Beranda Urban Nusantara

Soal Kabinet, Jokowi Masih Tersandera Megawati

136
0
Presiden Joko Widodo menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 17 April 2019. (F: Instagram Jokowi)
DPRD Batam

Barakata.id, Jakarta – Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Publik pun menunggu pengumuman nama-nama yang akan masuk dalam susunan kabinet Jokowi.

Saat ini sudah banyak bermunculan nama-nama yang disebut-sebut bakal mengisi posisi menteri dan jabatan penting lainnya di pemerintahan. Mulai dari tokoh partai, akademisi profesional hingga pengusaha.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Namun, sampai menjelang pelantikan, belum ada formasi pasti susunan kabinet “pembantu Jokowi” tersebut. Banyak pihak menyebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih tersandera oleh kepentingan partai politik.

Presiden Jokowi dinilai belum bisa melepaskan diri dari “jeratan balas budi” kepada para ketua partai politik yang selama ini mengusung dan mendukungnya hingga bisa dua periode menduduki kursi kepala negara.

Baca Juga : MK Tolak Gugatan Prabowo, Jokowi Ajak Rakyat Bersatu

Menurut pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun, pemilihan kabinet kementerian yang sebenarnya menjadi ranah perogratif Jokowi justru tersandera oleh tokoh parpol, terutama Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

“(Jokowi tersandera Mega) Iya. Pak Jokowi gak bisa mengabaikan Bu Megawati (dalam pemilihan kabinet menteri),” kata Ubedilah di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10/19) dilansir CNN Indonesia.

Ubedilah mengatakan, ketersanderaan ini ditengarai karena banyaknya jasa yang telah dilakukan Mega untuk Jokowi hingga mantan Wali Kota Solo itu bisa menjadi orang nomor satu di Indonesia. Atas dasar itu, keputusan utama pemilihan kabinet menteri diduga sebagian besar ada di tangan Megawati.

“Karena betapapun dia menjadi presiden atas jasa besar Megawati dan partainya karena mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden,” kata Ubedilah.

Situasi tersebut, lanjut Ubedilah, yang juga membuat Jokowi nampaknya setengah hati menerima Partai Demokrat untuk bergabung dalam koalisi pemerintahannya.

“Kalau saya melihat Pak Jokowi masih setengah hati menerima Demokrat. Karena betapa pun pak Jokowi adalah petugas partai dalam kacamata PDIP. Jadi pak Jokowi mesti komunikasi dengan bu Megawati,” kata dia.

“(Demokrat merapat) Itu pintu izin ada di Bu Megawati. Megawati (nampaknya) belum membuka pintu untuk SBY, Demokrat. Itu sebetulnya tanda bahwa PDIP tidak menyetujui jika Demokrat menjadi bagian dari kabinet sekarang,” lanjutnya.

Baca Juga : Angela Herliani, Si Cantik Calon Menteri Milenial Jokowi?

Dalam kesempatan itu, Ubedilah juga menyinggung soal keinginan Megawati agar PDIP menguasai 45 persen kursi kabinet kementerian di periode kedua Jokowi menjabat. Meski hal itu wajar dari kacamata perpolitikan, namun kata dia, PDIP tidak harus arogan dengan posisi ini.

PDIP mestinya bisa mendengar partai-partai lain dalam barisan koalisi yang mendukung Jokowi di Pilpres 2019 kemarin.

“Saya kira penting untuk kemudian sehingga kabinet yang terbentuk kabinet bersinergi dengan baik. Saya kira Jokowi harus hati-hati. Mestinya, Jokowi memediasi problem itu, misal jika ada tegangan politik antara bu Mega dengan Surya Paloh, Jokowi harusnya jadi jalan tengah untuk bisa mendamaikan dua kepentingan yang berbeda itu,” katanya.

Kebangkitan parlemen jalanan

Ilustrasi. Koalisi Masyarakat Sipil membentangkan spanduk saat aksi di Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/9/19). Mereka minta Presiden Jokowi berani mencoret nama Capim KPK hasil seleksi Tim Pansel Capim KPK yang bermasalah. (F: Harian Nasional/ Aulia Rachman)

Sementara itu, Partai NasDem menyinggung potensi kebangkitan parlemen jalanan saat menyikapi isu bergabungnya Partai Gerindra ke dalam koalisi pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan partai politik yang bisa menjadi penyeimbang serta melaksanakan fungsi kontrol.

Namun jika semua partai politik mengambil posisi mendukung pemerintah, maka kelompok parlemen jalanan seperti aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa atau sejumlah elemen masyarakat beberapa waktu lalu berpotensi lahir.

“Kalau semua partai politik berada dalam satu kubu yg namanya koalisi pemerintah, siapa yang akan melalukan check and balance? Ini akan menjadi parlemen jalanan nanti,” kata Irma kepada wartawan saat ditemui dalam acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu (12/10/19).

Dia menerangkan bahwa partai oposisi dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang serta melaksanakan fungsi kontrol terhadap pemerintahan.

“Pemerintah yang kuat, bijak, dan bermanfaat untuk rakyat adalah pemerintah yang tidak zalim. Maka pemerintah itu harus didampingi oleh oposisi, pemerintah enggak boleh absolute. Kalau pemerintah absolute, akan jadi otoriter. Itu juga yang kami khawatirkan,” tutur Irma.

Jokowi dan Prabowo sama pandangan

Terpisah, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa Jokowi dengan ketua umum partainya, Prabowo Subianto, memiliki pandangan yang sama dalam membangun Indonesia ke depan.

Menurutnya, kesamaan pandangan itu terlihat dalam pertemuan yang berlangsung antara Jokowi dan Prabowo di Istana Negara pada Jumat (11/10/19).

“Ada kesamaan pandang Jokowi dengan Prabowo, bagaimana ke depan kita harus bersatu untuk membangun bangsa,” katanya.

Baca Juga : 5 Tarif Akan Naik Usai Pelantikan Presiden, dari Listrik hingga BPJS

Menurutnya, Gerindra memahami dan mengerti harapan dari partai politik di koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf dalam menyikapi isu Gerindra akan bergabung.

Berangkat dari itu, kata Riza, partainya menyerahkan keputusan dalam menentukan apakah Gerindra akan diterima untul bergabung atau tidak kepada Jokowi sebagai pemilik hak prerogatif.

Menurutnya, Gerindra siap mengambil posisi di luar atau dalam pemerintahan selama tetap bisa berjuang, bekerja, dan berkontribusi yang baik bagi kepentingan bangsa dan negara.

“Sepenuhnya kami serahkan pada Jokowi dan Ma’ruf yang memiliki program dan kewenangan tentang pemerintahan ke depan yang baik,” katanya.

*****

Sumber : CNN Indonesia