Beranda Figure

RA Kartini dan Ujaran-Ujaran Inspiratifnya

1198
0
DPRD Batam

Batam – Masyarakat Indonesia mengenal Raden Adjeng (RA) Kartini sebagai perempuan pelopor emansipasi. Waktu kelahirannya, tanggal 21 April 1879 diperingati sebagai Hari Kartini, Hari Emansipasi Perempuan.

Pemikiran dan perbuatannya di masa lampau terus bergaung sampai sekarang. Menjadi inspirasi kaum perempuan Tanah Air untuk mendobrak ketidakadilan dan pengekangan hak-hak perempuan.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Sejumlah kalimat dalam surat yang ditulis RA Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang” terus menyala, membakar semangat para perempuan Indonesia agar bisa menjalani hidup yang setara dengan kaum pria.

RA Kartini dianggap sebagai simbol keberanian perempuan. Ia mendorong perempuan untuk mendapatkan hak pendidikan yang terbaik. Selain dalam Habis gelap Gerbitlah Terang, ujaran-ujaran inspiratif RA Kartini juga banyak ditemui dalam buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno; “Surat-Surat Kartini”

Berikut beberapa kutipan dari RA Kartini yang bisa dijadikan inspirasi di masa kini dan masa hadapan.

1. Pemberani

“Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang, itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”

2. Menjadi wanita sepenuhnya

“Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya”.

3. Pendidikan untuk wanita

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.

4. Perempuan merdeka

“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri.”

5. Bermimpilah

“Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.”

6. Bekerja demi masa depan

“Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas.”

“Di bawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”.

7. Perjuangkan kebebasan

“Saya mau, saya akan memperjuangkan kebebasan saya. Saya mau, Stella saya mau, mendengarkah kamu? Bagaimana mungkin saya memenangkannya, kalau saya tidak berjuang? Bagaimana saya akan mendapat, kalau saya tidak mencari? Tanpa perjuangan tidak akan ada kemenangan. Saya tidak gentar menghadapi keberatan dan kesusahan, saya merasa cukup kuat untuk mengatasinya.”

8. Perluas pandangan

“Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.”

9. Pembuktian

“Kami manusia, seperti halnya orang laki-laki. Aduh, berilah izin untuk membuktikannya. Lepaskan belenggu saya! Izinkan saya berbuat dan saya akan menunjukkan, bahwa saya manusia. Manusia seperti laki-laki.”

10. Dobrak tradisi kuno

“Ya Allah, alangkah malangnya; saya akan sampai disana pada waktu Puasa-Lebaran-Tahun Baru, di saat-saat keramaian yang biasa terjadi setiap tahun sedang memuncak. Sudah saya katakan, saya tidak suka kaki saya dicium. Tidak pernah saya ijinkan orang berbuat demikian pada saya. Yang saya kehendaki kasih sayang dalam hati sanubari mereka, bukan tata cara lahiriah!”

Selain 10 kutipan tersebut, tentu masih banyak kalimat-kalimat inspiratif yang dapat diambil dari RA Kartini.

Profil RA Kartini

RA Kartini lahir dari pasangan bangsawan Jawa, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan MA Ngasirah di Jepara pada 21 April 1879. Ia mati muda, di usia 25 tahun.

Saat ia lahir, sang ayah merupakan seorang Wedana (kepala wilayah administrasi kepemerintahan di antara kabupaten dan kecamatan). Ada kebijakan dari pemerintah Belanda, jika ingin menjadi bupati, maka ayah Kartini harus menikah dengan keturunan priyayi juga.

Sementara MA Ngasirah hanyalah orang biasa. Ia anak dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, yang kala itu berprofesi sebagai guru agama di Telukawur, Jepara. Sedangkan sang ayah masih berada di garis keturunan Hamengkubuwono VI.

Karena situasi keluarga yang seperti itu, ayah Kartini pun memutuskan untuk menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan yang merupakan keturunan langsung dari Raja Madura. Kartini merupakan anak ke-5 dari 11 bersaudara yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tirinya.

Berbeda dengan anak-anak perempuan di kampungnya, Kartini kecil mendapatkan kesempatan sekolah bagus. Ia menempuh pendidikan di ELS (Europese Lagere School) hingga usianya 12 tahun.

Setelah itu, ia dipingit di rumah. Karena pada masa itu ada tradisi wanita Jawa harus tinggal di rumah dan dipingit.

Selama sekolah di ELS, Kartini belajar Bahasa Belanda. Karena bisa berbahasa Belanda tersebut, di rumah pun Kartini tetap belajar dan berkirim surat kepada teman-teman korespondensi dari Belanda, salah satunya Rosa Abendanon dan Estelle “Stella” Zeehandelaar. Bahkan, beberapa kali tulisan Kartini dimuat dalam majalah De Hollandsche Lelie.

Dari berbagai buku, majalah, dan surat kabar Eropa, Kartini mulai tertarik dengan cara berpikir wanita-wanita Eropa yang lebih bebas dan maju ketimbang wanita-wanita pribumi kala itu. Dari sanalah timbul keinginannya untuk memajukan para perempuan pribumi yang dinilai masih memiliki tingkat sosial yang rendah.

*****