Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana sengketa hasil pemilu di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, (14/6/19). Pada sidang pendahuluan itu, Tim Kuasa Hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 02 membacakan sejumlah dalil yang menunjukkan adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif dalam penyelenggaraan Pilpres 2019.
Atas berbagai kecurangan – yang menurut Tim Hukum 02 dilakukan oleh paslon 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin – tersebut, maka Tim Hukum paslon 02 meminta MK mendiskualifikasi kepesertaan paslon 01 dan memenangkan paslon 02, atau memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar pemilihan ulang secara nasional.
“Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan K.H. Ma’ruf Amin harus dibatalkan atau didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2019, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno harus dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019, atau paling tidak pemungutan suara Pilpres 2019 diulang secara nasional,” ujar Bambang Widjojanto, Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Bambang menyebutkan setidaknya ada lima bentuk kecurangan yang telah dilakukan Presiden Jokowi sebagai petahana selama Pilpres 2019.
Baca Juga : Jelang Sidang MK, Massa Luar Daerah Dilarang ke Jakarta
Mengutip Kompas.com, lima tuduhan kecurangan yang disebutkan Bambang yaitu, penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan Aparatur Negara, polisi dan intelijen, serta pembatasan kebebasan pers dan diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
Bambang mengklaim, kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis dan masif.
“Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia,” kata Bambang.
Untuk memperkuat dalilnya itu, Bambang menyertakan tautan berita media massa online sebagai buktinya. Ada 22 tautan berita yang dicantumkan Bambang terkait penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah.
Pada intinya, seluruh berita tersebut menyoroti tentang upaya pemerintah menaikkan gaji aparatur sipil negara, kenaikan dana kelurahan, pencairan dana bantuan sosial (Bansos), percepatan penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan penyiapan skema Rumah DP 0 Persen untuk ASN, TNI dan Polri.
“Dengan sifatnya yang terstruktur, sistematis, masif tersebut, maka penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara tersebut adalah modus lain money politics atau lebih tepatnya vote buying,” ucap Bambang.
“Patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih Capres Paslon 01,” tutur mantan Wakil Ketua KPK itu.
Independensi Hakim MK
Sebelum sidang dimulai, Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman mengingatkan para pemohon, termohon, dan semua pihak terkait untuk menjaga marwah lembaga MK dalam persidangan sengketa Pilpres 2019.
“Pada pemohon, termohon, marilah kita menjaga marwah konstitusi. Untuk itu, kami mohon selama persidangan tidak mengeluarkan pernyataan atau keterangan yang mengarah kepada penghinaan lembaga peradilan MK,” ujarnya.
Baca Juga : Gugat Hasil Pilpres 2019, Tim Prabowo Bawa Bukti Link Berita, Akun Twitter dan Instagram
Anwar juga menyampaikan komitmen para hakim MK mengenai independensi mereka. Ia menegaskan, hakim MK tidak takut pada tekanan atau intervensi apapun selama proses sidang berlangsung.
“Sejak kami ucapkan sumpah, kami bertekad tidak bsa dipengaruhi siapapun dan hanya takut pada Allah,” kata Anwar.
*****