

Batam – Pian Ansori, Ketua Rukun Warga (RW) 031, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menunjukkan link berita dari salah satu media siber tentang perubahan status lahan dari “hak pakai” menjadi “hak milik”. Ia tampak antusias, dan menyebut berita itu sebagai “kabar bagus yang sudah lama ditunggu-tunggu masyarakat”.
“Mudah-mudahan betul, bukan kabar ecek-ecek macam yang sudah-sudah,” katanya saat berbincang dengan sejumlah warga di Perumahan BSI Residence, kemarin.
“Ini khusus untuk tanah yang ukurannya 200 meter persegi, lebih tak boleh,” kata dia.
Menurut Pian, informasi tersebut sudah ramai dibahas di grup WhatsApp perangkat RT/RW di Kelurahan Belian. Banyak yang berharap kabar tersebut benar-benar diwujudkan pemerintah, termasuk wacana penghapusan iuran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
Informasi tentang penghapusan perubahan status lahan dan iuran UWTO sudah lama berkumandang di Batam. Pada tahun 2000 silam, wacana ini juga sempat digaungkan banyak elemen masyarakat.
Tahun 2016, kembali muncul wacana serupa. Kota Batam sempat ramai bermunculan spanduk-spanduk penolakan pembayaran UWTO dan spanduk mendukung penghapusan UWTO. Tapi, wacana itu kemudian senyap.
Warga Batam memang sangat berharap pemerintah segera menghapuskan iuran UWTO, terutama untuk lahan pemukiman masyarakat.
“Karena percuma saja, punya lahan lengkap dengan sertifikatnya kalau tetap UWTO. Tetap harus bayar uang sewa, padahal katanya itu tanah kita,” kata Rini, warga Batam Kota.
Ia berharap, pemerintah tidak ragu menghapus kebijakan yang dianggap tidak berkeadilan untuk masyarakat kecil.
“Kalau UWTO untuk industri dan komersial, terserahlah. Tapi perumahan, masyarakat kecil. Punya rumah tapi ketika diwariskan, malah membebani anak-cucu untuk bayar UWTO,” kata dia.
Sudah disetujui Presiden Jokowi
Bulan Mei ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut sudah setuju bahwa lahan di Kota Batam, akan menjadi “hak milik” dari sebelumnya hanya “hak pakai bangunan”. seperti yang dibilang Pian Ansori, syaratnya, luas lahan yang menjadi hak milik itu tak lebih dari 200 meter persegi.
Wali Kota Batam, Muhammad Rudi mengatakan, persetujuan Presiden Jokowi itu berlaku untuk lahan di luar wilayah “Kampung Tua”. Menurutnya, keputusan ini menjadi “angin segar” bagi masyarakat Batam.
Selama ini, warga Batam yang memiliki rumah, hanya berhak mengantongi sertifikat “Hak Guna Bangunan” atas tanah rumah yang dibelinya. Warga pun diharuskan membayar iuran UWTO atau sewa lahan kepada Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Batam sebagai pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Pulau Utama Batam.
Menurut Rudi, kebijakan itu setakat ini hanya berlaku untuk tata ruang perumahan, bukan jasa seperti rumah toko dan bangunan lain sejenisnya. Berdasar syarat aturan itu, “kebijakan ini menyasar pada masyarakat kelas ekonimi menengah ke bawah,” kata Rudi.
Rudi mengatakan, ada dua kebijakan yang disetujui Presiden Jokowi soal lahan di Batam. Pertama, perubahan aturan tentang “hak milik” untuk lahan perumahan di bawah 200 meter persegi.
“Yang kedua, soal lahan di kampung tua, ini yang lebih prioritas,” katanya.
Rudi berharap, tahun 2020 semua soal lahan kampung tua bisa selesai. Menurutnya, “lahan yang bukan di kampung tua, urusannya lebih mudah”.

Ia menegaskan, informasi itu diterimanya langsung dari Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR). Menurutnya, perubahan status kepemilikan lahan di Batam itu diusulkan oleh Pemerintah Kota Batam, BP Batam, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Baca Juga : Lahan Kampung Tua Batam, Kapan Dilegalkan?
Untuk kampung tua, lanjut Rudi, tidak ada batasan tentang luasan yang akan diberikan. Artinya, berlaku untuk semua wilayah kampung tua.
Catatan Pemko Batam, saat ini ada 37 titik kampung tua di Batam. Nantinya, sertifikat hak milik diberikan untuk rumah masyarakatnya, bukan atas luas wilayah kampung tua.
“Itu untuk mengantisipasi pengurangan luas wilayah kampung tua akibat transaksi jual beli tanah. Selain itu, juga akan ada penegasan tentang tanah milik negara yang ada di atas kampung tua, untuk menjadi cagar budaya,” kata dia.
Penghapusan iuran UWTO dan PBB
Upaya Pemko Batam mengusulkan penghapusan iuran UWTO juga didukung BP Batam, terutama untuk perumahan dengan luas lahan 200 meter persegi ke bawah. Hal itu disampaikan Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady.
Apalagi, usulan tersebut “bukan sesuatu yang baru”. Di masa Lukita Dinarsyah Tuwo memimpin BP Batam, masalah ini sudah pernah disampaikan kepada Dewan Kawasan (DK).
Menurut Edy, dirinya juga telah menyampaikan soal UWTO “nol rupiah” langsung kepada Menteri ATR, dan Menko Perekonomian Darmin Nasution. Ia pun pernah mengajukan agar masyarakat Batam tidak perlu lagi membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, seperti di Jakarta.
Tapi Edy mengaku belum mengetahui apakah usulan tersebut sudah diproses atau belum di tingkat pemerintah pusat.
Edy mendukung perubahan status dari “hak pakai” menjadi “hak milik” untuk tanah di bawah luasan 200 meter persegi lantaran hal itu dapat menciptakan kenyamanan bagi masyarakat, serta untuk mendukung iklim investasi di Batam.
Menurut dia, ilim investasi akan baik jika kesejahteraan masyarakat di kawasan itu juga baik. Kesejahteraan itu, salah satunya adalag mencakup biaya rumah atau tempat tinggal, transportasi, pendidikan dan belanja kebutuhan.
“Saya sudah amati, kebutuhan masyarakat di Batam ini relatif cukup mahal, bahkan bisa saya katakan hampir dua kali lipat dari Jakarta. Padahal Batam ini daerah FTZ, harusnya lebih murah,” ujarnya.
*****