Beranda Urban Nusantara

Wiranto: Yang Ditutup Akun Medsos, Bukan Media Massa

166
0
DPRD Batam

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto mengklarifikasi pernyataannya tentang penutupan media yang melanggar aturan. Ia menegaskan, yang ditutup adalah akun di media sosial (medsos) bukan media massa.

“Kalau medsos (berisi) ujaran kebencian, cemoohan, fitnah, bahkan ajakan-ajakan untuk memberontak, kita biarkan, (lalu) bagaimana wajah Indonesia? Kalau akun-akun yang tidak jelas juntrungannya itu kemudian membakar masyarakat, membuat takut masyarakat, membuat masyarakat khawatir, mengancam masyarakat, masa kita biarkan?” ujar Wiranto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/5/19).

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

“Inilah yang saya katakan, pemerintah tidak akan segan-segan menutup itu, men-take down itu. Sudah kita laksanakan, kok,” tegasnya.

Wiranto memastikan, untuk penegakan aturan terhadap media massa, ada aturan mainnya sendiri. Bila terkait pemberitaan media cetak dan online, aduan ditangani Dewan Pers, sedangkan untuk televisi ditangani Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Kalau yang media massa, itu kan ada aturan main. Kita ngerti, Pak Wiranto ngerti dan itu akan dilakukan sesuai dengan aturan main ya. Kalau media cetak macam-macam, tentunya nanti Dewan Pers yang akan melihat, benar atau nggak sih,” katanya.

Wiranto menyebutkan, sebelumnya sudah ada kurang lebih puluhan juta akun yang tumbuh di Indonesia dan di antaranya sekitar 700 ribu akun sudah di take-down oleh Kemenko Polhukam. Akun-akun tersebut dianggap mengandung ujaran kebencian, mengandung radikalisme, pornografi, hasutan-hasutan dan sebagainya.

Namun sayangnya, tindakan yang dilakukan pemerintah itu dinilai belum menimbulkan efek jera.

“Oleh karena itu, pemerintah akan lebih tegas lagi men-take down medsos yang nyata-nyata sudah menghasut, melanggar hukum dan sebagainya, sehingga jangan dicampuradukkan oleh media cetak. Kalau media cetak ada aturannya, ada Dewan Pers yang akan menegur. Tentu jangan kita sama ratakan,” ujar Wiranto.

Sebelumnya, Dewan Pers langsung mendesak Wiranto segera mengklarifikasi ancamannya, apakah akan menutup media pers atau medsos.

“Karena saat itu Pak Wiranto kan bicara dalam konteks medsos juga,” kata Anggota Dewan Pers, Ratna Komala di Jakarta, Selasa (7/5/19).

Menurut Ratna, jika yang dimaksud Wiranto adalah media pers, maka sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Artinya kalau media pers bisa ditutup, dibredel, kita kembali ke zaman orde baru dong. Di mana pers bisa disensor dan diintervensi,” ujar Ratna dikutip dari Tempo.

Jika penyensoran terhadap pers dilakukan, maka reformasi kembali ke belakang. Ratna menegaskan, Indonesia sudah terbebas dari rezim yang otoriter di mana media bisa dibredel.

Berbagai perkara berkaitan media pers, juga tidak bisa diintervensi pemerintah. Sebab, ada mekanisme yang telah diatur undang-undang melalui Dewan Pers.

‘Aturannya jelas, dewan pers dan komunitas pers mengatur dirinya sendiri, meregulasi dirinya sendiri, membuat peraturan yang dibutuhkan terkait kebebasan berpendapat. Sekali lagi, Pak Wiranto harus mengklarifikasi. Enggak bisa main tutup kalau untuk pers,” ujarnya.

*****