Barakata.id, Batam – Kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) membuat kualitas udara di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) masuk kategori sangat tidak sehat. Pada Rabu (18/9/19), Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di wilayah Kepri berada di kisaran 170-226 ISPU.
Berdasarkan indikator API, tingkat polusi dengan angka 0-50 mengindikasikan kualitas udara bagus, 51-100 sedang, 101-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat, dan 300 ke atas berarti berbahaya.
Merespon kian mengkhawatirkannya dampak kabut asap dari karhutla di Kepri, beberapa stake holder telah berkoordinasi untuk mengambil langkah-langkah penanganan bahaya kabut asap.
Baca Juga : Kabut Asap, 5 Ancaman Penyakit dan 5 Cara Mengatasi ISPA
Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Kepri, Isdianto dalam jumpa pers di Graha Kepri, Batam, Rabu (18/9/1) menegaskan, kondisi udara di Kepri saat ini sudah dalam kondisi tidak sehat. Karena itu, Pemerintah Provinsi Kepri sudah menyiapkan sekitar 100 ribu masker yang akan dibagikan masyarakat.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga akan mengirim bantuan sekitar 500 ribu masker untuk dibagikan kepada masyarakat di wilayah perbatasan tersebut.
“500 ribu masker dari pemerintah pusat itu akan didistribusikan ke seluruh kabupaten dan kota di Kepri,” kata Isdianto yang dalam jumpa pers itu didampingi Kabid Humas Polda Kepri Erlangga, Diskrimsus Polda Kepri, Kadis Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana, KKP dan perwakilan instansi lainnya menyatakan, lainnya.
Untuk menghadapi “kekacauan” akibat kabut asap, Pemprov Kepri mengeluarkan enam “jurus imbauan” kepada seluruh elemen masyarakat, sebagai berikut:
1. Mengurangi aktivitas di luar rumah/gedung. Jika terpaksa ke luar rumah/gedung sebaiknya menggunakan masker.
2. Apabila dirasakan ada gangguan pernapasan, segera mendatangi fasilitas kesehatan setempat seperti rumah sakit, puskesmas dan lainnya.
3. Mengimbau kepada seluruh fasilitas kesehatan untuk proaktif dan memberikan pelayanan terbaik
4. Bagi masyarakat yang membutuhkan masker, Pemprov Kepri sudah menyediakannya, silakan diminta.
5. Pemerintah kabupaten/kota diharapkan juga dapat melakukan pengadaan masker sesuai kebutuhan
6. Diimbau kepada sektor swasta agar dapat juga berpartisipasi aktif dalam menyediakan masker secara mandiri atau membagikan langsung kepada masyarakat.
Satgas Karhutla Kepri
Pada kesempatan tersebut, Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol S Erlangga menyampaikan, dalam pencegahan dan penanggulangan kabut asap dan karhutla, Polda Kepri, TNI dan stakeholder terkait telah mengadakan rapat koordinasi pada 15 Agustus 2019. Hasilnya, telah dibentuk Satgas Karhutla yang terdiri dari personel TNI-Polri dan stakeholder terkait.
“Hingga ke jajaran Polres se-Kepri, juga telah tergelar Posko Penanggulangan Karhutla dengan melakukan upaya pencegahan seperti, patroli daerah rawan karhutla, sosialisasi, pemasangan spanduk imbauan dan melakukan pemadaman titik lokasi kebakaran,” kata Erlangga.
Dari berbagai upaya pencegahan di lapangan dan pantauan satelit, pada Agustus 2019 terdapat 117 lokasi rawan karhutla di Kepri. Hingga pantauan pada Rabu (18/9/19), jumlah tersebut dapat diturunkan menjadi 10 titik hotspot.
Untuk penanganan kabut asap, lanjut Erlangga, Polda Kepri dan jajaran telah lakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kepri, dan jajaran kabupaten dan kota dengan menggelar posko-posko kesehatan dan pembagian masker kepada masyarakat.
Baca Juga : Presiden Jokowi Tinjau Lokasi Karhutla Naik Heli Superpuma
Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Rustam Mansyur SIK menambahkan, terkait dengan penegakkan hukum yang telah dilakukan oleh Polda Kepri dan jajaran, terdapat 15 kasus yang tengah ditangani. Motif dari kasus-kasus karhutla tersebut sebagian besar adalah melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
“Kegiatan tersebut dilakukan oleh perorangan. Dari 15 kasus diamankan juga 15 orang tersangka,” kata Rustam.
Polda Kepri, kata Erlangga, mengimbau seluruh masyarakat agar tidak melakukan pembukaan lahan atau kebun dengan cara membakar. Pelanggaran terhadap ketentuan itu diancam dengan ancaman hukuman 10 tahun, 12 tahun sampai dengan 15 tahun penjara.
Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindunngan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
*****