Beranda Urban Nusantara

Saksi Tim Prabowo Persoalkan Data 17,5 Juta Orang di DPT

120
0
Sejumlah saksi dari pihak pemohon kembali ke ruangang saksi setelah diambil sumpahnya saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6). (F: Antara/Hafidz Mubarak)
DPRD Batam

Jakarta – Tim hukum pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan 15 orang saksi, dua ahli, serta sejumlah bukti dalam sidang ketiga sengketa Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (19/6/19). Saksi pertama, langsung mempersoalkan masalah data 17,5 juta orang dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Saksi pertama yang dimajukan Tim Hukum Prabowo adalah Agus Muhammad Maksum yang berdomisili di Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam keterangannya, Agus mengaku menjadi bagian dari tim pasangan capres Prabowo-Sandiaga yang meneliti dan memberikan masukan kepada KPU mengenai DPT pasangan capres tingkat nasional.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Agus mengklaim ada ketidakwajaran data pemilih hingga 17,5 juta orang dalam DPT. Menurutnya, dari 17,5 juta orang, terdapat 9,8 juta di antara mereka yang tanggal lahirnya sama, yakni pada 1 Juli.

Kemudian, ada 5,3 juta yang lahir pada 31 Desember. Selain itu, ada 2,3 juta yang lahir pada 1 Januari.

“Itu tidak wajar, karena yang lahir 1 Juli itu ada 20 kali lipat dari data normal,” kata Agus seperti dikutip dari BBCIndonesia.com.

Baca Juga : PA 212 Pilih Instruksi Rizieq Dibanding Prabowo, Akan Gelar Demo Selama Sidang MK

Agus juga mengklaim ada kartu keluarga (KK) manipulatif sebesar 117.333, artinya dalam satu kartu berisi lebih dari 1.000 orang, nomor KK yang tidak seusai nomenklatur, dan alamat yang berbeda-beda.

Namun, saat ditanya Hakim MK, Saldi Isra soal korelasi antara dugaan KK manipulatif dan pengguna hak pilih pada Pemilu 2019, Agus Maksum tidak dapat menjelaskan korelasinya.

Agus kemudian mengatakan tidak dapat memastikan apakah seluruh nama yang dalam KK menggunakan hak pilihnya atau tidak. Sebab, pihaknya tidak melakukan rekapitulasi.

“Saya tidak bisa menjawab karena tidak melakukan rekap. Karena jumlah beda-beda,” ujar Agus.

“Jadi walaupun ada KK yang invalid tapi Anda tidak bisa memberikan keterangan kepada Mahkamah bahwa jumlah itu sekaligus pengguna hak pilih,” sambung Saldi Isra.

Tak ada bukti fisik dokumen

Dalam sidang itu, tim kuasa hukum Prabowo kemudian menyediakan barang bukti P.155 berupa dokumen untuk memperkuat tuduhan terkait 17,5 juta pemilih dalam DPT.

Namun, bukti itu kemudian dipertanyakan Hakim, Enny Nurbaningsih karena tidak ada dalam bukti fisik yang diserahkan ke MK.

“Ini kan kemarin sudah diverifikasi barang bukti, muncul P.155 yang disebut mengenai data 17,5 juta pemilih yang tidak wajar,” ujar Enny.

Baca Juga : Gugat Hasil Pilpres 2018, Prabowo-Sandi Ajukan 51 Alat Bukti ke MK

Menurut Hakim Aswanto menambahkan, dalam daftar bukti pemohon yang sudah diverifikasi, tercantum bukti P.155 tersebut. Tapi setelah dicari, fisik bukti berupa dokumen itu tidak ada.

Menanggapi itu, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi mengaku kesulitan menyertakan bukti dengan nomor P-155 karena keterbatasan mesin fotokopi. Bukti tersebut boleh dikumpulkan hingga pukul 16.00 WIB.

Lebih jauh, tim Prabowo-Sandiaga menarik sejumlah alat bukti tambahan yang sempat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Total ada 94 boks kontainer yang ditarik dari MK.

Bukti-bukti yang ditarik ini merupakan bukti dokumen C1.

Saksi kedua yang diajukan tim Prabowo adalah konsultan analisis database, Idham Amiruddin. Ia mengklaim menemukan kejanggalan DPT setelah mendapat salinan DPT dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra pada Februari 2019.

“Saya mengambil di kantor DPP Gerindra. Yang beri ke saya Heri Sumartono bagian IT DPP Gerindra,” kata Idham.

Dari DPT yang didapatnya, ia mengklaim ada empat jenis rekayasa data kependudukan dalam DPT yang digunakan dalam Pemilu 2019, yang mencakup nomor induk kependudukan siluman, pemilih di bawah umur, pemilih ganda, dan nomor induk kependudukan kecamatan rekayasa.

Ketua Hakim MK, Anwar Usman (tengah) mengetuk palu saat mengesahkan bukti pihak termohon pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6). (F: Antara/Hafidz Mubarak)

Adapun saksi ketiga yang dimajukan tim hukum Prabowo-Sandi adalah Hermansyah, penasihat IT Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon.

“Saya di bidang IT tidak terlibat di partai, hanya penasihat IT Bapak Fadli Zon,” kata Hermansyah.

Dalam kesaksiannya, Hermansyah mengklaim adanya kelemahan sistem informasi penghitungan suara (situng) KPU.

Ia mengaku mendatangi KPU Pusat 3 Mei dan KPUD Bogor 4 Mei bersama Fadli Zon. Dari sana dia mendapatkan informasi sekitar 73.000 kesalahan di sisi input dilaporkan ke Bawaslu dan sebagainya.

“Jadi dari sisi saya, menyimpulkan ada satu kelemahan yang paling mendasar adalah bagaimana melakukan input di situng. Kalau alasan bagaimana suatu situng menampilkan teks persentase tanpa C1, seharusnya tidak jadi (seperti itu) karena dengan adanya teknologi yang kita miliki sekarang. Sepengetahuan saya, itu harusnya tidak terjadi lagi lambat atau kesalahan,” ujarnya.

Baca Juga : Yusril: Isi Gugatan Tim 02 Hanya Asumsi, Mudah Dipatahkan

Hermansyah pun menyoroti kinerja penginput data dan verifikator. Ia menyebut KPU menetapkan jumlah petugas terkait situng sebanyak 25 orang.

“Tapi saat saya kunjungi di Bogor sekitar 4 orang dan seorang verifikator itu seorang pegawai negeri dan dia punya admin pegawai negeri itu saya peroleh dari meninjau KPUD Bogor,” katanya.

Menarik dua saksi

Pada sidang ketiga di MK tersebut, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi juga menarik dua saksi yang telah diambil sumpahnya.

“Kami mendapat informasi bahwa dari nama-nama yang sudah disumpah tadi ada nama yang ditarik atau diganti, yang ditarik itu adalah Risda dan Beti,” ujar Hakim MK, Aswanto.

Aswanto mengatakan, pihak pemohon diperbolehkan untuk menarik atau membatalkan kedua saksi untuk memberikan keterangan. Namun, menurutnya, tim hukum pemohon tidak dapat mengajukan saksi lain sebagai penggantinya.

*****