

Barakata.id- Polda Jawa Tengah (Jateng) membekuk pelaku penjualan alat tes antigen ilegal. Penjual alat tes antigen itu telah melakukan aksinya selama lima bulan di wilayah Genuk, Kota Semarang. Keuntungan yang didapatnya tidak sedikit, sekitar Rp2,8 miliar.
Selama masa pandemi tes antigen banyak digunakan untuk mendeteksi sesoorang apakah positif atau negatif Covid-19. Sejumlah moda transportasi pun mensyaratkan penumpangnya mengantongi hasil tes antigen yang menunjukkan negatif Covid-19.
Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi mengatakan kondisi atas kebutuhan tes antigen dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk meraup untung. Salah satu modusnya adalah menjual alat rapid tes antigen tanpa izin edar dari Kementerian Kesehatan alias ilegal.
Baca Juga:
- Difasilitasi RSBP Batam, Segini Tarif Tes Antigen di Bandara
- Ingat Ya, Masuk Kepri Harus Tes Antigen dan RT-PCR
Kasus itu diungkap oleh Kapolda Jateng pada Rabu (5/5/21). Penjualan alat tes antigen itu dilakukan karyawan PT SSP berinisial SPM. Pelaku telah melakukan aksinya sejak Januari 2021.
“Kita amankan hampir 450 pack. Ini di TKP wilayah Genuk Semarang. Di mana keuntungannya selama diedarkan selama lima bulan itu Rp2,8 miliar,” kata Luthfi dikutip dari tribaratanews.polri.go.id, Jumat (7/5/21).
Modus yang digunakan pelaku adalah dengan menawarkan alat tes antigen itu secara online. Sasarannya adalah pemilik klinik maupun perorangan. Harga yang ditawarkannya tentu saja lebih murah dari harga di pasaran.
“Ini sangat merugikan terutama terkait dengan perlindungan konsumen. Sistem penjualannya by order dari pembelinya,” jelasnya.
Alat tes antigen yang ditawarkan pelaku ternyata laris. Dalam sepekan saja, dia mampu menjual 300-400 boks alat tes antigen tersebut. Per satuannya dijual dengan harga Rp100 ribu.
Baca Juga:
- Warga Batam, Pemeriksaaan PCR, Swab Antigen dan Genose di Bandara Hang Nadim, RSBP Batam, Klinik Baloi BP Batam Aman
- Tiket Bisa Direfund Jika Positif Covid-19 di Bandara
Setalah ditangkap polisi, pelaku pun dijerat dengan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelaku diancam dengna hukuman 15 tahun penjara.
Pelaku juga bisa dijerat dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dia diancam dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara.
***
Editor: Asrul R