
Barakata.id, Ditengah gencarnya pembangunan Zona Integritas, impian semua pimpinan instansi meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBP), dan bahkan Wilayah Birokrasi Bersih & Melayani (WBBM), kreativitas Aparatur Sipil Negara (ASN) seolah menjadi harapan satu-satunya.
Jika kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atas anggitatan baru, atau hubungan baru antara gagasan dan anggitan yang sudah ada. Dari sudut pandang keilmuan kreativitas adalah hasil dari pemikiran berdaya cipta biasanya dianggap memiliki keaslian dan kepantasan. Secara sederhana kreativitas dapat juga bermakna kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru gagasan maupun karya nyata yang belum pernah ada, dalam bentuk baru maupun kombinasi dalam hal-hal tersedia.
Dari tiga kutipan definitif diatas terlihat bahwa roh kreativitas adalah munculnya hal baru, baik itu baru karena belum pernah ada, atau baru sebagai pengembangan dari yang sudah ada (Novelty).
BACA JUGA : Fenomologi Seragam
Paradoks adalah sebuah pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan degan asumsi umum, tapi dalam kenyataanya mengandung sebuah kebenaran. Dalam ilmu sastra paradoks termasuk dalam kategori ketidaklangsungan ekspresi yang berwujud penyimpangan arti. Perdevinitif ini secara sederhana dapat penulis maknai, bahwa paradoks adalah “kebertolakbelakangan”.
Enigmatik secara adjektiva bermakna “yang membingungkan”, “yang mengandung teka-teki”. Sebagai penulis memaknai enikmatic dalam kontek ini sebagai sebuah teka-teki misterius kesuksesan karier seorang ASN.
Dengan mencermati narasi devinitif diatas, jika penulis menyusun ulang judul tulisan ini, maka bisa berbunyi “Kreativitas ASN adalah teka-teki yang bertolak belakang”. Kenapa kemudian penulis merumuskan premis ini ?, karena : kepahaman penulis akan tugas-tugas ASN yang telah diatur mulai dari tingkat Undang-Undang, Peraturan dan atau keputusan presiden, Peraturan Menteri, Petunjuk Pelaksanaan Teknis, Petunjuk Pelaksanaan khusus, bahkan hingga kepada Standart Operational Prosedure (SOP).
BACA JUGA : Sisi Lain Pandemi Covid-19, Sebuah Pembelajaran dan Hikmah Bagi Pelaksanaan APBN
Artinya, semua tindakan ASN telah terpola atau dipolakan, dan keluar dari pola yang ada adalah tindakan yang akan berakibat mal administrasi, atau bahkan pelanggaran etika profesi. Sebagai contoh misalnya bisa kita lihat dalam penggunaan seragam. Setiap kementerian dan atau lembaga telah menentukan seragam / uniform mereka, melalui keputusan menteri masing-masing. Tapi dilapangan kita secara masif menemukan munculnya berbagai uniforum yang “dihinakan” dengan mengkombinasikannya dengan hal yang tidak diatur dalam keputusan menteri. Ada seragam /uniform yang dikombinasi dengan tutup kepala bercorak budaya etnis tertentu, bahkan ada seragam dililit kain,ada yang berselempang kain khas etnis tertentu, dan berbagai corak, bentuk, dan kombinasi yang kesemuanya tidak ada dalam aturan yang berlaku.
Namun situasi-situasi tersebut (fenomena), tidak mendapat teguran apalagi sanksi dari pimpinan, bahkan terkesan itu dibiarkan dan dianggap sebagai kreatifitas. Hal ini bisa dilihat dalam setiap desk evaluasi WBP atau WBBM, hampir semuanya mengunakan seragam/uniform yang telah berelaborasi dengan bahan lain yang tidak ada dalam aturan yang masih berlaku.
BACA JUGA : Tanamkan Rasa Optimisme Anda Ditengah Covid -19
Sungguh fenomena paradoks yang enikmatik, sulit dipahami dengan nalar keteraturan. Namun secara apologis penulis bisa memberi paling tidak dua argumen pembenarannya yaitu Logika Zaman dan Azas Manfaat.
- Secara filosofis situasi ini bisa penulis sebutkan sebagai Logika zaman. Logos (bhs.Yunani) sebagai hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Manusia sebagai homosimbolicum, selalu berputar pada simbol-simbol yang kemudian memuat makna yang lebih sering konotatif ketimbang denotatif. Sebagai contoh, bisa kita lihat pada penampilan kendaraan setiap “pembesar” baik dari kalangan birokrasi maupun kalangan legislatif, bahkan kalangan yudikatif. Kendaraan yang mereka gunakan selalu berkonotasi pada ke”tinggian yang amat tinggi”, terkonotasi pada ke”wibawaan yang amat berwibawah”. Dan seterusnya.
- Dalam perspektif hukum dikenal beberapa azas, salah satunya adalah Azas Manfaat. Azas ini perada pada premis bahwa sebuah aturan hukum harus bermanfaat bagi kelompok yang diatur, jika aturan itu banyak dilanggar, maka bukan pelanggarnya yang dijatuhi sanksi melainkan aturan hukum itu yang ditinjau ulang atau dilakukan penyesuaian.
Pada akhirnya penulis tiba pada situasi permakluman yang tidak keliru rasanya jika penulis menyebutnya pragmatisme mode. Selalu ada kepentingan sesaat di sana, selalu sulit terlepas dari apa perolehan setelah itu dilakukan, kenaikan jabatan apa setelah WBP/WBBM, hingga pengakuan akan keunggulan dalam strategi dan cara yang kekinian.
BACA JUGA : Dari Jendela SMP, Sinetron Tidak Mendidik?
Sebagai uraian akhir, penulis pikir perlu ada semacam relaksasi aturan seragam Aparatur Sipil Negara, bahkan Polisi dan Militer, yang memungkinkan setiap aparatur bisa menggunakan variasi seragam apapun, tapi punya payung hukum, sebagai kecirian Indonesia yang negara hukum.
Ini media kekinian, ada kesungguhan dlm setiap detaknya.