
Barakata.id, Jakarta – Peneliti Divisi Investigasi Indonesia Corrupption Watch (ICW), Wana Alamsyah melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi.
Wana melaporkan Firli Bahuri ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, terkait dugaan penerimaan gratifikasi
saat melakukan perjalanan pribadi menggunakan helikopter ke Ogan Komering Ulu, Baturaja, pada 20 Juni 2020.
“Informasi dan laporan yang kami sampaikan itu, dugaan kasus penerimaan gratifikasi yang diterima Ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan penyewaan helikopter,” kata Wana, Kamis (3/6/2021) seperti dilansir dari Kompas TV.
Baca juga:
Wana menjelaskan, kasus ini memang sempat ditangani oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dalam sidang itu, Firli diduga tidak menyampaikan harga sewa helikopter sesuai dengan harga aslinya.
Sebab itu, Wana mengendus ada konflik kepentingan perihal harga yang diberikan PT Air Pasifik Utama selaku pihak yang menyewakan helikopter kepada Firli terkesan berbeda dari harga aslinya.
Dalam sidang kode etik Dewas KPK, Firli mengaku menyewa helikopter dari PT Air Pasifik Utama sekitar Rp7 juta per jam. Harga itu belum termasuk pajak, sehingga untuk sewa 4 jam menghabiskan Rp 30,8 juta.
Baca juga:
Sedangkan informasi yang diterima dari perusahaan jasa penyewa lainnya, harga sewa per jam untuk jenis helikopter yang dipakai Firli senilai USD 2.750 atau setara Rp 39,1 juta. Maka untuk sewa 4 jam senilai Rp 172,3 juta.
“Ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 juta. Sekian juta yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon yang diterima oleh Firli,” ujar Wana.
Wana menjelaskan, bahwa perusahaan yang menyewakan helikopter kepada Firli salah satu komisarisnya merupakan atau pernah dipanggil oleh KPK sebagai saksi dalam kasus Bupati Bekasi.
Baca juga:
“Kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasific Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasus Bupati Bekasi, Neneng, terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta,” ujar Wana.
“Dalam konteks tersebut, kami menganggap dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri, terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi,” tambah Wana.
Baca juga:
Atas perbuatannya itu, Firli Bahuri diduga telah melanggar pasal 12 B undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
*****
Editor: Ali Mhd