Barakata.id, Yogyakarta – Djaduk Ferianto, seniman asal Yogyakarta meninggal dunia, Rabu (13/11) sekira pukul 02.30 WIB di usia 55 tahun. Kepergian Djaduk menimbulkan duka di kalangan seniman dan dunia hiburan Tanah Air.
Informasi meninggalnya Djaduk dikabarkan oleh Butet Kertaradjasa yang merupakan kakak Djaduk melalui akun Instagramnya @masbutet. Butet mengunggah gambar hitam dengan tulisan Sumangga Gusti. Dalam keterangannya Butet menulis, “RIP Djaduk Ferianto.”
Jenazah anggota kelompok musik Kua Etnika itu rencananya akan disemayamkan di Padepokan seni Bagong Kusudiardjo, Yogyakarta. Djaduk akan dimakamkan di makam keluarga di Kasihan, Bantul, Yogyakarta hari ini pada pukul 15.00 WIB.
Baca Juga : Innalilahi, BJ Habibie Meninggal Dunia
Sebelum pemakaman, akan digelar misa pada pukul 14.00 WIB. Pria bernama lengkap Gregorius Djaduk Ferianto itu selama hidupnya juga dikenal kerap menggarap sejumlah illustrasi musik sinetron, jingle iklan, penata musik pementasan teater, hingga tampil bersama kelompoknya dalam pentas musik di berbagai negara.
Djaduk bersama kelompoknya terkenal dengan eksplorasi berbagai alat dan benda sebagai instrumen musiknya.
Mengabdi untuk Seni
Semasa hidupnya, Djaduk adalah seorang aktor, sutradara, dan musikus. Ia lahir dari keluarga seniman. Sang ayah, Bagong Kussudiardja dikenal sebagai koreografer dan pelukis.
Djaduk kecil dikisahkan memiliki cita-cita jadi dalang. Tinggal di lingkungan yang sangat ‘nyeni’ di Yogyakarta mempertajam naluri seni Djaduk. Ia terbiasa dengan alunan musik tradisional seperti keroncong, namun tetap menerima genre ‘asing’ seperti jazz.
Pria kelahiran Yogyakarta tersebut merupakan bagian dari kelompok musik Kua Etnika, grup yang mengusung musik etnik Indonesia. Mereka kerap mengaransemen lagu-lagu daerah, memadukan dengan jazz, atau memberi sentuhan lewat instrumen tak terduga seperti mainan anak atau perkakas dapur.
Djaduk diketahui aktif juga sebagai pemimpin kelompok musik humor Orkes Sinten Remen. Di sini, ia ‘menggarap’ musik keroncong, membuatnya terdengar lebih progresif melalui irama, ketukan, juga lirik.
Musikalitas Djaduk tak bisa dianggap remeh. Sejak tahun 1997, ia telah melahirkan karya-karya unik melalui kedua kelompok musiknya tersebut.
Di antaranya adalah Orkes Sumpeg Nang Ning Nong (1997) dan Ritus Swara (2000) bersama Kua Etnika, serta Parodi Iklan (2000), Komedi Putar (2002), Janji Palsu (2003), dan Maling Budiman (2006) bersama Orkes Sinten Remen.
Pada 2006, ia pernah merilis lagu rohani bertajuk Dia Sumber Gembiraku.
Belakangan, Djaduk memiliki wadah tampil baru bernama Ring of Fire. Di sini, ia meramu jazz dengan keroncong, lalu menggandeng penampil lain dan membiarkan sisanya berjalan apa adanya.
“Bagaimana jadinya, saya juga tidak tahu apa yang akan terjadi,” demikian kata Djaduk soal penampilan Ring of Fire di Jazz Gunung, 2015 silam.
Djaduk juga tak bisa dilepaskan dari dunia teater. Ia telah menyutradarai beberapa pertunjukan teater, selain terlibat di Teater Gandrik.
Baca Juga : Kabar Duka, Agung Hercules Meninggal
Kadang, di sela kesibukan, ia masih menyempatkan diri mengerjakan ilustrasi musik untuk sinetron di televisi, atau muncul di beberapa film layar lebar seperti dalam ‘Petualangan Sherina’, ‘Koper’, ‘Jagad X Code’, serta ‘Cewek Saweran’.
Djaduk diketahui memiliki jadwal tampil terdekat di festival Ngayogjazz 2019 pada 16 November mendatang. Melalui akun Instagram, pihak penyelenggara menyampaikan ucapan selamat jalan untuk salah satu penampil yang paling ditunggu tersebut.
“Sugeng tindak,” tulis mereka, yang dalam bahasa Indonesia berarti, “Selamat jalan.”
*****
Sumber : CNN Indonesia