Beranda Kepulauan Riau Batam

Ibu Rumah Tangga Nyambi Jadi Penyalur PMI Ilegal

83
0
PMI ilegal
Kasat Polairud Polresta Barelang, Kompol R. Moch Dwi Ramadhanto menyampaikan pengungkapan kasus PMI ilegal. F Humas Polresta Barelang.
DPRD Batam

Barakata.id, Batam – Ibu rumah tangga, An ditangkap polisi, akibat menyambi menjadi penyalur PMI ilegal, Jumat (26/8/2022). An ditangkap di kediamannya di Kampung Melayu, Batubesar, Nongsa.

Penangkapan ini berawal dari laporan masyarakat, bahwa ada calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan diberangkatkan ke Malaysia secara ilegal.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

“Sebelum diberangkatkan, calon PMI tersebut diminta datang ke rumah pelaku (An),” kata Kasat Polairud Polresta Barelang, Kompol R. Moch Dwi Ramadhanto, Jumat (26/8).

Baca juga : Warga Batam Rekrut PMI Untuk Cari Pejudi

Dhanto, panggilan akrab Kasat Polairud Polresta Barelang itu mengatakan usai mendapatkan informasi itu melakukan penyelidikan. Saat menyambangi rumah En, polisi mendapati ada 2 orang calon PMI ilegal.

“Rencananya dua orang ini akan diberangkatkan melalui pelabuhan tikus,” ungkap Dhanto

Kedua calon PMI ini, kata Dhanto berasal dari Sumatera Selatan dan NTB. Pengakuan kedua calon PMI ini, mengaku harus membayar per orangnya Rp 6,5juta untuk bisa masuk ke Johor, Malaysia secara ilegal.

Dari pengungkapan kasus ini, polisi mengamankan barang bukti berupa 2 paspor, 1 tiket kapal, 1 tiket pesawat, 1 tiket bus dan dua bukti transaksi.

Ia menghimbau kepada masyarakat yang akan berangkat ke Malaysia atau luar negeri, melalui prosedur yang telah ditetapkan pemerintah.

Baca juga : HUT Polairud Ke-71, Dit Polairud Kepri Kumpulkan 452 Kantong Darah

Kepada para pelaku penyelundup PMI ilegal, Dhanto meminta agar tidak memainkan nyawa manusia. “Jangan berangkatkan orang secara ilegal,” ungkapnya.

Atas perbuatan pelaku, polisi menjeratnya dengan pasal 81 dan atau pasal 83 Undang-Undang Republik Indonesia no 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Ancaman hukuman 10 tahun penjara, dan denda paling banyak Rp 15miliar,” ujar Dhanto.