

Barakata.id, Malang- Tingkat pelanggaran pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah untuk gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota serentak tahun ini (2020) mengalami penurunan dibandingkan pada pilkada serentak 2018.
“Berdasarkan data Bawaslu RI, tingkat pelanggaran Pilkada 2018 yang dilaksanakan di 171 daerah pada 17 provinsi di 115 kabupaten dan 39 kota dengan Pilkada 2020 di 270 daerah untuk 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota mengalami penurunan,” ungkap anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo dikutip Barakata.id dari laman resmi Bawaslu RI, Rabu (23/12/2020).
Baca juga:
Meski jumlah dugaan pelanggaran menurun, kata Dewi, disisi lain tingkat penanganan pelanggaran mengalami kenaikan. Sehingga perlu memberikan perlindungan kepada pelapor yang mungkin mendapatkan ancaman teror dari pihak terlapor.
Menurutnya ada kesamaan bentuk pelanggaran. Seperti pemasangan alat peraga kampanye (APK) tak sesuai prosedur yang masih mendominasi pelanggaran administrasi.
“Lalu keberpihakan penyelenggara ad hoc (sementara) juga masih mendominasi pelanggaran kode etik, keberpihakan kepala desa mendominasi tindak pidana pemilihan, dan ASN (Aparatur Sipil Negara) memposting keberpihakannya di media sosial yang masih banyak,” katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Persiapan Pelaksanaan Pusat Pendidikan Pengawasan Partisipatif Tahun 2021, Senin (21/12/2020) malam di Malang, Jawa Timur.
Dikatakan Dewi, berdasarkan jumlah dugaan pelanggaran Pilkada 2018 lebih banyak dibandingkan Pilkada 2020, meskipun daerah pemilihan tahun 2018 lebih sedikit.
“Tetapi tingkat penanganan pelanggaran pada pemilihan tahun ini lebih tinggi dibandingkan sebelumnya meskipun pelanggaran administrasi pada pemilihan 2020 menurun dibandingkan 2018, tetapi terjadi peningkatan pelanggaran netralitas ASN pada pemilihan tahun ini,” jelas dia.
Baca juga:
Dewi berharap jajaran Bawaslu bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat yang akan memberikan laporan dugaan pelanggaran administrasi maupun pidana pemilihan.
“Masyarakat dihantui ketakutan dan resiko mendapat tekanan, bahkan ancaman teror dari pihak yang dilaporkan. Bawaslu harus bisa pasang badan untuk para pelapor,” ungkapnya.
Dewi mengatakan butuh kerja keras meningkatkan partisipasi masyarakat agar bersedia melaporkan jika ada pelanggaran pemilihan.
“Salah satunya bisa melalui pusat pendidikan pengawasan partisipatif tahun 2021 sebagai cara membentuk karakter pengawasan partisipatif yang terampil dan berintegritas,” tuturnya.
“Ini capaian yang harus kita wujudkan dan kembangkan dalam pusat pendidikan pengawasan partisipatif,” tambah dia.
Mantan Anggota Bawaslu Sulawesi Selatan (periode 2012-2017) tersebut berharap bekal pengalaman menggelar SKPP, jajaran struktural Bawaslu dalam kurun waktu dua tahun terakhir bisa menghadirkan berbagai inovasi ke depan.
Baca juga:
“Mudah-mudahan ini (SKPP tahun 2021) bisa berjalan mulus. Mulai dukungan anggaran, dorongan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dan dari Komisi 2 DPR akan terus kita dapatkan,” tuturnya.
****
Editor: Ali Mhd