
Anambas – Tari Gobang adalah salah satu bentuk tarian rakyat yang tumbuh dan berkembang di Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri). Bagi masyarakat setempat, Tarian Gobang digunakan untuk memeriahkan acara sunatan, perkawinan dan hari besar lainnya.
Menurut sejumlah literatur, Tari Gobang awalnya dipakai untuk merayakan keberhasilan para lanun atau perompak di Laut Cina Selatan. Tari tersebut merupakan simbol kegembiraan mereka setelah “bekerja keras” merompak kapal di laut.
Saat kembali ke daratan Jemaja, sekelompok lanun menggelar pesta, mereka menari dengan gerakan acak. Busana yang dikenakan pun tidak ada aturan yang mengikat.
Lama kelamaan, kebiasaan itu dilihat masyarakat dan tari-tarian tanpa bentuk itu dikembangkan sedemikian rupa, sampai sekarang.
Versi lain menyebutkan, Tari Gobang adalah tradisi yang dibawa oleh Orang Bunian atau makhluk halus di dalam hutan. Kisah ini bermula dari tersesatnya seorang warga Jemaja dalam rimba belantara.
Dalam ketersesatannya, pemuda itu sampai ke lingkungan Orang Bunian. Ketika itu, ia melihat sekelompok orang berkumpul seperti sedang merayakan pesta. Mereka menari dengan busana berwarna mennyolok mata.
Entah bagaimana caranya, warga Jemaja itu berhasil keluar dari alam Bunian. Kemudian ia menceritakan apa yang dilihatnya kepada keluarga dan para tetangga. Tak lupa, ia juga memperagakan tari-tarian yang disaksikannya dalam hutan. Oleh masyarakat, tarian itu kemudian dipraktikkan dengan pengembangan menyesuaikan kebutuhan saat ini.
Tarian Asli Anambas
Selain versi lanun dan bunian tersebut, ada pula versi dari pemerintah setempat. Catatan Dinas Pariwisata Kepulauan Anambas, Tari Gobang berasal dari Jemaja yang merupakan hasil dari kreasi masyarakat setempat. Diperkirakan, tarian ini sudah ada sejak 500 tahun silam.
Disebutkan, Tari Gobang berawal dari kisah tiga orang nelayan yang sedang pergi melaut dengan jongkong atau sejenis perahu kecil. Saat di tengah laut di malam hari, tiga nelayan itu sayup-sayup mendengar aneka bunyi dari sebuah daratan yang berada dekat dengan tempat mereka mencari ikan.
Tiga nelayan itu kemudian merasa penasaran dan merapat ke daratan untuk mencari sumber bunyi-bunyian tersebut. Kemudian, mereka melihat sekelompok orang sedang berkumpul seperti tengah berpesta, sambil menari dengan pakaian mencolok mata.

Mereka tidak mengenal orang-orang itu, dan tidak tahu tarian apa yang sedang dibawa. Gerakannya tidak beraturan, pakaiannya pun tidak kompak. Satu hal yang pasti, mereka melihat orang-orang itu mengenakan penutup muka seperti topeng dengan bentuk yang menyerammkan.
Setelah puas “mengintip” lalu tiga nelayan itu kembali ke perahu dan langsung pulang ke kampung. Di sana, mereka menceritakan apa yang mereka lihat kepada orang-orang kampung. Warga pun menebak, sekelompok orang yang sedang menari itu adalah makhluk halus atau dikenal dengan Orang Bunian.
Meski awalnya merasa takut, ketiga nelayan tadi akhirnya mencoba mempraktikkan tari-tarian yang mereka lihat. Dengan beberapa pengembangan, tarian itu lantas mulai populer, dan dianggap sebagai tarian untuk mengungkapkan kegembiraan.
Tari Gobang kini tidak hanya ada di Jemaja. Taria Gobang semakin populer setelah dikembangkan oleh sejumlah seniman di Anambas.
Biasanya ada 5 sampai 10 orang laki-laki yang terlibat dalam tarian ini. Wajah mereka ditutup oleh topeng aneka rupa.
Untuk menambah semarak, para penari diiringi musik dari gendang dengan irama yang khas. Pemerintah Anambas terus mengupayakan mengenalkan dan mempopulerkan kesenian ini agar dikenal masyarakat luas.
Pemerintah juga memberi pelatihan kepada anak-anak muda Anambas untuk mengenal lebih dekat Tari Gobang. Tujuannya jelas, agar kesenian asli Anambas ini terus lestari.
*****
Dari berbagai sumber