Beranda Urban Traveling

Yuk Mengenal Gasing, Warisan Budaya di Bumi Melayu

720
0
Gasing Warisan Bumi Melayu
Dua petugas kebersihan memangkas rumput di sekitar Tugu Gasing di Batam Centre. (F: Disbudpar Batam)
DPRD Batam

Barakata.id- Bagi kebanyakan orang, permainan gasing sudah tak asing didengar. Gasing menjadi warisan budaya di bumi Melayu. Tak percaya? coba sesekali kunjungi Pantai Nongsa. Saat sore hari kadang banyak anak-anak bermain gasing di antara pasir pantai.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Batam, Ardiwinata mengatakan permainan gasing ini merupakan salah satu objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

“Dalam Perda ini, ada 12 Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu, salah satunya adalah permainan rakyat, termasuk permainan gasing ini,” ujar Ardi, kemarin.

Baca Juga:
Akhir Pekan ke Dataran Engku Hamidah Aja, Ada Busker

Ardi mengatakan gasing sangat populer di Batam. Gasing dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa. Di Kecamatan Belakang Padang bahkan terdapat lapangan gasing sebagai tempat permainan gasing.

“Kalau wisatawan mancanegara berkunjung, biasanya diajak bermain gasing di sana,” ungkapnya.

Sebagai warisan budaya tak benda di bumi Melayu, Ardi berharap permainan gasing tetap ada dan dapat memperkuat kebudayaan Melayu agar dikenal oleh masyarakat khususnya generasi muda.

“Kita upayakan untuk selalu menghadirkan atraksi gasing. Kota Batam juga sudah memiliki tugu gasing yang berada di Batam Centre,” kata dia.

Kabid Kebudayaan Disbudpar Batam Muhammad Zen mengklaim gasing telah dikenal di kancah nasional dan internasional.

“Di Provinsi Kepri hampir seluruh kota dan kabupatennya memainkan gasing. Diantaranya Batam, Natuna, Karimun dan Tanjungpinang,” tutur Zen.

Tugu Gasing di Kota Batam. (F: Disbudpar Batam)

Namun, setiap daerah memiliki cara yang berbeda untuk memainkan gasing ini. Di Natuna misalnya, gasing dimainkan dengan cara diputar lalu diletakkan di atas kaca berukuran 40×40 sentimeter. Gasing yang paling lama bertahan itulah yang menang.

Sementara di Batam, Karimun dan di Tanjungpinang cara memainkan gasing ini dengan uri atau memutarnya tanpa menggunakan alas, melainkan langsung di tanah.

Gasing terbuat dari kayu stigi yang tumbuh di batu. Kayu ini bertekstur keras dan cocok untuk dibuat gasing, namun kayu ini susah didapat. Kemudian kayu asam dipilihlah sebagai alternatif menggantikan kayu stigi. Kayu asam ini mudah didapat dan bisa dipakai membuat gasing.

“Kayu Lebam juga bisa, dahulu setiap mau main gasing, baru dibuat dulu gasingnya,” terangnya.

Baca Juga:
Disbudpar Data Ulang Cagar Budaya di Batam

Cara membuatnya, kayu dikikis menjadi bentuk gasing. Gasing dibentuk bulat dan memiliki tiga bagian penting, yakni kepala, badan kemudian ujung bawa gasing. Di bagian bawah dibuat lekukan yang berfungsi untuk tali gasing.

Untuk talinya dulu berasal dari kulit pohon Bebaru yang tumbuh di pantai. Namun, karena sekarang sulit mencari pohon tersebut, tali gasing lalu dibuat dari tali nilon.

“Gasing memiliki beberapa bentuk, ada gasing jantung bentuknya seperti jantung pisang, gasing piring seperti bentuk piring, dan gasing berembang, gasing berukuran kecil,” kata dia.

Untuk keseimbangannya, gasing diberi paksi (besi yang diletakkan dibagian bawah gasing untuk keseimbangan) sehingga ketika diputar di atas lantai atau tanah, gasing teap seimbang. Seiring dengan perkembangan zaman, selain terbuat dari kayu kini gasing juga dibuat dengan plastik dan bahan lainnya.

****

Editor: Asrul R