Beranda Urban Ekonomi

Ekonomi Dunia dalam Tekanan Sangat Serius

2230
0
Jualan Pulsa Dipungut Pajak
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
DPRD Batam

Jakarta : Indonesia harus mewaspadai perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina yang kembali memuncak. Perang dagang itu akan berdampak panjang terhadap perekonomian dunia, dan menjadi ancaman serius perekonomian nasional

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, yang perlu diwaspadai Indonesia adalah sinyal bahwa situasi ini tidak akan reda dalam jangka pendek, karena pola konfrontasi sangat head to head.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

“Artinya ketegangan ini akan mewarnai cukup panjang. Dari sisi Cina dampak ekonomi mereka slowdown sudah terlihat di index IPM,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (15/5/19).

Sri menyebutkan, ancaman pemerintah AS yang akan menaikan tarif impor barang dari Cina sebesar 25 persen, akan berdampak pada pertumbuhan negara Tirai Bambu itu.

“Untuk bisa menjaga pertumbuhan di atas 6 (persen) mereka akan melakukan stimulasi lagi. Dan kalau stimulasi dilakukan mungkin pengaruhnya ke sektor keuangan. Jadi ini situasi yang sangat menekan kalau untuk kondisi di masing-masing negara,” katanya seperti dikutip dari Kompas.

Sementara itu bagi AS, lanjut Sri Mulyani, perang dagang ini akan berdampak pada inflasi yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun.

“Kenaikan harga memunculkan inflasi, maka pengaruhnya dua, yaitu either suku bunga meningkat atau kalau inflasi menyebabkan daya beli turun, growth turun. Dua-duanya tidak bagus untuk dunia,” ucapnya.

Dengan adanya situasi ini, menurut Sri Mulyani, Indonesia tak bisa hanya mengandalkan ekspor untuk meningkatkan perekonomian nasional.

“Tapi positifnya, ada banyak barang yang tadinya kita impor untuk menopang industri kita, jadi available. Tapi ini berarti akan mempengaruhi industrialisasi yang kita canangkan. Artinya ekonomi sedang dalam tekanan global yang sangat serius melalui ketidakpastian itu,” ujar Sri Mulyani

Neraca Perdagangan Defisit

Pada April 2019, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Menurut Sri Mulyani, hal itu disebabkan faktor melemahnya ekspor.

Di sisi lain, impor bahan baku dan barang modal terus meningkat.

“Kita juga perlu antisipasi terhadap industri yang gunakan itu. Ini akan akan mempengaruhi growth kita ke depan,” katanya

Sri Mulyani menjelaskan, situasi ini menggambarkan bahwa kondisi perekonomian dunia tengah bergejolak. Menurut dia, Indonesia harus mengatasi masalah ini jika ingin pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.

“Dari sisi pertumbuhannya terutama industri manufaktur, itu akan mengalami tekanan cukup dalam. Pertanyaannya adalah apakah sektor lain cukup back up? Dan kalau dari sisi agregat demand-nya, berarti apakah investasi apakah bisa kita jaga? Ini tantangan yang tidak mudah bagi kita,” kata Sri Mulyani.

Sementara itu, untuk sektor migas yang mengalami defisit cukup dalam, lanjut Sri Mulyani dikarenakan karena permintaan dalam negeri yang terus meningkat. Namun, hal tersebut tak dibarengi dengan produksi migas dalam negeri.

“Sementara dari sisi produksi kita, memang kita lihat migas produksinya cukup stagnan. Malah kemarin kita struggle untuk (produksi) minyak. Lifting enggak sesuai asumsi APBN sementara permintaan terus meningkat,” ujarnya

Sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka defisit neraca perdagangan mencapai 2,5 miliar dollar AS. Sementara pada Maret lalu, neraca perdagangan mencatatkan surplus 0,54 miliar dollar AS.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pada April 2019 nilai ekspor tercatat sebesar 12,60 miliar dollar AS. Angka tersebut menurun 10,8 persen jika dibandingkan dengan Maret 2019.

Adapun nilai impor April 2019 tercatat sebesar 15,10 miliar dollar AS. Angka tersebut meningkat 12,25 persen.

*****