9 Poin Keresahan Buruh Soal RUU Omnibus Law

699
0
DPRD Batam
RUU Omnibus Law
Aksi penolakan aliansi serikat buruh bersama rakyat terhadap RUU Omnibus Law di depan gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/1/20) lalu. (Foto: Robinsar Nainggolan/law-justice.co)

Merespon kencangnya penolakan masyarakat terhadap RUU Cipta Lapangan Kerja, Pemerintah RI menilainya sebagai disinformasi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menganggap masih banyak penyampaian informasi yang salah tentang RUU Omnibus Law.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Menteri Kominfo, Johnny G Plate menyatakan, pihaknya saat ini terus berusaha membendung penyebaran informasi yang keliru tentang RUU Cipta Lapangan Kerja, terutama yang beredar di media sosial.

Johnny menegaskan, RUU Omnibus Law bertujuan baik, niat utama pemerintah adalah untuk membantu perekonomian masyarakat dan negara.

“Jangan sampai berkembang persepsi di masyarakat bahwa Omnibus Law ini buruk untuk perekonomian kita. Kan tujuannya baik,” ujarnya usai konferensi pers di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Rabu (26/2/20) lalu.

Baca Juga :
RUU Ketahanan Keluarga, Intervensi Negara dari Kisah Bang Toyib

Dikutip dari laman Kemenkominfo, ada delapan disinformasi tentang RUU Omnibus Law yang tersebar di masyarakat melalui media sosial, yaitu:

1. Disinformasi: Cluster tiga soal ketenagakerjaan, upah minimum tidak turun atau ditangguhkan.

Fakta: Tidak, semangat upah minimum tidak turun. Karena UU Cipta Kerja terkait tentang upah.

2. Disinformasi: Pesangon PHK dihapuskan.

Fakta: Tidak mungkin, kalau disesuaikan iya dengan cara perhitungan yang pas sesuai masa kerja diatur secara teknis di dalamnya.

3. Disinformasi: Mempermudah masuknya tenaga kerja asing.

Fakta: Ada kebutuhan tenaga kerja asing yang belum tersedia dan dibutuhkan kehadirannya untuk memastikan investasi berjalan dengan baik.

4. Disinformasi: Cuti hamil, cuti tahunan, cuti besar dihapus.

Fakta: Tidak, cuti tetap ada dan diatur dengan baik untuk memastikan kelancaran investasi agar lapangan pekerjaan itu tidak terhambat.

5. Disinformasi: Isu lingkungan seperti bangunan gedung, penghapusan izin, lingkungan hidup dan amdal dsb.

Fakta: Tidak mungkin karena Indonesia paru-paru dunia, tetap harus jadi perhatian, proses amdalnya yang dipercepat dan dipermudah. IMB dipermudah, tidak perlu duplikasi rumah yang bersebelahan semua harus ber-IMB.

6. Disinformasi: Jaminan produk halal.

Fakta: Jaminan tidak hilang tapi dipercepat dan tetap harus ada campur tangan MUI juga lembaga lain yang bisa membantu mempercepatnya.

7. Disinformasi: Sentralisasi kewenangan hanya di tangan presiden.

Fakta: Indonesia memang sistem presidensial, kekuasaan eksekutif ada di presiden dan terdistribusi ke Pemprov/Pemkab/Pemko sesuai undang-undang.

8. Disinformasi: Pemerintah pusat bisa mengubah peraturan perundang undangan dengan PP.

Fakta: Tidak seperti itu, sistem ketatanegaraan Indonesia tidak mungkin PP mengatur PP. PP menerjemahkan untuk lebih teknisnya.

*****

Editor : Yuri B Trisna