Barakata.id, Tanjungpinang – Nelayan di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) solar dan premium (bensin). Masalah ini sudah lama dirasakan para nelayan, tapi sampai sekarang belum bisa diatasi pemerintah.
“Masalahnya sudah lama. Ini masalah klasik yang belum selesai,” ujar Pelaksana tugas Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tanjungpinang, Zulkarnaen, di Tanjungpinang, dikutip dari Kepripov.go.id, Rabu (7/8/19).
Zulkarnaen mengaku, nelayan sulit mendapatkan solar untuk melaut. Padahal BBM itu sangat dibutuhkan untuk mengoperasikan empat kelong, kapal tradisional yang terbuat dari kayu dan papan untuk menangkap ikan teri dan cumi. Kapal kelong miliknya beroperasi di Perairan Pulau Pangkil, Kabupaten Bintan.
“Saya sering tidak kedapatan solar. Saya akan kirim surat ke pihak yang terkait,” ujarnya.
Baca Juga : Polda Kepri Kini Punya Kapal Patroli Canggil untuk Jaga Laut
Zulkarnaen tidak dapat memastikan penyebab kelangkaan solar tersebut, apakah ada penyelewengan atau memang kuota yang disediakan Pertamina tidak mencukupi.
Kelangkaan solar juga pernah terjadi pada saat pertambangan bauksit di Bintan menggeliat. Namun, ia tidak dapat memastikan apakah BBM untuk kapal nelayan itu dipergunakan untuk kepentingan pertambangan.
“Benar, setiap kali ada tambang bauksit, kami kesulitan mendapatkan solar,” kata dia.
Selain solar, lanjut Zulkarnaen, sebagian nelayan menggunakan premium sebagai bahan bakar mesin kapal. Kebutuhan solar maupun bensin tergantung dari mesin yang digunakan nelayan.
“Tergantung berapa lama berada di laut. Semakin lama melaut, semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan,” katanya.
Di Tanjungpinang hanya ada satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Banker. Menurut Zulkarnaen, segudang peraturan yang diterapkan membuat nelayan tradisional sulit mendapatkan solar.
Ia mengatakan, jika ingin membeli premium maupun solar dengan menggunakan drum harus mendapatkan izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri. Jika tidak menggunakan drum, maka harus memiliki standar tangki minyak di kapal yang sudah diatur pemerintah.
“Tangki minyak dari besi, yang ukurannya sudah diatur,” ucapnya.
Berdasarkan data HNSI, kapal nelayan ukuran 1-3 Gross Tonage (GT) sebanyak 986 unit dengan kebutuhan BBM mencapai 162.690 liter atau 814 drum dalam setiap bulan.
Sementara kapal nelayan ukuran 3-5 GT sebanyak 1.465 unit dengan kebutuhan BBM sebanyak 1.538.250 liter atau 7.692 drum per bulan. Kapal nelayan ukuran di atas 5 GT sebanyak 82 unit dengan kebutuhan BBM mencapai 85.280 liter atau 427 drum
“Jadi estimasi kebutuhan BBM 1.786.220 liter atau 8.933 drum perbulan,” ucapnya.
Sebelumnya, Unit Manager Communication dan CSR Pertamina MOR I, M Roby Hervindo, memastikan kebutuhan solar untuk nelayan di Provinsi Kepri terpenuhi setiap harinya meskipun ada peningkatan permintaan.
“Tidak ada kelangkaan solar subsidi untuk nelayan,” katanya.
Baca Juga : Bantuan untuk Nelayan di Bintan Belum Tepat Sasaran
Pertamina memastikan kebutuhan solar untuk nelayan di Provinsi Kepri terpenuhi setiap harinya meskipun ada peningkatan permintaan.
“Tidak ada kelangkaan solar subsidi untuk nelayan,” ujarnya
Ia mengatakan kuota solar bersubsidi untuk nelayan sampai Juli 2019 mencapai 50.529 liter. Namun, harus ditambah karena disesuaikan dengan kebutuhan nelayan berdasarkan permintaan.
Berdasarkan catatan Pertamina, kebutuhan solar untuk nelayan di Kepri hingga Juli 2019 mencapai 61.660 liter.
*****