Barakata.id, Jakarta – RUU Ketahanan Keluarga dianggap banyak pihak sebagai bentuk intervensi negara terhadap ruang privasi rakyatnya. RUU ini seharusnya mengedepankan aspirasi masyarakat, bukan sekadar memuluskan hasrat anggota DPR RI dalam membuat undang-undang.
DPR harus banyak melakukan sosialisasi dan membahasnya secara menyeluruh dan mendalam dengan mempertimbangkan banyak sisi termasuk agama dan budaya yang ada di tengah masyarakat Indonesia.
ancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga menjadi sorotan usai draf aturan tersebut tersebar di media sosial. RUU ini dikritik karena terlampau memasuki ranah privat, seperti mengatur tugas suami istri hingga melarang aktivitas seks.
Banyak bagian dalam RUU tersebut yang mengesankan bahwa negara teralu ikut campur dalam urusan rumah tangga warganya. Sampai-sampai, urusan kamar tidur antara orangtua dan anak pun mau diatur negara.
RUU Ketahanan Keluarga masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2020 bersama 49 RUU lainnya. Draf aturan ini diajukan Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Endang Maria Astuti dari Fraksi Partai Golkar, Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra, dan Ali Taher Parasong dari Fraksi PAN.
Selanjutnya, terinspirasi Bang Toyib