik ini dalam rangka memperbaiki regulasi dan memastikan bahwa perencanaan tata ruang di Indonesia lebih efektif dan berkelanjutan.

  8. Assalamualaikum Warrahmatulahi Wabarakatu izin memperkenalkan diri Taruna Madya
    Nama : Muhammad Viqy Anugrah
    STB : 4615
    Absen : 28
    Prodi : Teknik Pemasyarakatan C
    Rupbasan masih menjadi hal yang diperdebatkan apakah keberadaannya benar benar mutlak ada dipemasyarakatan pasalnya dari Peraturan yang lama yakni Undang – Undang No 12 Tahun 1995 sampai dengan Peraturan yang baru Undang undang No 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan tidak ada yang menjelaskan secara jelas mengenai Rupbasan hal ini tentunyadipertanyakan apakah Rupbasan memang menjadi milik Pemasyarakaran, menurut saya artikel diatas sangat membantu dalam menjelaskan ataupun memberikan keterangan terkait Rupbasan dimana aporisma pemasyarakatan yang harus diubah dari Membangun Manusia mandiri menjadi perlakuan terhadap hak asasi manusia sehingga dalam sudut pandang keilmuan Rupbasan dapat dikatakan termasuk kedalam Pemasyarakatan .

  9. Izin memperkenalkan diri Taruna Madya POLTEKIP
    Nama : Randy Agung Prasetya
    Stb : 4532
    Prodi : Teknik Pemasyarakatan A

    Izin mengomentari bapak, saya selaku Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan sangat bermanfaat untuk menambah ilmu dan pengetahuan yang berguna untuk pemasyrakatan terutama kedudukan Rupbasan dalam Pemasyarakatan

  10. Tulisan Bapak Surianto yang membahas mengapa RUPBASAN tidak dimasukkan ke dalam UU 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, mengandung pandangan yang bisa dipertanyakan dalam beberapa aspek. Tulisan ini tidak didukung argument kuat, terkesan kurang objektif, dan tidak memberikan solusi yang konstruktif.
    Secara umum, tulisan Bapak Surianto membutuhkan kritik karena argumennya tidak cukup kuat, kurang objektif, tidak memberikan solusi yang konstruktif, dan gaya penulisannya perlu diperbaiki. Adalah penting bagi penulis atau pembaca untuk mengandalkan data yang valid, mengadopsi sudut pandang yang obyektif, dan memberikan solusi yang konstruktif dalam tulisan mereka untuk meningkatkan kualitas diskusi.

  11. Dalam perspektif keilmuan, penulis menggunakan konsep “carving nature at its joints” untuk menunjukkan bahwa kategorisasi dalam ilmu pengetahuan harus sesuai dengan karakteristiknya. Penulis menghubungkannya dengan Rupbasan, menjelaskan bahwa operasional Rupbasan dalam mengelola aset yang tidak bernyawa berbeda dengan tujuan utama sistem penjara, yaitu “membangun individu mandiri.” Disinkronisasi ini antara karakteristik Rupbasan dan fokus sistem penjara mungkin menjelaskan ketidakhadirannya dalam undang-undang.

    Dari perspektif hukum positif, penulis menyoroti bahwa Rupbasan tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 atau UU Nomor 12 Tahun 1995. Penulis mengajukan gagasan bahwa peran Rupbasan bisa berhubungan dengan “Perlakuan Hak Asasi Manusia” dalam kerangka Pemasyarakatan. Penulis berpendapat bahwa jika fokus Pemasyarakatan bergeser dari “membangun individu mandiri” menjadi “perlakuan hak asasi manusia,” maka Rupbasan dapat diikutsertakan secara alami dalam kerangka hukum.

    Secara keseluruhan, kritik penulis berpusat pada ketidaksesuaian antara karakteristik Rupbasan dan tujuan sistem penjara, serta perlunya menghubungkan peran Rupbasan dengan konsep “perlakuan hak asasi manusia” untuk mengintegrasikannya dalam kerangka hukum.

  12. Artikel ini mengungkap alasan yang sangat krusial: Mengapa Rupbasan tidak masuk dalam UU No.22 Tahun 2022 ?
    Dalam hal ini terdapat perbedaan tugas pokok dan fungsi antara Rupbasan dan Pemasyarakatan. Rupbasan berfokus pada pemeliharaan benda mati, seperti barang sitaan dan rampasan negara, sedangkan Pemasyarakatan memiliki fokus pada rangkaian penegakan hukum yang bertujuan untuk membantu warga binaan pemasyarakatan (manusia) menyadari kesalahan mereka, memperbaiki diri, dan mencegah tindak pidana berulang. Oleh karena itu, Rupbasan dan Pemasyarakatan memiliki tanggung jawab yang berbeda dalam sistem hukum. Rupbasan menjalankan peran pemeliharaan barang-barang tidak bernyawa, sedangkan Pemasyarakatan berfokus pada pembinaan manusia melalui pendekatan rehabilitasi dan pembentukan kembali keterhubungan antara individu dengan masyarakat. Kemungkinan lain menurut saya ialah dikarenakan pemerintah menaruh Rupbasan kedalam regulasi atau peraturan yang lebih khusus seperti Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara Dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.

  13. izin bapak, izin berkomentar menurut saya bahwa pemerintah mengkaji ulang posisi Unit Pelaksana teknis yaotu RUPBASAN masih diambang-ambang kepemilikan kementerian/lembaga yang menaungi dikarenakan penyimpanan benda sitaan maupun barang rampasan yang fakta dilapangan bahwa tata pengelolaan admnisitrasi maumpun pelaksanaan tindakan yang beragam. terbukti masih banyak benda sitaan yang mangkrak di instansi lain contoh kepolisian dengan baraan sitaan paling banyak seperti kendaraan yang diangkut ditilang, bemasalah hukum dll, mangkrak di halaman polres, kendaraan bermasalah dengan hukum baik di kejaksaan maupun pengadilan seperti mobil, motor mangkrak, bahkan di PSDKP-KKP seperti kapal, perahu dll yang masih mangkrak di halaman UPT mereka. dimana perlunya revisi serta pengkajian ulang, tatanan hukum dan pengelolaan yang menurut saya masih menjadi pertimbangan dan pengkajian ulang, siap terima kasih bapak

  14. Menurut saya, jika rupbasan tidak dimasukkan ke dalam UU No.22 Tahun 2022 tidak ada masalah, dikarenakan memang Pemasyarakatan difungsikan untuk membuat seseorang yang salah jalan untuk dibimbing kembali atau istilahnya “membangun manusia mandiri” bagi tahanan, narapidana dan anak binaan. Akan tetapi, rupbasan sangat diperlukan bagi pemasyarakatan karena digunakan untuk menyimpan benda sitaan dan barang rampasan yang digunakan untuk melakukan suatu pidana. Jadi, jika basan dan baran tidak disimpan dalam Rupbasan maka dapat digunakan kembali untuk melakukan suatu pidana. Selain itu, rupbasan berguna untuk menyimpan dan merawat basan dan baran agar pada saat pelaksanaan peradilan basan dan baran masih utuh dan tidak berubah bentuk serta dapat sebagai bukti hukum yang kuat bagi seseorang tahanan.

  15. Dalam UU 22 Tahun 2022 menyebutkan bahwa Pemasyarakatan adalah subsistem peradilan pidana yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan. Dalam uu ini tidak disebutkan adanya fokus terhadap rupbasan karena sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
    membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.

  16. Taruna Madya Fadill Abdica
    Rupbasan masih menjadi hal yang diperdebatkan apakah keberadaannya benar benar mutlak ada dipemasyarakatan pasalnya dari Peraturan yang lama yakni Undang – Undang No 12 Tahun 1995 sampai dengan Peraturan yang baru Undang undang No 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan tidak ada yang menjelaskan secara jelas mengenai Rupbasan hal ini tentunyadipertanyakan apakah Rupbasan memang menjadi milik Pemasyarakaran, menurut saya artikel diatas sangat membantu dalam menjelaskan ataupun memberikan keterangan terkait Rupbasan dimana aporisma pemasyarakatan yang harus diubah dari Membangun Manusia mandiri menjadi perlakuan terhadap hak asasi manusia sehingga dalam sudut pandang keilmuan Rupbasan dapat dikatakan termasuk kedalam Pemasyarakatan .

  17. Dalam konteks seperti ini, beberapa kemungkinan penyebab mengapa istilah atau konsep tertentu tidak dimasukkan dalam undang-undang baru dapat mencakup:
    1.Perubahan Prioritas dan Kebijakan: UU baru mungkin mencerminkan perubahan prioritas atau arah kebijakan pemerintah yang mengakibatkan tidak dimasukkannya konsep tertentu seperti “Rupbasan.”
    2. Penyusunan dan Rancangan UU: Proses penyusunan undang-undang melibatkan pemilihan dan penyaringan konsep-konsep yang akan dimasukkan. Ada kemungkinan bahwa “Rupbasan” tidak dianggap relevan atau perlu untuk dimasukkan dalam proses tersebut.
    3. Isu Definisi dan Interpretasi: Kekaburan dalam definisi atau interpretasi “Rupbasan” dapat membuatnya sulit untuk dimasukkan dalam undang-undang tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang dimaksudkan.
    5. Undang-Undang Khusus: Ada juga kemungkinan bahwa “Rupbasan” dapat diatur dalam undang-undang yang lebih spesifik atau khusus, bukan dalam UU yang lebih umum. Keterbatasan Ruang dan Waktu: Penyusunan undang-undang sering kali melibatkan pembatasan dalam hal ruang dan waktu. Banyak konsep dan istilah yang dapat dianggap penting mungkin tidak dimasukkan karena keterbatasan ini.

  18. Mohon izin, Menurut saya peran keberadaan rupbasan bila di kaji dalam UU no 22 tahun 2022 dalam pemasyarakatan lebih menitikberatkan pada pelaksanaan fungsi pemasyarakatan yaitu pemenuhan hak asasi manusia.Karena setiap narapidana dalam proses pembinaan berhak atas barang” kepemilikannya dalam memenuhi kebutuhan pribadinya.

  19. Izin bapak,
    56 TPC (09) Edwin Afdhallah,
    STB 4596,

    Pemerintah perlu melakukan perombakan tata kelola terhadap Rupbasan. Tata kelola barang bukti perlu dituangkan dalam produk undang-undang yang spesifik. Rupbasan perlu dikuatkan kapasitasnya dengan menaikkannya menjadi setingkat Direktorat Jenderal.

    Langkah ini tentu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Namun, kita harus mengambil langkah maju untuk mereformasi Rupbasan

  20. Izin pak, Taruna madya Najla Putra Rovindra, STB. 4616, Program Studi Teknik Pemasyarakatan C, izin untuk memberikan argumentasi terkait absennya Konsep Rupbasan dalam UU Pemasyarkatan. Keberadaan atau ketiadaan suatu konsep dalam undang-undang (UU) biasanya memiliki alasan yang mendalam dan sering kali melibatkan pertimbangan hukum, praktis, dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, absennya konsep “Rupbasan” (Rumah Penyimpanan Barang Sitaan) dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 dapat dijelaskan melalui beberapa argumen akademik yang melibatkan pemahaman mengenai hukum, sistem hukum, dan perubahan dalam tatanan hukum.

    1. Perubahan Konsep dan Nomenklatur: UU Nomor 22 Tahun 2022 mungkin mengalami perubahan dalam konsep dan nomenklatur yang mencerminkan perkembangan dalam pemahaman hukum dan penanganan perkara hukum. Ada kemungkinan bahwa konsep “Rupbasan” telah digantikan oleh istilah atau konsep yang lebih sesuai dengan konteks dan tujuan UU terbaru.

    2. Penyederhanaan Regulasi: UU baru mungkin bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dan terminologi dalam sistem hukum. Beberapa kali, revisi undang-undang dimaksudkan untuk menghilangkan duplikasi, tumpang tindih, atau ketidakjelasan dalam peraturan, sehingga konsep seperti “Rupbasan” yang mungkin memiliki makna yang sama atau serupa dengan konsep lain dihapuskan untuk menghindari kebingungan atau konflik interpretasi.

    3. Pergantian Pendekatan Hukum: UU Nomor 22 Tahun 2022 mungkin menggambarkan perubahan dalam pendekatan hukum terhadap penyimpanan barang sitaan. Pendekatan baru ini mungkin lebih fokus pada pengelolaan, pengamanan, atau penggunaan barang sitaan yang lebih efektif dan efisien, yang mungkin tidak lagi mengandalkan konsep tradisional “Rupbasan”.

    4. Konteks Perubahan Sosial dan Teknologi: Perubahan dalam sosial dan teknologi juga dapat mempengaruhi regulasi hukum. Dalam era di mana teknologi informasi berkembang pesat, pengelolaan barang bukti dan sitaan dapat mengandalkan sistem digital yang berbeda dari konsep “Rupbasan” fisik.

    5. Kemungkinan Regulasi Lain: UU baru mungkin telah memuat regulasi terkait penyimpanan barang sitaan dalam konteks yang lebih luas atau mendalam, yang tidak lagi memerlukan istilah “Rupbasan” dalam nomenklatur UU tersebut.

    Dalam rangka memahami alasan di balik ketiadaan “Rupbasan” dalam UU Nomor 22 Tahun 2022, perlu dilakukan analisis mendalam terhadap isi UU, konteks sosial dan hukum, serta pertimbangan praktis yang mungkin telah mempengaruhi penyusunan dan revisi UU tersebut. Dengan memahami argumen-argumen yang saya sampaikan, diharapkan kita dapat lebih baik memahami dinamika perubahan dalam sistem hukum dan konsep yang digunakan dalam regulasi hukum terkini.

  21. menurut saya tulisan Bapak sangat sesuai dengan kondisi dan realita yang ada di Indonesia.Dalam upaya mencapai transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dalam pengelolaan sumber daya alam, peraturan seperti RUPBasan harus menjadi perhatian utama. Jika kita memahami mengapa tidak demikian, kita dapat meningkatkan langkah kita

  22. Menurut pendapat saya, mengapa Rupbasan tidak dimasukkan dalam UU Nomor 22 Tahun 2022, dikarenakan afirmasi dari UU Nomor 22 Tahun 20222 itu sendiri adalah terhadap warga binaan/manusia bukan tentang benda ataupun barang. Sedangkan Rupbasan merupakan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Rupbasan berfungsi terhadap suatu barang dan benda sitaan dimana dalam Permenkumham No. 16 Tahun 2014.

  23. Di UU No. 12 Tahun 1995 Pemasyarakatan dijelaskan sebagai sebuah konsep pelaksanaan Pidana Penjara secara sistemik, merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tidank pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Dan pada UU No 20 Tahun 2022 menerangkan bahwa Pemasyarakatan adalah subsistem peradilan pidana yang lenyelenggarakan penegakan hukum dibidang perlakuan terhadap tahanan,anak,dan warga binaan. Dijelaskan dalam tuliasan ini bahwa tidak masuknya rupbasan ke dalam UU No. 20 Tahun 2022 di karenakan Rupbasan menjalankan fungsi penyimpanan benda sitaan negara yang di mana melakukan perawatan basan barang (benda mati) bukan makhluk hidup.
    Namun yang menjadi komentar saya mengapa di dalam UU No. 12 Tahun 1995 dimasukkan Rupbasan sedangkan fungsinya sama seperti sekarang.

  24. Dalam BAB 3 pasal 17 Tentang Pengamanan PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN
    BARANG RAMPASAN NEGARA PADA
    RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA ini sudah di laksanakan secara optimal namun masih ada yang di laksanakan secara optimal contoh nya dalam pasal 17 (B) mencegah terjadinya perusakan. Suatu barang yang di diamkan terus menurun akan terjadinya perusakan sendiri melalui cuaca maupun di makan jaman.

    Solusi bab 3 pasal 17
    Seharusnya membuat UU TENTANG Tujuan akhir dari Barang Rampasan dalam hal ini tidak di jelaskan dalam uu 22 tahun 22 tentang Pemasyarakatan. Jadi Rubasan tidak punya hak untuk melelang Barang rampasan. Sehingga Barang tersebut akan terbengkalai
    Realitanya, instansi terkait tidak mau menyerahkan benda sitaan Negara untuk disimpan di
    Rupbasan. Namun benda sitaan tersebut dikelola dan dimanfaatkan sendiri oleh instansi
    hukum terkait, hal ini sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Padahal
    Rupbasan memiliki peranan yang penting dalam sistem peradilan, dilihat dari segi
    penyimpanan barang bukti, yang akan digunakan dalam pembuktian pada penyidikan,
    penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

  25. Dalam BAB 3 pasal 17 Tentang Pengamanan PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN
    BARANG RAMPASAN NEGARA PADA
    RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA ini sudah di laksanakan secara optimal namun masih ada yang di laksanakan secara optimal contoh nya dalam pasal 17 (B) mencegah terjadinya perusakan. Suatu barang yang di diamkan terus menurun akan terjadinya perusakan sendiri melalui cuaca maupun di makan jaman. Dalam hal ini barang itu walaupun di rawat oleh petugas rubasan namun akan rusak seiring berjalan waktu. Barang tersebut tidak tau mau di apaan.

    Dalam Bab 2 pasal 14
    Dalam hal ini sebuah gedung Rubasan belum sepenuhnya berjalan dalam Pengklasifikasian dan Penempatan, contohnya apakah barang sitaan yang berharga seperti logam mulia itu sampai ke rubasan atau masih di dalam gudang sitaan kejaksaan mau kepolisian?, Rubasan selalu dapat barang rampasan dan SITAAN yang kondisi tidak memungkinkan atau kurang layak.

    Solusi bab 3 pasal 17
    Seharusnya membuat UU TENTANG Tujuan akhir dari Barang Rampasan dalam hal ini tidak di jelaskan dalam uu 22 tahun 22 tentang Pemasyarakatan. Jadi Rubasan tidak punya hak untuk melelang Barang rampasan. Sehingga Barang tersebut akan terbengkalai

    Solusi bab 2 pasal 14
    Penting mensosialisikan Permenkumham no 16 thn 2014 kepada APH (KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN PENGADILAN) bahwa Kementerian Hukum dan HAM di bawah Dirjen Pas menegaskan bahwa Barang sitaan dan barang rampasan itu adalah Hak dari Rubasan sebagai Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, tempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan.

  26. Hal ini dengan mudah penulis bisa pahami, karena memang pada esensi pengelompokan kajian ilmiah, Rupbasan tidak menjadi bagian dari kategori Pemasyarakatan yang Membangun manusia mandiri.

  27. Saya setuju dengan artikel di atas. Indonesia adalah Negara hukum. Demikian yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-uandang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Keberadaan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara (RUPBASAN) sebagai tempat penyimpanan barang bukti yang terkait dengan tindak pidana dalam proses peradilan pidana (criminal justice process) memilik kedudukan sangat penting dalam sistem peradilan pidana. Tujuan sistem peradilan pidana dapat dirumuskan, yaitu: a) mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan; b) menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; c) mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.Tindakan penyitaan dilakukan untuk tujuan pembuktian sedangkan tindakan perampasan meruakan eksekusi dari pelaksaan pemutusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, namun demikian kedua usaha paksa tersebut memiliki kesamaan yaitu yang menjadi objek sitaan atau rampasan harus dipelihara dengan baik agar tetap terjaga kondisi nya serta tidak menurunkan nilai ekonominya.

  28. Seperti yg kita semua baca dalam artikel diatas, bahwa paradigma rupbasan masih menjadi sebuah topik yang menarik untuk dibahas, di sisi satunya mengatakan bahwa rupbasan bukanlah bagian dari pemasyarakata karena tidak masuk dalam konsep pemasyarakatan yakni membina pelanggar hukum, di lain sisi UU.No.8 tahun 1981 utamanya pada pasal 44, kemudian di perkuat dengan PP.No 27 tahun 1983 utamanya pada pasal 26, dan dipertegas operasionalnya pada Kepmenkumham-RI, No, 16 tahun 2014. Menurut saya rupbasan memang seharusnya masuk dalam ranah pemasyarakatan karena memiliki dasar hukum yang kuat, terlepas dari kepentingan² politik yang mempengaruhi nya.

  29. Izin taruna madya Agum S, STB. 4588, prodi Teknik Pemasyarakatan C izin memberi komentar. Saya setuju mengenai artikel ini, tulisan ini sangat sesuai dengan pemasyarakatan yang sekarang ini dan juga saya menjadi lebih mengerti alasan rupbasan tidak ada di UU No 22 tahun 2022

  30. Saya sangat setuju dengan apa yang di sampakan penulis di dalam artikel ini , di sini saya setelah membaca artikel ini juga lebih tahu dan paham Kenapa Rupbasan tidak Ada Dalam UU Nomor 22 Tahun 2022

  31. menurut saya alasan rupbasan tidak disertakan pada UU tersebut dikarenakan UU tersebut lebih berfokus pada Pemasyarakatan yang bertujuan untuk mengembalikan hubungan antara hidup, kehidupan, dan penghidupan, yang berarti membahas tentang manusia bukan tentang benda, sedangkan rupbasan berfokus pada pemeliharaan dan perawatan benda sitaan negara.

  32. Tidak hanya menampung benda sitaan yang menjadi barang bukti (BB) dari sebuah tindak kejahatan, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) juga memiliki tugas dan peran penting, agar nilai dan keasliannya tidak pudar begitu saja. Sehingga proses penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya.
    Dalam UU terbaru no 22 tahun 2022, rupbasan tidak terdapat didalamnnya disebabkan oleh fokus yang berbeda, yaitu pada perawatan dan penyitaan barang dari pelaku kejahatan.
    Keberadaan Rupbasan sangat penting pada peradilan pidana terpadu, lantaran sudah diatur di dalam KUHAP, sehingga eksistensi Rupbasan sebagai tempat penyimpanan barang sitaan sangat diharapkan, guna kelancaran proses pemeriksaan terhadap suatu kasus, khususnya terkait penggunaan barang bukti dan barang sitaan negara.

  33. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat malam Bapak,Izin memperkenalkan diri Taruna Madya POLTEKIP
    Nama : Iswar
    Stb : 4516
    Prodi : Teknik Pemasyarakatan A
    Izin bapak, izin memberikan pendapat atas artikel ini bapak, izin arahan dan bimbingan nya bapak. Siap terima kasih bapak.

    Dalam UU No.22 Tahun 2022, Pemasyarakatan disebut sebagai Subsistem peradilan pidana yang menangani perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan. Alasan Rupbasan tidak termasuk dalam undang-undang tersebut karena dalam pengelompokan kajian ilmiah, Rupbasan tidak termasuk dalam kategori Pemasyarakatan yang berfokus pada “Membangun manusia mandiri”. Dengan demikian, keterhubungan antara keputusan, konsep, dan pilihan penyusunan undang-undang dapat dijelaskan sebagai argumen bahwa Rupbasan tidak diikutsertakan dalam UU No. 22 Tahun 2022terbaru.

  34. Izin bapak, Taruna Madya POLTEKIP
    Nama : La Ode Muhammad Aldhian putra hadini
    Stb : 4563
    Prodi : Teknik Pemasyarakatan B
    Izin bapak, mengapa rupbasan tidak dikeluarkan saja dari pemasyarakatan, mengingat aporisma dari pemasyarakatan adalah manusia, memanusiakan manusia atau mengembalikan manusia kemasyarakat. Sementara rupbasan berfokus pada pemeliharaan benda sitaan (bukan manusia).

  35. Adanya perbedaan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) antara Rupbasan yang berfokus pada pemeliharaan benda-benda yang tidak bernyawa (bukan manusia) sedangkan Pemasyarakatan berfokus pada rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan (manusia) menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana. Dengan kata lain Rupbasan tidak sejalan atau tidak termasuk dalam Pemasyarakatan yang mengusung aporisma “Membangun manusia mandiri” . Dalam aporisma ini jelas termuat esensi dari Sistem Pemasyarakatan adalah manusia atau memanusiakan manusia atau membangun kembali keterhubungan antara manusia, yang sama sekali tidak membahas tentang pemeliharaan benda-benda benda sitaan seperti yang ada di Rupbasan

  36. Saya kira ulasan tentang berita tersebut benar, bila kita tarik ke sejarahnya sebelumnya Rupbasan terdapat di UU tersebut kemudian muncul lagi UU NO 12 Tahun 1995 juga terdapat tentang Rupbasan, maka bila ditarik kesimpulan seharusnya Rupbasan itu terdapat pada UU NO 22 Tahun 2022.

  37. Alasan nya ialah karena rupbasan merupakan penahanan suatu barang dan benda sitaan dimana dalam uu 22 tahun 2022 membahas pemasyarakatan pembinaan dan pelayanan terhadap warga binaan bukan benda ataupun barang

  38. Di UU No. 12 Tahun 1995 Pemasyarakatan dijelaskan sebagai sebuah konsep pelaksanaan Pidana Penjara secara sistemik, merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tidank pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Dan pada UU No 20 Tahun 2022 menerangkan bahwa Pemasyarakatan adalah subsistem peradilan pidana yang lenyelenggarakan penegakan hukum dibidang perlakuan terhadap tahanan,anak,dan warga binaan. Dijelaskan dalam tuliasan ini bahwa tidak masuknya rupbasan ke dalam UU No. 20 Tahun 2022 di karenakan Rupbasan menjalankan fungsi penyimpanan benda sitaan negara yang di mana melakukan perawatan basan barang (benda mati) bukan makhluk hidup.
    Namun yang menjadi komentar saya mengapa di dalam UU No. 12 Tahun 1995 dimasukkan Rupbasan sedangkan fungsinya sama seperti sekarang.

  39. penyimpanan barang bukti dilakukan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan (Rupbasan). Dengan demikian, terdapat dua pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini, yaitu penegak hukum sebagai penanggung jawab yuridis dan Rupbasan sebagai penanggung jawab administratif.
    Mengingat tugas dan fungsi Rupbasan selain melakukan perawatan, pengelolaan dan pengamanan, juga saat ini mempunyai tugas cukup berat yaitu penegakan hukum,perlindungan hak asasi manusia dan penyelamatan aset Negara hasil tindak pidana. maka penting untuk diberikan perhatian lebih kepada rupbasan sebagai bagian rangkaian penegakan hukum.
    harus diakui, mendorong penyimpanan barang bukti secara penuh di Rupbasan juga dapat menimbulkan persoalan. Secara kelembagaan, Rupbasan tidak selalu ada di kabupaten/kota sebagaimana seharusnya amanat Pasal 26 PP No 27/1983.

  40. Pemasyarakatan bagian penting dalam sistem peradilan pidana. Dalam ranahnya pemasyarakatan menjadi bagian penting terhadap pembinaan pada manusia yang berhadapan dengan hukum (warga binaan pemssyarakatan). Pembekalan dan pelatihan yang diberikan mengarah pada pelaksanaan pembinaan, kegiatan kerja, dan keamanan dan ketertiban. Alasan mengapa rupbasan tidak ada dalam UU terbaru no 22 thn 2022 adalah krna rupbasan sendiri berfokus pada perawatan barang tidak pada pelaku kejahatan sehingga pemerintah menempatkan pengoperasian rupbasan dilakukan oleh kejaksaan pula.

  41. mungkin menurut saya, Rupbasan tidak dimasukkan dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 karena pemerintah mungkin telah memutuskan untuk tidak menyertakan atau memprioritaskan hal tersebut dalam revisi UU tersebut. Alasan pasti bisa beragam, seperti pertimbangan politik, perubahan dalam tatanan hukum, atau faktor lainnya.

  42. Bab III Pasal 17
    (1) Kepala Rupbasan memiliki tanggung jawab yang sangat penting dalam menjaga keamanan dan keberlangsungan Basan (Barang Milik Negara) dan Baran (Barang Milik Pribadi) di lingkup organisasi atau lembaga terkait. Kepala Rupbasan bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan guna menjaga keamanan aset-aset tersebut. Ini melibatkan pemantauan, pengawasan, serta pengendalian terhadap segala aktivitas yang dapat mengancam integritas, kerusakan, pencurian, atau penggunaan yang tidak sah terhadap Basan dan Baran.

    (2) Pengamanan terhadap Basan dan Baran dilakukan melalui serangkaian strategi dan tindakan untuk mencegah berbagai bentuk risiko yang telah disebutkan. Cara-cara yang diadopsi meliputi:
    a. Mencegah terjadinya penjarahan dan pencurian: Ini melibatkan penerapan sistem pengawasan yang ketat, penggunaan teknologi keamanan seperti CCTV, pengaturan akses terbatas hanya untuk personel yang memiliki izin, dan pelatihan staf mengenai protokol keamanan.
    b. Mencegah terjadinya perusakan: Upaya ini termasuk pemeliharaan rutin dan inspeksi terhadap aset-aset, mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan, serta memastikan adanya protokol untuk penanganan insiden kerusakan.
    c. Mencegah terjadinya penukaran: Hal ini melibatkan penggunaan tanda pengenal, pencatatan inventaris yang akurat, serta pembatasan akses dan pindah barang hanya dengan izin yang sah.
    d. Mencegah keluarnya Basan dan Baran secara ilegal: Ini meliputi pengawasan terhadap keluar masuknya aset, pengendalian izin keluar barang yang ketat, serta penerapan prosedur verifikasi dan validasi untuk memastikan bahwa keluarnya barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Dalam keseluruhan, kepala Rupbasan memiliki peran sentral dalam memastikan keamanan, integritas, dan keberlangsungan Basan dan Baran. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengamankan aset-aset ini haruslah berkelanjutan, adaptif terhadap perkembangan teknologi dan risiko, serta melibatkan seluruh bagian organisasi untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terlindungi.

    Bab II pasal 14
    Pengklasifikasian dan penempatan Basan (Barang Milik Negara) pada Rupbasan (Rumah Penyimpanan Basan) merupakan langkah penting dalam manajemen inventaris dan pengelolaan aset-aset pemerintah. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai setiap kategori dan penempatan Basan:

    a. Basan kategori umum, ditempatkan pada gudang umum:
    Barang-barang yang masuk dalam kategori umum adalah aset-aset yang tidak memiliki karakteristik khusus atau risiko tertentu terkait keamanan, nilai, atau potensi bahaya. Jenis barang ini seringkali mencakup perlengkapan kantor, peralatan standar, dan barang-barang lain yang tidak memerlukan perawatan khusus. Basan kategori umum ditempatkan dalam gudang umum yang mudah diakses dan digunakan oleh berbagai bagian organisasi.

    b. Basan kategori berharga, ditempatkan pada gudang berharga:
    Barang-barang yang termasuk dalam kategori berharga adalah aset-aset yang memiliki nilai tinggi, baik secara moneter maupun dalam hal pentingnya bagi organisasi. Ini bisa termasuk peralatan teknologi, peralatan khusus, atau barang-barang antik. Gudang berharga biasanya dilengkapi dengan perlindungan ekstra, sistem keamanan yang ketat, serta kontrol akses yang terbatas untuk memastikan keamanan barang-barang berharga tersebut.

    c. Basan kategori berbahaya, ditempatkan pada gudang berbahaya:
    Barang-barang yang masuk dalam kategori berbahaya adalah aset-aset yang memiliki potensi risiko atau bahaya bagi kesehatan manusia, lingkungan, atau properti. Ini bisa meliputi bahan kimia beracun, bahan peledak, atau bahan berbahaya lainnya. Gudang berbahaya harus memenuhi standar keselamatan dan regulasi yang ketat, serta dilengkapi dengan fasilitas khusus untuk penyimpanan yang aman dan pencegahan kebocoran.

    d. Basan kategori terbuka, ditempatkan pada gudang terbuka:
    Barang-barang yang masuk dalam kategori terbuka adalah aset-aset yang dapat disimpan di luar ruangan karena sifatnya yang tahan terhadap kondisi cuaca atau lingkungan terbuka. Contoh dari jenis ini mungkin termasuk kendaraan berat, peralatan konstruksi, atau bahan bangunan. Penempatan di gudang terbuka memerlukan pertimbangan terhadap perlindungan dari elemen cuaca dan langkah-langkah pengamanan tambahan.

    e. Basan kategori hewan ternak/tumbuhan, ditempatkan pada gudang hewan ternak/tumbuhan:
    Kategori ini mencakup aset-aset yang terkait dengan hewan ternak atau tumbuhan, seperti pakan hewan, benih, atau peralatan pertanian. Penempatan di gudang hewan ternak/tumbuhan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti ventilasi, suhu, dan kondisi lingkungan yang memadai untuk menjaga kualitas dan keberlangsungan hidup aset-aset ini.

    Pengklasifikasian dan penempatan Basan ini haruslah didasarkan pada pertimbangan risiko, nilai, karakteristik fisik, dan regulasi yang berlaku. Tujuannya adalah untuk memastikan aset-aset dikelola dengan baik, aman, dan efisien sesuai dengan kebutuhan organisasi dan lingkungan tempat penyimpanan.

  43. Saya sutuju san sependapat dengan apa yang di sampakan penulis di dalam artikel ini , di sini saya setelah membaca artikel ini juga lebih tahu dan paham Kenapa Rupbasan tidak Ada Dalam UU Nomor 22 Tahun 2022

  44. Artikel ini mengungkap alasan yang sangat krusial: Mengapa RUPBasan tidak masuk dalam UU No.22 Tahun 2022? Dalam upaya mencapai transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dalam pengelolaan sumber daya alam, peraturan seperti RUPBasan harus menjadi perhatian utama. Jika kita memahami mengapa tidak demikian, kita dapat meningkatkan langkah kita menuju lingkungan yang berkelanjutan dan penggunaan sumber daya yang bijak.

  45. Saya sangat setuju mengenai apa yang disampaikan penulis. Alhamdulilah setelah membaca artikel ini saja jadi paham mengenai alasan kenapa Rupbasan tidak ada dalam UU No 22 tahun 2022.

  46. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat sore Bapak,Izin memperkenalkan diri Taruna Madya POLTEKIP
    Nama : Fauzaan Mukti Dicky Marcellino
    Stb : 4555
    Prodi : Teknik Pemasyarakatan B
    Izin Pak,tulisan yang sangat bermanfaat khususnya bagi insan Pemasyarakatan yang ada di Indonesia, terlebih kami sebagai Taruna yang sedang mencari ilmu tentang Pemasyarakatan Indonesia,menurut saya tulisan Bapak sangat sesuai dengan kondisi dan realita yang ada di Indonesia,Karena Rupbasan termasuk unit pelayanan teknis yang vital bagi kesinambungan fungsi Pemasyarakatan, sehingga pemasyarakatan dapat memberikan pelayanan terbaik pada Masyarakat dan Warga Negara Indonesia.

    • Izin memperkenalkan diri Taruna Madya POLTEKIP
      Nama : Benyfer Erik Sibagariang
      Stb : 4503
      Prodi : Teknik Pemasyarakatan A

      Izin mengomentari bapak, Tulisan ini sangat menyita perhatian insan Pemasyarakatan yang ada di Indonesia, tak terkecuali kami Taruna Poltekip. satu hal yang ingin saya sampaikan, Rupbasan merupakan bagian dari PAS dan harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan karena banyak instansi lembaga / badan yang menginginkan Rupbasan. Terima kasih

Komentar ditutup.