

Barakata.id- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat pernyataan terkait fakta-fakta yang ada dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menurutnya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi dari UU tersebut dan akibat adanya hoaks di media sosial.
Oleh karena itu, Jokowi pun memaparkan disinformasi dan hoaks beserta fakta-fakta UU Cipta Kerja.
“Saya ambil contoh, ada informasi yang menyebut tentang penghapusan UMP upah minimum provinsi, UMK upah minimum kota/kabupaten, UMSP upah minimum sektoral provinsi. Hal ini tidak benar, karena faktanya upah minimum regional UMR tetap ada,” ujarnya, dalam siaran langsung di saluran YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10/20).
Baca Juga:
Ada juga yang menyebutkan, upah minimum dihitung per jam. Jokowi mengatakan hal itu juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil.
Kemudian adanya kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti: cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya.
“Saya tegaskan juga ini tidak benar. Hak cuti tetap ada dan dijamin,” ujarnya.
Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak? Jokowi juga menyebut hal itu tidak benar. Yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
“Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada,” kata dia.
Selain itu, yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan. Hal itu juga tidak benar. Amdal tetap ada, bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
Kemudian ada juga berita mengenai UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. Hal itu disebutnya juga tidak benar. Karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus (KEK). Sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur di dalam UU Cipta Kerja ini apalagi untuk perizinan di pondok pesantren. Itu tidak diatur sama sekali dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku.
Kemudian terkait Bank Tanah yang santer diberitakan, menurut Jokowi Bank Tanah ini diperlukan an untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan serta reforma agraria. Hal itu sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan karena selama ini di Indonesia tak memiliki Bank Tanah.
“Saya tegaskan juga bahwa UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Tidak. Tidak ada,” ujarnya.
Perizinan berusaha dan pengawasannya tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat. Hal ini agar dapat tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Baca Juga:
Selain itu kewenangan perizinan untuk nonperizinan berusaha tetap ada di pemerintah daerah sehingga tidak ada perubahan. Bahkan UU Cipta Kerja ini menyederhanakan, melakukan standarisasi jenis, dan prosedur berusaha di daerah.
Perizinan berusaha di daerah itu diberikan batas waktu. Jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.
“UU Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali PP dan Peraturan Presiden atau Perpres. Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan. Pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah-daerah,” ujarnya.
Jokowi berkeyakinan melalui UU Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka.
****
Editor: Asrul R