

Kajian potensi bahaya itu kata Rahmat sangat penting dilakukan untuk tujuan mitigasi dan pengurangan risiko bencana.
“Bukan untuk menakut-nakuti masyarakat, melainkan agar pemerintah daerah segera menyiapkan upaya mitigasinya secara tepat,” kata Rahmat merujuk mitigasi bersifat struktural atau teknis maupun kultural.
Ia mengatakan, hal penting lain yang harus dipahami masyarakat, kekuatan gempa 8,7 Magnitudo adalah hasil kajian dan bukan prediksi. Sebab, Rahmat menjelaskan, meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo di zona megathrust, hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan gempa akan terjadi.
Di tengah ketidakpastian kapan akan terjadi gempa yang berpotensi memicu tsunami, Rahmat mengingatkan, yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meminimalkan risiko kerugian sosial, ekonomi, dan korban jiwa seandainya gempa benar terjadi.
Baca Juga :
Gempa Bumi Bermagnitudo 4,4 Guncang NTT dan Blitar
Menurut dia, pemerintah penting memperhatikan peta rawan bencana sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah. Termasuk penataan ruang pantai yang aman tsunami.
“Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam mendukung dan memperkuat penerapan “building code” dalam membangun struktur bangunan tahan gempa,” katanya.
Rahmat pun meminta masyarakat juga harus meningkatkan kemampuan dalam memahami cara penyelamatan saat terjadi gempa dan tsunami serta mengikuti arahan pemerintah dalam melakukan evakuasi.
“Jalur evakuasi ataupun shelter untuk tempat penyelamatan darurat perlu disiapkan dengan memadai,” kata dia.
*****
Sumber : Tempo.co