Beranda Parenting

Stop “Nyinyir”, Perempuan Juga Punya Hak Nikmati Pendidikan Tinggi!

74
0
Pentingnya Pendidikan dan terus belajar
Pentingnya Pendidikan dan terus belajar
DPRD Batam

Barakata.id, Perempuan – Perempuan kerap harus menghadapi berbagai omongan “nyinyir” ketika memutuskan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Hingga kini, stigma bahwa perempuan “tak perlu sekolah tinggi karena akhirnya hanya akan mengurus anak dan suami”, seakan belum mampu terkikis oleh perkembangan zaman.

Hal tersebut dialami oleh banyak perempuan, salah satunya artis Maudy Ayunda yang mengaku masih sering mendapat komentar miring saat dia menempuh pendidikan S2 di Universitas Stanford, Amerika Serikat.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Yang menyedihkan, omongan tersebut kerap datang dari kaum perempuan sendiri. Perempuan selalu diburu usia untuk menikah, punya anak, dan diam di rumah. Sekolah tinggi justru dianggap sebagai penghambat tujuan hidup itu.

Baca juga : Perempuan Memegang Peran Penting Membentuk Karakter dan Mengeluarkan Potensi Terbaik Anak

Orang kerap lupa bahwa perempuan merupakan awal dari pendidikan anak. Mengasuh anak tak berhenti di fase melahirkan dan menyusui. Anak akan tumbuh mengikuti zaman tempatnya tinggal. Ketika perempuan berhenti belajar, anak-anak akan mencari sosok lain yang bisa dijadikan sumber informasi, bahkan panutan.

Tugas maha besar ini sering disepelekan oleh orang. Ketika anak tumbuh tak sesuai harapan, topik baru muncul. Sang ibu menjadi target pertama yang diklaim berkontribusi terhadap “kegagalan” anak.

Akibatnya, perempuan semakin merasa rendah diri. Pendidikan tinggi pun kerap tidak dijadikan kebutuhan utama mereka. Psikolog dan Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan, Novita Poespita Chandra, melaporkan bahwa banyak perempuan terpaksa putus sekolah.

Saat ini setidaknya ada 132 juta anak perempuan yang terpaksa tidak bersekolah, di antaranya lebih dari 50%, yakni 67,4 juta siswa sekolah di tingkat menengah dan sederajat. Akhirnya, mereka tak melanjutkan pendidikan tinggi.

Baca juga : Pentingnya Literasi Digital Bagi Perempuan

Dia juga mengatakan, hingga saat ini, angka partisipasi perempuan di pendidikan tinggi di Indonesia itu baru mencapai 30,85%. Dari sini terlihat bahwa ada tantangan dan hambatan yang dihadapi.

Novita berkata, tantangan tersebut meliputi, faktor ekonomi, kekerasan, ekosistem sekolah yang buruk dan diskriminatif terhadap perempuan, serta kondisi keluarga dan beban pekerjaan rumah. Hal ini bisa terjadi, karena mereka menjaga adik-adiknya ketika orangtua mereka bekerja.

Selain empat faktor tersebut, ada juga hal lain yaitu kesehatan mental yang ternyata menjadi kerap terjadi kepada orang berusia 17 hingga 29 tahun, terutama pada era pandemi Covid-19 saat ini.

Sekitar 65% dari mereka mengalami kecemasan, sebanyak 62% persen mengalami depresi, dan 75% mengalami trauma. Hal yang mengagetkan adalah, ternyata angka perempuan yang mengalami problem kesehatan mental lebih tinggi dan naik di era pandemi ini sebesar 53% dari 36% pada periode sebelumnya.

Bagi Novita, kesehatan mental punya peran yang sangat penting untuk tujuan masa depan global. Problem mental ini nantinya berimplikasi pada kualitas hidup manusia, yang mempengaruhi produktivitas serta pendidikan.

Perempuan sebagai aktor pembangunan

Perlu dipahami, perempuan juga berkontribusi penting dalam pembangunan bangsa. Mereka bukan hanya sebagai pencetak generasi penerus, tetapi juga sebagai aktor penggerak langsung yang mendorong pertumbuhan Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah berujar bahwa perempuan bisa membangun dan menciptakan perubahan peradaban baru. Tak hanya itu, perempuan jelas memiliki peran sebagai tulang punggung perekonomian keluarga juga dalam menciptakan daya tahan keuangan dan keluarga.

Di sektor ekonomi, dia memaparkan bahwa saat ini, sekitar 53,7% UMKM dimiliki oleh perempuan, dan sebanyak 97% karyawannya juga perempuan. Sementara itu, kontribusi UMKM dalam perekonomian nasional mencapai 61%. Pada bidang investasi, kontribusi perempuan 60%.

Baca juga : Perempuan Kurang Minat Terjun Dalam Politik, Salah Siapa?

Hal tersebut, menurutnya, menggambarkan bahwa literasi dan kapasitas perempuan untuk berpikir cerdas, bisa mengamankan dana bagi keluarga, dan menginvestasikan di bidang produktif sangat potensial dan nyata. Jadi, Menkeu berujar tak perlu dipertanyakan lagi bahwa perempuan tak hanya memiliki potensi, tapi secara aktual mampu berkontribusi.

Lebih jauh, pentingnya peran perempuan di bidang ekonomi itu diperkuat oleh data yang tertera dalam State of The Global Islamic Economy Report. Menurut Sri Mulyani, peranan perempuan yang menjadi wirausahawan disebut bisa meningkatkan potensi kontribusi atas produk domestik bruto (GDP) global hingga 5 triliun dollar AS.

Dia juga mengatakan bahwa kesempatan perempuan untuk berkontribusi secara optimal dalam bidang ekonomi perlu perjuangan tersendiri karena perlunya kondisi kesetaraan gender. Menkeu menilai, perjuangan menuju kesetaraan gender masih panjang. (Oryza D – Anggota Perempuan Indonesia Satu).

Baca juga : kumpulan artikel Perempuan Kami juga ada di Google News