Beranda Urban Nusantara

Sapardi Djoko Damono Tutup Usia, Selamat Jalan Penyair

236
0
Sapardi Djoko Damono penyair Indonesia tutup usia. (Foto: Facebook/Sapardi Djoko Damono)
DPRD Batam

Barakata.id- Dunia sastra Indonesia berduka. Sapardi Djoko Damono penyair angkatan 1970-an meninggal dunia. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di usia 80 tahun Minggu (19/7/20) pukul 09.17 WIB di Eka Hospital, BSD, Tangerang Selatan,

Sebelumnya, Sapardi memang telah dirawat di rumah sakit tersebut karena menurunnya fungsi organ tubuh. Hal itu diungkapkan kerabat Sapardi, Sonya Sondakh seperti dilansir dari CNN Indonesia. Minggu (12/7) lalu Sonya menyebut Sapardi masih di ICU karena kondisinya perlu dimonitor. Faktor usia menyebabkan kesehatan Sapardi terganggu.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

“Fungsi organ menurun dan ada infeksi berat. HB drop dan ini sudah ketiga kali dalam empat bulan ini,” kata Sonya.

Sebelumnya, pada November 2019, Sapardi juga sempat dirawat di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, karena kadar hemoglobin (Hb) menurun.

Baca Juga:
Ratusan Penyair Akan Pesta Puisi di Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2019

“Saya tidak tahu apakah ada kaitan langsung atau tidak [kondisi dulu dengan sekarang]. Tapi mestinya saling terkait, kalau ginjal jelek akibatnya macam-macam. Selama ini belum diketahui mengapa HB-nya drop terus sehingga harus transfusi secara berkala,” kata Sonya saat itu.

Sebagai sastrawan, nama Sapardi tak hanya dikenal di Indonesia saja, tapi juga di mancanegara. Lelaki kelahiran 20 Maret 1940 ini telah melahirkan banyak karya dalam bentuk puisi, sajak, novel cerpen hingga musik yang diaransmen oleh para musisi.

Karya-karya itu, baik puisi, cerpen dan novel seperti Hujan Bulan Juni, Melipat Jarak, Namaku Sita, Ayat-Ayat Api, Sepasang Sepatu Tua, Ada Berita Apa Hari Ini?, Yang Fana Adalah Waktu sudah pasti tak asing bagi pecinta sastra. Karya paling mutakhirnya adalah kumpulan cerpen Sepasang Sepatu Tua yang diterbitkan pada Maret 2019 dan Menghardik Gerimis diterbitkan Juli 2019.

Karya-karya itu pun membawanya meraih banyak penghargaan dari dalam dan luar negeri. Dikutip dari berbagai sumber, yang terbaru, pada 2018 lalu Sapardi mendapat penghargaan ASEAN Book Award untuk bukunya yang berjudul Hujan Bulan Juni dan Yang Fana Adalah Waktu.

Sumbangsih Sapardi terhadap kesusasteraan Indonesia sangat besar. Konsistensinya untuk tetap berkarya patut diacungi jempol. Sebab dia memulai berkecimpung di dunia sastra sejak usia belasan tahun dan tetap produktif sampai usia senja.

Baca Juga:
Aktor Senior, Ian Holm Meninggal Dunia

Tak hanya menulis, Sapardi juga menerjemahkan buku-buku asing. Seperti yang paling terkenal adalah Dimensi Mistik dalam Islam atau Mystical Dimension of Islam karya Annemarie Schimmel dan Lelaki Tua dan Laut atau The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway.

Aktivitas Sapardi di dunia sastra tak hanya dalam hal kepenulisan saja. Tapi juga sebagai pengamat sastra, kritikus dan pakar sastra serta dosen. Pada 1995 ia dikukuhkan menjadi Guru Besar di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

Latar belakang pendidikannya, selain mengenyam pendidikan di Fakultas Sastra, Jurusan Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Sapardi pada tahun 1970-1971 juga memperdalam pengetahuan tentang humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat.

Kini, selamat jalan Sapardi, karya-karyamu akan tetap hidup bagi pecinta sastra. Terimakasih untuk syair dan cerita-ceritamu yang indah.

****

Editor: Asrul R