
Batam – Penunjukan Wali Kota Batam sebagai ex-officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam dinilai melanggar aturan. Sejumlah pihak pun mendesak DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) tentang Batam, Kepulauan Riau, (Kepri).
Desakan pembentukan Pansus Batam itu mencuat dalam hearing atau rapat dengar pendapat (RDP) yang dihelat Komisi II DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/5/19). RDP itu diikuti Ombudsman, Kadin Batam, Kadin Kepri, Kemenkum HAM, dan Lembaga Kajian Universitas Gadjah Mada (UGM)
Pemerintah pusat memutuskan menjadikan wali kota sebagai ex-officio demi menghapus dualisme dan tumpang tindih regulasi dan kewenangan antara Kepala BP Batam dengan Wali Kota Batam. Keputusan ini lantas menjadi polemik karena mendapat penolakan bukan hanya dari kalangan pengusaha, tapi juga DPR, Ombudsman RI, termasuk karyawan BP Batam sendiri.
Dalam rapat itu, rangkap jabatan (ex- officio) Wali Kota Batam untuk menjadi Kepala BP Batam dianggap telah menyalahi regulasi. Seperti diketahui, jabatan Kepala BP Batam ada di wilayah ekonomi dan bisnis sedangkan wali kota ada di wilayah pemerintahan.
Komisi II memandang penunjukkan Wali Kota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Karena itu, Komisi II juga mendesak pemerintah mengkaji ulang perubahan free trade zone menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) selama tidak memberi dampak khusus pada usaha kecil menengah dan masyarakat Batam, serta masyarakat Kepri pada umumnya,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Herman Khaeron.
Lembaga Kajian UGM juga merilis hasil kajiannya yang menyatakan bila Wali Kota Batam menjadi ex-officio Kepala BP Batam, akan terjadi maladministrasi. Lembaga itu berpendapat, sebenarnya tidak terjadi dualisme kepentingan penataan di Batam. Batam adalah wilayah khusus dengan kerja yang khusus pula.
Menurut Herman, perlu ada kebijakan pemerintah yang konprehensif untuk menata ulang Batam. Untuk itu, Komisi II DPR RI akan meminta penjelasan kepada Dewan Kawasan Batam yang diketuai Darmin Nasution.
Darmin sebenarnya juga diundang dalam RDP tersebut. Namun, sampai rapat selesai, Darmin tak kunjung hadir.
Ketidakhadiran Darmin dinilai sejumlah anggota Komisi II DPR RI sebagai bentuk pelecehan
Anggota Komisi II DPR RI, Firman Subagyo menegaskan, ketidakhadiran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin semakin menunjukkan bahwa Pansus Batam memang harus segera dibentuk.
“Komisi II juga mendesak pemerintah untuk merumuskan dan menetapkan hubungan kelembagaan BP Batam dengan Pemko Batam yang mempertimbangkan aspek regulasi, ekonomi, dan kelembagaan yang tidak bertentangan dengan UU yang melibatkan masyarakat dan pihak terkait,” katanya dilansir dalam laman resmi DPR RI, Senin siang.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh anggota Komisi II lainnya, Dwi Ria Latifa.
“Ini masalah yang urgen, tapi Pak Darmin tidak hadir. Ini bentuk pelecehan terhadap parlemen,” katanya.
Menurutnya, Batam adalah wilayah khusus dengan kerja khusus pula. Karena itu perlu ada kebijakan pemerintah yang konprehensif untuk menata ulang Batam.
Ia mengakui dualisme penataan kawasan Kota Batam menimbulkan tumpang tindih regulasi dan kewenangan antara Kepala BP Batam dengan Wali Kota Batam.
*****