

Banyuwangi – Selama 76 tahun merdeka Indonesia masih dihantui tantangan radikalisme dan terorisme. Kurangnya pendidikan toleransi antar umat beragama dan bermasyarakat menjadi salah satu penyebab paham radikalisme menyebar dengan cepat.
Melihat fenomena ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengajak seluruh elemen masyarakat untuk siap memerangi berbagai ancaman baik dari dalam maupun luar negeri yang ingin menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
“Saya ingin menegaskan kita harus bisa menentukan sikap. Menentukan siapa kawan dan siapa lawan pada kelompok, perorangan, atau golongan yang anti Pancasila, anti Bhinneka Tunggal Ika, anti NKRI, anti kemajemukan bangsa dan UUD 1945,” tegas Menteri Tjahjo saat memberikan arahan dalam Peresmian Warung NKRI, di Banyuwangi, Kamis (20/01) kemarin.
Menteri Tjahjo teringat dengan arahan Presiden RI Joko Widodo yang dalam berbagai kesempatan menyampaikan pentingnya antisipasi bangsa terhadap ancaman ketahanan dan keamanan nasional di tengah mudahnya keterbukaan informasi dan akses jaringan komunikasi. Presiden Jokowi juga berpesan bahwa bidang pertahanan-keamanan harus tanggap dan siap menghadapi perang siber, menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Diakui, pemahaman-pemahaman intoleransi yang mengarah pada sumbu radikalisme telah menyebar bahkan hingga ke pelosok daerah terpencil. Disinilah peran sosialisasi dan pembinaan tindakan gencar dilakukan pemerintah sebagai langkah preventif agar tidak terjadi pelanggaran terkait komitmen kebangsaan dan tindakan radikalisme.
Berbagai upaya pun telah dilakukan bersama untuk menanggulangi penyebaran paham-paham yang mengancam ideologi bangsa. Salah satunya upaya yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui program Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan (WARUNG) NKRI.
Menteri Tjahjo mengapresiasi upaya BNPT yang menghadirkan Warung NKRI sebagai terobosan sederhana, namun mengena ke seluruh lapisan masyarakat guna memberantas paham radikalisme terutama pada kawasan wisata dan industri. “Jangan dianggap Warung NKRI ini sekadar warung tapi bagaimana warung ini sebagai tempat berkumpul, berdialog dan berkomunikasi masyarakat dari berbagai latar belakang,” katanya.