
Barakata.id, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat kenaikan pada utang luar negeri Indonesia. Utang tersebut tumbuh 10,3 persen secara tahunan.
Pertumbuhan tersebut naik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya 9,9 persen. Data BI menunjukkan utang luar negeri Indonesia mencapai US$395,3 miliar atau setara Rp5.545 triliun (kurs Rp14.038 per dolar AS) per Juli yang lalu.
BI merinci, utang tersebut berasal dari beberapa sumber. Pertama berasal dari utang pemerintah dan bank sentral yang sebesar US$197,5 miliar. Kedua, utang swasta termasuk BUMN sebesar US$197,8 miliar.
Baca Juga : Bank Dunia: Berbisnis di Indonesia Lebih Sulit dari Vietnam
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dikutip dari laman BI Senin (16/9) menyatakan, penambahan utang tersebut dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto utang luar negeri dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Penguatan tersebut membuat utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS. Pertumbuhan ULN pemerintah meningkat juga sejalan dengan persepsi positif investor asing terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
“Peningkatan tersebut didorong oleh arus masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang tetap tinggi di tengah dinamika global yang kurang kondusif,” katanya.
Meskipun meningkat, ia menyatakan utang luar negeri Indonesia sampai dengan Juli kemarin masih aman. Utang juga terkendali dan berstruktur sehat.
“Pengelolaan utang pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Porsi pembiayaan tersebut yaitu, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 19,0 persen dari total utang, sektor konstruksi sebesar 16,4 persen, sektor jasa pendidikan sebesar 16 persen, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 15,2 persen dan serta sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar13,9 persen.
Sementara itu untuk swasta, utang tumbuh meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan investasi korporasi di beberapa sektor ekonomi utama. Posisi utang luar negeri swasta pada akhir Juli 2019 tumbuh 11,5 secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang hanya sebesar 11,1 persen.
Peningkatan ULN swasta terutama bersumber dari penerbitan obligasi global oleh korporasi bukan lembaga keuangan. Secara sektoral, utang luar negeri swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian.
Kontribusi utang luar negeri di keempat sektor tersebut terhadap total utang swasta mencapai 76,6 persen.
Janji Presiden Jokowi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan mengelola keuangan negara secara hati-hati pada 2020 mendatang. Kehati-hatian salah satunya ia akan lakukan dalam pengelolaan utang.
Janji tersebut ia sampaikan saat pembacaan Nota Keuangan APBN 2020 di gedung DPR/MPR, Jumat (16/8/19) lalu. Jokowi mengatakan kehati-hatian dalam pengelolaan utang tersebut secara khusus akan ia lakukan dalam menjaga rasio utang supaya tetap bisa dipertahankan di bawah batas aman yang diatur dalam UU Keuangan Negara.
Sebagai informasi, UU Keuangan Negara mengatur batas maksimal rasio utang sebesar 60 persen dari PDB. Sampai dengan Juli kemarin, rasio utang Indonesia berada di level 29,50 persen dari PDB.
Selain utang, Jokowi juga berjanji untuk mendorong keseimbangan primer atau selisih total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang dalam negeri menuju ke arah positif.
Baca Juga : Menkeu Resmikan MPN G3, APBN Semakin Go Digital
Jokowi mengatakan janji tersebut sebenarnya sudah mulai ditunaikannya sejak awal menjadi presiden pada 2015 lalu.
“Upaya tersebut ditunjukkan dengan diturunkannya defisit anggaran dari 2,59 persen terhadap PDB pada 2015 lalu menjadi 1,93 persen pada 2019 dan pada 2020 diturunkan lagi menjadi 1,76 persen,” katanya.
Sejalan dengan itu kata Jokowi, defisit keseimbangan primer juga berhasil diturunkan dari Rp142,5 triliun pada 2015 menjadi tinggal Rp34,7 triliun pada 2019 ini. Ia menargetkan defisit tersebut bisa turun ke level Rp12 triliun pada 2020 mendatang.
“Kebijakan fiskal tersebut diharapkan bisa menjaga keseimbangan primer atau bahkan surplus dalam waktu dekat,” katanya.
*****
Sumber : CNN Indonesia