Beranda Urban Nusantara

Pemecatan PNS ‘Malas’ Kini Lebih Mudah

155
0
DPRD Batam

Jakarta – Peringatan bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang selama ini berkinerja rendah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. 

Dalam aturan yang ditandatangani Presiden Jokowi 26 April lalu tersebut, PNS tidak hanya bisa diberi penghargaan maupun diangkat ke posisi jabatan yang lebih tinggi, tapi juga diberhentikan atau dipecat.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Penghargaan dan hukuman tersebut diberikan berdasarkan pantauan kinerja berkala yang dilakukan oleh pejabat penilai kinerja PNS terhadap para abdi negara. Setiap PNS wajib mengikuti pengukuran kinerja tersebut.

Tolok ukur yang dijadikan penilaian kinerja PNS, salah satunya perilaku kerja mereka. Pejabat penilai kinerja memberikan penilaian terhadap unsur perilaku kerja PNS dengan bobot penilaian sebanyak 60 persen. 

Nilai tersebut nantinya dituangkan dalam dokumen penilaian kinerja. Dari hasil penilaian itu, PNS yang mendapatkan penilaian kinerja dengan predikat sangat baik selama dua tahun berturut-turut dapat diberikan penghargaan berupa prioritas untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi pada instansinya. 

Kepada mereka juga bisa diberikan penghargaan berupa tunjangan kinerja. Nah, bagi PNS yang malas sehingga tidak memenuhi target kinerja penilaian, mereka bisa dikenakan sanksi berbentuk administrasi sampai dengan pemecatan.

Jokowi dalam penjelasan peraturan itu menyatakan, beleid tersebut dibuat demi mewujudkan PNS yang profesional, kompeten dan kompetitif. 

“Tujuan penilaian kinerja adalah untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi dan sistem karier,” katanya seperti dikutip dari aturan tersebut, Senin (20/5/19).

Selain itu, aturan yang dibuat sebagai pelaksana UU Nomor 5 Tahun 2014 tersebut juga dibuat demi memperbaiki manajemen pengelolaan PNS. 

Belanja Negara Bengkak

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Realisasi belanja negara sampai April 2018 telah mencapai Rp631,8 triliun pada April 2019 atau meningkat 8,4 persen dari posisi belanja bulan sebelumnya Rp582,9 triliun.

Peningkatan realisasi belanja terjadi karena kebijakan kenaikan gaji bagi PNS, hingga banjir bantuan sosial (bansos) kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). 

Berdasarkan jenis belanja, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kantong negara terogoh cukup dalam untuk belanja pegawai senilai Rp113,8 triliun. Realisasi belanja pos tersebut meroket 11,9 persen dari semula hanya Rp101,7 triliun pada April 2018.

Rinciannya, belanja pegawai Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp66,1 triliun dan non K/L Rp47,7 triliun. 

“Peningkatan belanja disebabkan adanya kenaikan tunjangan kinerja pada beberapa K/L seiring dengan capaian pelaksanaan reformasi birokrasi pada masing-masing lembaga. Kemudian, ada kenaikan gaji bagi PNS,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (16/5/19) seperti dikutip dari CNN.

Sejak akhir tahun lalu, pemerintah memang telah mengumumkan akan ada kenaikan gaji bagi para abdi negara pada awal tahun ini. Namun, pembayaran kenaikan gaji Januari-Maret 2019 dilakukan dengan sistem rapel pada bulan lalu.

Kemudian, realisasi pos belanja bansos juga melesat tinggi pada bulan lalu. Tercatat, realisasi belanja mencapai Rp54 triliun atau tumbuh 75,7 persen dari sebelumnya Rp30,7 triliun pada April 2018. Belanja meningkat karena ada kenaikan jumlah alokasi bansos dalam Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Pencairan PKH telah mencapai 60 persen dari alokasinya. Kemudian, sebagian besar bantuan pangan telah disalurkan secara non tunai 25,7 persen terhadap pagu,” ungkapnya. 

Tak ketinggalan, realisasi bantuan di bidang kesehatan melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan telah mencapai Rp21,8 triliun atau 81,6 persen dari pagu yang disiapkan. Begitu pula dari realisasi pembayaran bansos di bidang pendidikan berupa Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bidikmisi.

Lalu, realisasi belanja juga meningkat berkat peningkatan belanja barang sebesar 9,8 persen menjadi Rp triliun pada April 2019. Pengeluaran untuk pos belanja ini naik karena pemerintah memberikan bantuan operasional dalam bentuk uang kepada siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah yang dilaksanakan Kementerian Agama. 

Selain itu, belanja barang juga meningkat karena penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019 pada 17 April lalu. 

Misalnya, untuk biaya operasional hingga tunjangan bagi Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan pihak keamanan, seperti Kepolisian, Kementerian Ketahanan, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Meski begitu, Sri Mulyani mengatakan sebenarnya pemerintah juga berhemat pada pengeluaran belanja barang. “Ada penghematan belanja operasional yang kurang produktif dan efisiensi belanja perjalanan dinas,” imbuhnya. 

Selanjutnya, peningkatan belanja juga terjadi karena pembayaran bunga utang yang naik 4,2 persen menjadi Rp82,6 triliun. Tak ketinggalan, ada peningkatan belanja hibah menjadi Rp354,3 miliar dan belanja lain Rp700 miliar. 

Kendati beberapa pos belanja membengkak, namun pos belanja modal dan subsidi justru terkontraksi. Tercatat, realisasi belanja modal minus 15,1 persen bila dibandingkan dengan April 2018 menjadi Rp15,9 triliun. Sementara belanja subsidi minus 6,8 persen menjadi Rp37,9 triliun. 

Penurunan belanja subsidi terjadi pada subsidi energi, seperti belanja BBM dan LPG melorot sekitar 29,1 persen menjadi Rp18,4 triliun. Lalu, belanja subsidi listrik turun 5,7 persen menjadi Rp12,4 triliun. Namun, subsidi non energi justru meningkat 358 persen menjadi Rp7,1 triliun. 

Sementara itu, belanja ke daerah atau Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tercatat sebesar Rp261,7 triliun atau naik 3,9 persen. Realisasi TKDD berasal dari transfer ke daerah sebesar Rp247,7 triliun atau naik 4,2 persen dan dana desa Rp14 triliun atau turun 1,7 persen.

*****