Beranda Urban Nusantara

PKS dan Demokrat Menolak Omnibus Law? Buruh: Kita Tantang Mereka Turunkan Massa ke Jalan

1131
0
PKS-Demokrat Omnibus Law
Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (F: Liputan6.com/Johan Tallo)
DPRD Batam

Barakata.id, Batam – Dari 9 fraksi di DPR RI, hanya Fraksi PKS dan Demokrat menolak RUU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan menjadi undang-undang pada paripurna, Senin (5/10/20). Dua partai politik itu pun banyak mendapat simpati dari masyarakat.

Namun, tidak demikian bagi buruh. Mereka ingin membuktikan apakah benar PKS dan Demokrat sungguh-sungguh menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Buruh pun menantang kedua partai tersebut menurunkan massa ke jalan, bergabung dengan elemen masyarakat lain untuk menolak atau membatalkan UU Omnibus Law. Dengan demikian, maka kekhawatiran bahwa sikap PKS dan Demokrat menolak UU Cipta Kerja, bukan sekadar untuk pencitraan politik semata.

Seperti diketahui, DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna, Senin (5/10/20). Saat itu, tujuh fraksi yakni Fraksi PDIP, F-Golkar, F-Gerindra, F-NasDem, F-PKB, F-PPP, dan F-PAN sepakat. Hanya dua fraksi yang menolak RUU tersebut, yaitu Partai Demokrat dan PKS.

“Kita takut itu hanya dagelan politik. Kalau dua partai itu memang menolak Ciptaker dan sama sama kita tahu kedua parpol itu memiliki basis massa sampai ke kampung- kampung, maka besok turunkan massa yang banyak itu,” kata Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat (Akbar) Sumatera Utara (Sumut), Martin Luis di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Rabu (7/10/20) seperti dilansir dari CNN Indonesia.

Baca Juga :

Martin menegaskan, Akbar Sumut menantang PKS dan Partai Demokrat untuk mengerahkan massa ke jalan, bergabung dengan buruh dan mahasiswa memprotes RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal itu didorong agar manuver politik di parlemen berupa penolakan RUU tersebut tak sekadar dagelan politik.

“Tapi kalau tidak terjadi, maka itu hanya sebatas gimik politik, hanya untuk mencari perhatian rakyat Indonesia. Kita tantang kedua partai itu. Karena pada prinsipnya kedua partai parlemen itu sama saja hanya menjalankan dagelan politik menipu rakyat,” cetusnya.

Martin pun mengklaim pihaknya akan menurunkan ratusan orang dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Akbar Sumut ke jalan besok, Kamis (8/10/20), sebagai bentuk protes kepada Pemerintah dan DPR.

“Kita kemarin sudah konsolidasi dengan 25 organisasi dari berbagai sektoral. Dan kita sepakat dan memutuskan turun ke jalan besok untuk menggagalkan UU Ciptaker,” ujarnya.

Menurut Martin, Omnibus Law Cipta Kerja sama sekali tidak bertujuan mengangkat harkat dan martabat serta menyejahterakan masyarakat. Namun, kata dia, itu memberikan ‘karpet merah’ bagi investor untuk mengeruk sumber daya alam dan menindas rakyat.

“Omnibus Law berpeluang mendisharmonisasi peraturan perundang-undangan yang menyangkut agraria yang udah ada selama ini, mereduksi norma, nilai-nilai dan kaidah yang sudah ada sehingga menciptakan ketidakpastian hukum mempermudah perampasan kekayaan alam untuk investor serta kelompok bisnis,” tuturnya.

Mereka juga kecewa dengan aparat kepolisian yang menghalang-halangi rakyat yang ingin menyampaikan aspirasinya menolak Omnibus Law Cipta Kerja.

“Kami kecewa pada aparat kepolisian, ketika rakyat bergerak menuntut hak nya mengagalkan Omnibus Law, Polisi justru menghalang-halangi. Di beberapa kota banyak jatuh korban. Polisi melakukan kekerasan terhadap gerakan rakyat,” ujar Martin.

“Dengan segala resiko, kami siap turun dan siap dengan konsekuensinya. Kita lihat pemerintah dan DPR berkhianat dan semakin menindas rakyat,” paparnya.

Baca Juga :

Terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai partai oposisi di parlemen saat ini, terutama terkait RUU Cipta Kerja, hanya sibuk bergaya menolak dalam rapat-rapat di parlemen.

Mereka, kata dia, tidak ikut turun ke jalan bersama gelombang massa yang menolak. Lucius menyebut hal ini membuat tekanan kepada pihak pendukung pemerintah tak signifikan.

Hal berbeda terjadi di periode Presiden SBY. Saat itu, kata dia, oposisi berhasil memainkan peran penting karena melebur dengan gerakan masyarakat.

“Oposisi di DPR bergerak sendiri, publik bergerak sendiri. Keterpecahan seperti ini yang disukai oleh koalisi pemerintah karena itu artinya tekanan pada mereka biasa saja,” kata dia.

PKS Desak Jokowi Terbitkan Perppu

Sementara itu, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Akhmad Syaikhu mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan. Menurutnya, keberadaan UU Omnibus Law tak diinginkan oleh masyarakat Indonesia.

“Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat. Terbitkan Perppu. Cabut UU Ciptaker. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya,” kata Syaikhu lewat keterangan tertulis, Selasa (6/10/20).

Baca Juga :

Syaikhu memahami langkah masyarakat dan buruh menggelar aksi unjuk rasa. Sebab menurutnya UU Cipta Kerja berdampak buruk pada tenaga kerja, lingkungan hidup, dan kedaulatan ekonomi.

Ia menegaskan, PKS sejak awal menolak keberadaan UU tersebut. Selain merugikan rakyat, omnibus law itu juga dibuat dengan proses yang tidak transparan.

Syaikhu menilai perppu jadi opsi terbaik saat ini. Dia berpendapat hal itu jadi jalan Jokowi mengakomodasi tuntutan rakyat.

“Presiden bisa keluarkan Perppu jika memang benar benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi,” kata dia.

Untuk diketahui, sejak kemarin hingga hari ini, gelombang protes menolak UU Cipta Kerja terjadi di sejumlah daerah, hingga di Gedung DPR RI di Jakarta. Sementara itu kelompok buruh dan mahasiswa bahkan menjadikan tanggal 8 Oktober sebagai puncak unjuk rasa di jalanan.

*****

Sumber : CNN Indonesia