Beranda Warta

Pelaku Penyiksaan Hewan Berpotensi Lakukan Kekerasan yang Menargetkan Balita dan Manula!

152
0
Hewan Peliharaan Kucing
DPRD Batam

Barakata.id, Pemahaman tentang cara menyayangi hewan dengan memahami bahwa mereka juga memiliki hak hidup yang sama, berdampingan dengan manusia perlu ditanamkan sejak dini.

Tak banyak orang tau, ternyata pembiasaan kekejaman terhadap hewan dapat memicu tindakan yang mengarah pada kejahatan, seperti tindak kekerasan pada manusia hingga berujung pembunuhan.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Berdasarkan catatan Asia For Animal Coalition, Indonesia berada di urutan nomor satu dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan di media sosial.

Dari 5.480 konten yang dikumpulkan, sebanyak 1.626 konten penyiksaan hewan berasal dari wilayah Indonesia. Data ini dikumpulkan sejak Juli 2020-Agustus 2021 dari YouTube, Facebook dan TikTok. Namun, angka ini masih kasar karena terdapat ribuan konten serupa yang lokasinya tidak diketahui.

Total konten tersebut tercatat telah ditonton sebanyak 5,3 miliar kali saat penelitian tersebut ditulis. Laporan organisasi perlindungan hewan tersebut menyebutkan bahwa konten kekejaman terhadap hewan di dunia maya sebenarnya adalah masalah global yang berskala luas.

Grafik negara berdasarkan konten penyiksaan hewan
Grafik negara berdasarkan konten penyiksaan hewan. Indonesia tertinggi di dunia.(BBC INDONESIA)

Minim dukungan hukum

Belum lama ini, masih tahun 2021, kasus penjagalan kucing bernama Tayo di Medan, Sumatera Utara sempat menarik perhatian. Setelah perjalanan panjang, akhirnya pelaku divonis 2,5 tahun penjara karena terbukti melakukan pencurian dan pembunuhan hewan.

Sayangnya, tidak semua kasus kekejaman terhadap hewan berhasil dibawa ke ranah hukum, lebih-lebih mendapat hukuman yang membuat jera. Banyak kasus kekerasan bahkan pembunuhan hewan yang mandek di laporan kepolisian.

Baca juga : Waspada, Jejak Digital Bisa Jadi Sarana Kekerasan Online

Kasus Tayo seperti menjadi titik tolak yang memberikan harapan, bahwa hukum masih memihak hak-hak hewan yang seringkali terabaikan.

Doni Herdaru Tona adalah pendiri Animal Defender Indonesia (ADI) yang terlibat advokasi kucing Tayo, berharap kasus ini bisa menjadi patokan hukum bagi pelaku kekerasan terhadap hewan di Indonesia. Menurutnya, kasus ini bisa menjadi acuan yurisprudensi, bahwa tindakan kekejaman terhadap hewan adalah salah di mata hukum.

Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan tentang hukuman bagi pelaku penyiksa hewan yang di antaranya termuat dalam Pasal 302 dan 406 ayat (2) KUHP. Dalam aturan ini, pelaku penganiayaan ringan terhadap hewan terancam hukuman penjara tiga bulan penjara.

Permasalahannya, pelaporan kasus penganiayaan hewan kerap dianggap remeh oleh pihak kepolisian sehingga sulit memproses pelaku secara hukum. Ketidaktahuan terkait payung hukum ini membuat aparat hukum meremehkan laporan yang masuk.

Baca juga : Coret Diskriminasi, Bangun Kesadaran Hak Perempuan Muslim Mengenakan Jilbab di Dunia

Animal Defender Indonesia sendiri, misalnya, mengaku telah menangani tujuh kasus terkait penyiksaan hewan. Namun, sebagian besar kasusnya terhenti.

Baca selanjutnya –>