
Barakata.id, Catatan – Jika opini adalah preferensi / kecenderungan tertentu terhadap perspektif dan idiologi yang tidak obyektif, maka sebagian besar pemangku kepentingan terhadap benda sitaan dan barang rampasan negara hanya berputar – putar di opini.
Ketika kementerian hukum dan HAM memasukkan klausul Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) pada RUU Pemasyarakatan, pihak penegak hukum lainnya, termasuk Kementerian keuangan menganggap itu tidak tepat, karena seharusnya Rupbasan itu berada di mereka. Hal kebalikannyapun demikian, takkala pihak Kejaksaan memasukkan hal tersebut ke RUU Kejaksaan, pihak Kemenkumham pun menolaknya, dengan argumen yang sama.
Meskipun pembicaraan seru terhadap Rupbasan masih berlangsung, Komisi Pemberantasan Korupsi tetap mengoperasikan Rupbasannya pada Agustus 2022, yang mereka bangun diatas lahan rampasan dari perkara korupsi Fuad Amin (eks. Bupati Bangkalan) seluas 4.320 meter persegi dikawasan Jl.Dewi Sartika Cawang, Jaktim. Langkah KPK ini tentu saja memiliki dasar hukum, seperti dalam UU.No.19 tahun 2019 (psl.6 huruf f). Bahkan dalam PP.No.27 tahun 1983 (psl.26 ayat 2).
Dalam tradisi kampus opini levelnya lebih rendah dari pada science (hasil pemikiran metodis), meskipun sangat mungkin kebanyakan orang menganggap bahwa opini adalah hasil pemikiran. Opini tidak mendapat ruang dalam tradisi kampus yang saintis disebabkan oleh semua orang bisa memberikan opini, baik orang itu mengerti atau tidak terhadap sebuah topik bahasan tetap bisa memberikan opininya yang sangat subyektif. Sehingga opini tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah karya ilmiah.
Namun inilah yang banyak terjadi dimasyarakat kita, sehingga tidak berlebihan jika penulis melihat ketepatan narasi dari buku Tom Nichols the death of expertise (2017). Tom Nichols menggambarkan matinya kepakaran, dimana siapapun juga bisa memberikan opininya secara argumentatif dengan hanya membaca simpulan dari simpulan yang ada di internet. Sementara sang ahli memberikan argumennya setelah melalui rangkaian pengamatan dengan metodologi yang ketat.
Yuval Noah Harari dalam Sapiens (2011) menerangkan bagaimana bahasa memungkin manusia mereka ulang masa lalu, hingga merakit fiksi kehadiran masa depan. Sehingga bahasa menjadi instrumen paling utama dalam menyelamatkan spesies manusia. Lewat bahasa manusia bisa mengorganisasikan unit sosial yang jauh lebih besar dari yang dimiliki oleh simpanse, bonopo, dan lainnya. Demikianlah peradaban manusia terus berkembang dengan meninggalkan jejak bahasa yang terus bisa dikaji melalui filology dan antropology.
Demikian halnya dengan Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) yang diamanatkan dalam UU No.8 tahun 1981 (psl.44) seolah menjelmah menjadi sebuah “giok” antik yang diperebutkan banyak pihak. Hal ini terjadi karena:
1. Commitmen kesiapan untuk
Siap untuk mengamankan, siap untuk merawat, siap untuk menjaga, bahkan siap untuk mengkonfersinya menjadi uang. Setiap pihak yang bersentuhan dengan benda sitaan dan barang rampasan negara, merasa paling berkomitkan atasnya.
Memang Masif terjadi komunikasi yang dilakukan antara para pihak yang bersentukan dengan Benda sitaan dan barang rampasan negara ini, bahkan KPK tetap berkirim surat informasi hingga permintaan ijin prinsip atas pengoperasian Rupbasan Dewi Sartika-Cawang.
Demikian juga halnya dengan instansi atau Badan lainnya, bahkan tidak jarang permintaan narasumber ke Kementerian Hukum dan HAM jika mereka melakukan kegiatan penguatan bagi jajarannya.
Maknanya adalah ada upaya bersama untuk menyehatkan ruang publik dengan kesadaran intersubyektif (teori Jurgen Habermas). Ini berarti ada komitmen yang sungguh-sungguh dari setiap komponen bangsa yang bersentuhan dengan Benda sitaan dan barang rampasan negara, untuk menyelamatkan potensi keuangan negara.
2. Passion
Ada rasa atau semacam kecenderungan jiwa dari setiap pemangku kepentingan untuk menyelamatkan asset negara. Ada rasa sayang terhadap negara yang tergerogoti oleh tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Bahkan ada rasa bangga ketika berhasil menyelamatkan asset negara dari tangan-tangan yang kotor.
Passion inilah yang terus mendorong siapapun yang bersentuhan dengan benda dan barang sitaan serta rampasan negara, untuk menyelamatkannya dengan mengatasnamakan Indonesia. Ada rasa paling pantas atas itu semua.
3. Intimacy
Ada kedekatan dengan benda sitaan dan barang rampasan negara. Ketika mengetahui adanya benda sitaan atau barang rampasan negara para pihak merasa merekalah yang paling dekat hal itu. Karena paling dekat maka merekalah yang paling mengerti.
Situasi ini menjadi salah satu pemicu opini dimana seharusnya Benda sitaan dan Barang rampasan negara itu berada. Ketika bicara potensi keuangan negara, maka Kementerian keuangan merasa paling dekat dengan hal tersebut. Namun pada saat yang sama, kejaksaan merasa paling dekat dengan obyek itu, karena mereka sebagai eksekutor negara.
Bahkan instansi lain seperti BP-POM juga merasa berkewajiban untuk Benda sitaan dan Barang rampasan negara itu, sehingga tidak heran jika mereka juga menerbitkan PerBadan POM Nomor 5 tahun 2022. Polisi tentu menjadi pihak yang lebih awal dan pasti merasa lebih intimacy terhadap Benda sitaan dan Barang rampasan negara itu.
Dari tiga hal ini sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan kecintaan para pemangku kepentingan Benda sitaan dan barang rampasan negara. Secara sederhana dapat penulis sarikan kecintaan para pemangku kepentingan Benda sitaan dan Barang Rampasan Negara ini, sebagai berikut:
- Responsibility – ada rasa tanggungjawab dan saling bantu untuk keberlangsungan kehidupan bersama. Ada kepahaman bahwa ketika kecewa dengan dia, bisa jadi dia juga mengalami hal yang sama.
- Care – saling peduli dan memberikan informasi serta masukan-masukan yang baik, dan terus saling mendukung untuk hal-hal kebaikan pengelolaan Benda sitaan dan barang rampasan negara
- Respect – dapat saling menghargai dengan menerima apa kondisinya atau situasinya. Ketika KPK memberi informasi dan meminta ijin untuk pengoperasian Rupbasan di Dewi Saertika-Cawang, adalah bentuk nyata dari penghormatan terhadap amanat UU No.8 tahun 1981 (psl.44). Demikian juga ketika Kemenkumham menjawab hal itu, menjadi wujud atas pemahamanya terhadap PP No.27 tahun 1983 (psl.26 ayat 2). Hal senada terjadi juga pada BP-POM ketika mensosialisasikan PerBadan POM Nomor 5 tahun 2022, mengundang Kemenkumham untuk menjadi Narasumber.
- Knowledge – mengetahui bahwa betapa jelasnya amanat pasal 44 UU no.8 tahun 1981. Ada upaya nyata dalam memahami situasi.
Opini yang masih terus bergulir dalam pengelolaan atau pengurusan Benda sitaan dan barang rampasan negara ini, belum menunjukkan tanda-tanda meredah. Penulis melihat ini sebagai hal yang baik dan bukti sehatnya ruang publik kita dalam dialektika dunia intersubyektif (dunia kesepakatan).
Ketika kita semua bisa sepakat untuk tidak bersepakat, maka pengelolaan atau pengurusan Benda sitaan dan barang rampasan negara, akan menjadi tanggungjawab presiden dalam wujud badan khusus yang mengelola Benda sitaan dan barang rampasan negara.
Baca catatan menarik lainnya di : Catatan Dr.Surianto
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat pagi bapak. Izin memperkenalkan diri Taruna Madya Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Angkatan 56
Nama : Priyan Alif Muzani Atiri Laode
STB : 4619
Prodi : Teknik Pemasyarakatan C
Izin memberikan komentar terhadap tulisan diatas.
Dalam UU Pemasyarakatan terbaru tidak dicantumkan aturan terkait Rupbasan karena pada dasarnya aporisma Pemasyarakatan menciptakan manusia yang utuh dari segi hidup, kehidupan, dan penghidupan.
Oleh karena itu, dalam tulisan yang berjudul “Rupbasan di belantara opini” Seakan menggiring kita untuk lebih mengetahui apa arti Rupbasan yang sebenarnya dan Lembaga pemerintah yang mengelola hal tersebut sesuai dengan amanat UU No.8 tahun 1981
Banyak yang menginginkan tetapi mereka tetap menampilakn bentuk nyata dari penghormatan terhadap amanat UU tersebut. Semoga kedepan tulisan ini juga memberikan arahan dan petunjuk terkait apa saja yang harus dilakukan negara terhadap Rupbasan ini agar kedepannya Rupbasan bisa bergerak dan berfungsi sebagaimana semestinya
Izin bapak taruna madya heruda ortega sinurat izin berkomentar dalam artikel diatas rupbasan menjadi perebutan oleh semua pihak dikarenakan beberapa aspek kepentingan yang dapat menjadikan keuntungan pada setiap instasi yang memegang hak atas rupbasan dalam hal ini semua pihak memiliki kewenanganya masing masing atas perampasan benda sitaan negara tersebut namun kita harus melihat fungsi yang tepat dan efektif dalam hal merawat dan memelihara barang sitaan negara tersebut menurut saya rupbasan sangatla berfokus dan efektif dari segi SDM dan fasilitas dalam hal berkomitmen untuk memelihara dan merawat benda sitaan negara tersebut .
Izin pak, izin memperkenalkan diri Taruna Madya Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Angkatan 56
Nama : Deby Pradana
STB : 4548
Prodi : Teknik Pemasyarakatan B
Izin memberikan komentar terhadap postingan ini pak,
Menurut saya, banyak Polemik yang terjadi dalam merumuskan pemahaman tentang Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Yang seharusnya Rupbasan dibawah naungan Pemasyarakatan tetapi yang terjadi dilapangan ber banding terbalik. Karena setiap instansi mempunyai tempat penyimpanan benda sitaan sendiri. Akibat UU Pemasyarakatan tidak memberikan regulasi terkait Rupbasan itu sendiri.
Ada baiknya jika petugas Pemasyarakatan melihat dan mengacu pada UU no 8 Tahun 1981 pasal 44 tentang hukum acara pidana dan permenkumham nomor 16 Tahun 2014 tentang tata cara pengeloln benda sitaan dan barang rampasan negara pada rupbasan agar tugas pokok dan fungsi lebih jelas kedepannya
Opini merupakan pandangan terhadap sesuatu hal tanpa melakukan penelitian mendalam. Opini ini berhak diutarakan oleh siapa saja.
Mengenai opini terhadap Rupbasan, banyak instansi yang beropini merekalah yang lebih berhak untuk mengelola rupbasan ini karena belum ditetapkannya suatu dasar hukum yang kuat mengenai pengelolaan ini. Ketidakjelasan mengenai pihak yang berhak mengelola Rupbasan ini dapat menimbulkan masalah seperti menghambat efisiensi dalam penanganan perkara dan dapat mengganggu integritas penyipananan benda-benda tersebut. Dilain sisi, ketidakjelasan ini bisa memberikan peluang kepada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan hal yang tidak diinginkan sehingga siapa pelakunya atau dari instansi mana susah untuk ditebak.
Kejelasan lembaga yang mengelola sangatlah penting yang dimana pihak yang mengelola bertanggung jawab penuh terhadap keamanan basan baran tersebut sekaligus dapat dikelola sesuai SOP yang diterbitkan oleh pihak yang mengelola
Menurut saya dibalik banyaknya opini terkait rupbasan. Rupbasan sudah tepat dan semestinya tetap di bagian pemasyarakatan karena sebagai fungsi dari rupbasan itu sendiri berguna untuk menyeimbangkan kebutuhan dari sistem peradilan.
Ada pembahasan yg membuat saya tertarik di sela-sela artikel rupbasan, yakni tentang opini. Saya sepakat dengan definisi yang diangkat penulis. Pemilihan bahasa yang digunakan penulis artikel sangat berkelas, sehingga saya membuay versi lain supaya mudah paham, yakni opini adalah perspektif subjektif seseorang terhadap sesuatu, baik itu terhadap dirinya maupun hal lain.
Di awal dijelaskan definisi opini dan pendapat penulis soal para pemangku jabatan yang masih berputar di pusaran opini mengenai rupbasan. Secara tersirat kalimat ini memiliki kesan beropini itu tidak baik. beropini bukan tidak baik, buktinya zetiap hari kita beropini dengan teman. saya termasuk orang yang menganut asas “sesuatu yang berlebihan dan kekurangan tidaklah baik”. Begitu juga dengan beropini. Siapa yang tidak merasa asyik dengan opini? Siapapun mendapat kebebasan berimajinasi dan berfantasi dalam mengungkapkan segala isi pikirannya kepada orang lain. Tidak perlu melakukan riset, menyebarkan survei, dan menyusun laporan seperti yang para pakar lakukan, terlebih bagi para penguasa yang bisa mendapat cuan hanya dengan membenturkan satu opini dengan opini lainnya di ruang sidang. Di level kekuasaan tidak baik terlalu banyak beropini, karena masyarakat hanya menginginkan sebuah kepastian dari berkumpulnya orang-orang yang jago beretorika.
Terakhir, Pada paragraf lain disebutkan, opini tidak mendapat ruang dalam tradisi kampus yg sienstis, karena sifat kebebasannya. Ini berarti suatu ungkapan yang mengarah pada opini tidak sepatutnya digunakan di dalam kampus. Dalam hal ini, saya tidak sepemahaman dengan frasa “tidak mendapat ruang” karena tidak saintis”. Kalau memang itu adalah benar, untuk apa tugas mengomentari tulisan diberikan? Untuk apa para guru atau dosen menunjuk acak siswanya untuk mengutarkan pendapat. Frasa tersebut menurut saya bertentangan dengan yang ada. Justru opini ini membuka wawasan kita akan suatu hal, mengajak kita kritis, dan berbicara, intinya beropini juya merupakan sarana belajar di kampus
izin bapak. Taruna Madya Poltekip Angakatan 56
nama : Yoga Dhimas Yunanta
stb : 4586
prodi : Teknik Pemasyarakatan B
izin memberikan komentar, Rupbasan merupakan salah satu UPT pemasyarakatan yang jarang diketahui orang umum, sehingga perlunya sosialisasi dalam berbagai media sehingga Rupbasan jauh lebih dikenal lagi. karena Rupbasan tidak kalah pentingnya dengan UPT pemasyarakatan lain. siap terima kasih bapak
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat malam bapak. Izin memperkenalkan diri Taruna Madya Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Angkatan 56
Nama : M. Razi
STB : 4565
Prodi : Teknik Pemasyarakatan B
Izin memberikan komentar terhadap tulisan diatas.
Dalam UU Pemasyarakatan terbaru tidak dicantumkan aturan terkait Rupbasan karena pada dasarnya aporisma Pemasyarakatan menciptakan manusia yang utuh dari segi hidup, kehidupan, dan penghidupan.
Oleh karena itu, dalam tulisan yang berjudul “Rupbasan di belantara opini” Seakan menggiring kita untuk lebih mengetahui apa arti Rupbasan yang sebenarnya dan Lembaga pemerintah yang mengelola hal tersebut sesuai dengan amanat UU No.8 tahun 1981 (psl.44)
Banyak yang menginginkan tetapi mereka tetap menampilakn bentuk nyata dari penghormatan terhadap amanat UU tersebut. Semoga kedepan tulisan ini juga memberikan arahan dan petunjuk terkait apa saja yang harus dilakukan negara terhadap Rupbasan ini agar kedepannya Rupbasan bisa bergerak dan berfungsi sebagaimana semestinya.
senang bisa menjadi bagian dari berkembangannya barakata
Komentar ditutup.