
Barakata.id, BATAM – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam menilai resesi yang terjadi di Singapura akan berdampak terhadap perekonomian Batam yang lokasinya berseberangan dengan negara jiran itu.
“Tentu saja kontraksi ekonomi Singapura sebesar itu akan berdampak cukup signifikan terhadap aktivitas ekonomi di Batam,” kata Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid di Batam kepada Kantor Berita Antara, Rabu (15/7/2020).
Menurut dia, aktivitas ekonomi Batam sangat dipengaruhi Singapura yang melaporkan pertumbuhan ekonomi minus sehingga pengusaha mengkhawatirkan imbasnya kepada ekonomi Batam.
Meski begitu, ia mengatakan aktivitas ekspor dan impor antara Batam dan Singapura masih berjalan relatif normal.
“Memang ada penurunan aktivitas jika dibandingkan sebelumnya. Namun kita melihat masih secara optimistis,” kata dia
Secara perbandingan kuartalan, ia menyatakan kontraksi ekonomi Singapura cukup fantastis. Namun secara tahunan, maka kontraksinya hanya sekitar 12,6 persen. Jika dilihat pertumbuhan tahunan, menurut Rafki, Singapura diprediksi mengalami pertumbuhan minus 1 – 4 persen untuk tahun 2020 ini.
“Nah Batam harus bersiap-siap menghadapi penurunan ekspor ke Singapura akibat menurunnya aktivitas ekonomi Singapura ini,” kata dia.
Baca Juga: Mantap, Batam Kota Kini Sudah Zona Hijau Covid-19
Rafki menyatakan Batam harus giat menjaring investor yang merelokasi investasinya dari China untuk mengimbangi menurunnya aktivitas ekspor ke Singapura.
“Jadi pertumbuhan ekonomi Batam masih bisa diselamatkan kalau banyak investor yang merealisasikan investasinya pada tahun ini,” kata dia.
Namun, lanjut Rafki, untuk merealisasikan investasi di tengah pandemi COVID-19 yang masih tinggi seperti saat ini, bukan perkara yang mudah juga. Oleh karenanya diperlukan kerja keras dari semua pihak untuk menyelamatkan ekonomi di tengah kondisi saat ini.
Diberitakan, Singapura, salah satu negara adidaya di Asia Tenggara akhirnya harus mengalami resesi. Ekonomi Singapura terjerumus ke dalam resesi pada kuartal lalu akibat dampak circuit breker atau pembatasan sosial terhadap bisnis dan pengeluaran ritel.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Selasa (14/7/2020), Departemen Perdagangan dan Industri Singapura melaporkan produksi domestik bruto (PDB) terkontraksi 41,2 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Tak hanya lebih buruk dari median survei Bloomberg untuk kontraksi sebesar 35,9 persen, capaian tersebut adalah kontraksi terbesar secara kuartalan dalam sejarah pencatatan.
Adapun, dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year), PDB pada kuartal kedua terkontraksi 12,6 persen, lebih dalam dari median survei untuk kontraksi 10,5 persen.
“Rekor kemerosotan pada kuartal lalu terutama disebabkan oleh lockdown sebagian, dikenal sebagai circuit breaker di Singapura, yang diterapkan mulai 7 April hingga 1 Juni untuk memperlambat penyebaran Covid-19,” ungkap pihak kementerian, seperti dilansir Bloomberg.
Baca Juga: KEK Nongsa Digital Park dan BAT Disetujui: Angin Segar Ekonomi Batam
Kemerosotan yang semakin dalam mencerminkan dampak yang dialami ekonomi Singapura di tengah pandemi Covid-19.
Penurunan dalam perdagangan global telah memukul industri manufaktur yang bergantung pada ekspor, sementara peritel mengalami rekor penurunan penjualan.
Kondisi ini juga memberi tekanan tambahan pada Partai Aksi Rakyat yang berkuasa. Pemerintah telah menjanjikan stimulus senilai sekitar S$93 miliar (US$67 miliar) untuk menopang bisnis dan rumah tangga yang bermasalah.
Rilis PDB Singapura yang relatif awal memberi gambaran tentang seberapa dalam resesi yang akan dihadapi negara Asia lainnya.
Proyeksi resmi Thailand tentang kontraksi 8,1 persen tahun ini adalah yang terburuk di kawasan tersebut, sementara negara lain seperti India dan Indonesia menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang memperburuk dampak ekonomi.
Estimasi pendahuluan PDB Singapura ini sebagian besar dihitung dari data dalam dua bulan pertama kuartal terkait, dan sering kali direvisi setelah data lengkap kuartal itu tersedia.
***
Editor: Candra Gunawan