Barakata.id, SINGAPURA – Mulai 11 Agustus 2020, pelancong yang masuk Singapura wajib menggunakan alat pelacak demi memantau pergerakan mereka dan patuh karantina. Alat ini wajib digunakan selama 14 hari.
Perangkat sistem cerdas ini akan diberikan kepada pelancong yang masuk Singapura, termasuk warga negara mereka, permanent residents, dan warga negara asing.
Imigrasi Singapura, Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan Singapura sudah mengumumkan kebijakan itu. Hanya pelancong berusia di bawah 12 tahun yang tidak diwajibkan mengenakan alat ini.
Perangkat dilengkapi dengan sinyal GPS dan Bluetooth. Saat tiba di tempat tinggal penggunanya, alat akan berbunyi sebagai pemberitahuan agar digunakan.
“Saat tiba di Singapura, pengunjung diberikan perangkat monitor elektronik setelah lolos cek keimigrasian. Kemudian harus menyalakan perangkat itu ketika tiba di tempat tinggalnya (di Singapura),” ujar otoritas setempat dilansir Reuters.com
Baca Juga: Malaysia-Singapura Bersiap Buka Perbatasan
Jika alat itu tidak diaktivasi, akan ada peringatan yang sampai ke otoritas setempat. Mereka lalu akan mengambil tindakan antara lain melacak lokasi pelacong, membantu teknis soal alatnya sampai mengambil tindakan penegakan hukum jika diperlukan.
Dilansir Channel News Asia, selama periode karantina 14 hari, pelancong yang mengenakan alat itu akan mendapat notifikasi atau pemberitahuan seputar apa saja yang harus dilakukan.
Upaya meninggalkan lokasi karantina atau mengotak-atik alat akan memicu peringatan kepada otoritas. Kemudian otoritas akan melakukan investigasi, kecuali pelancong itu keluar zona karantina untuk tes swab Covid-19.
Pelancong yang ketahuan mencemooh aturan ini atau mengotak-atik alat pelacak bisa didenda SGD10.000 dan hukuman penjara sampai enam bulan. Untuk warga negara asing, otoritas setempat akan membekukan atau mengurangi izin tinggal.
Baca Juga: RESESI SINGAPURA: Batam Harus Siap-Siap Kerja Keras
Setelah 14 hari karantina dan mengenakan alat itu, pelancong baru diizinkan menonaktifkan alat dan dibuang atau dikembalikan.
Seperti diketahui, sejak 21 Maret 2020, seluruh pelancong yang masuk Singapura wajib karantina selama 14 hari di tempat tinggalnya atau lokasi yang ditentukan otoritas setempat. Mereka juga dites swab Covid-19 sebelum karantina mandiri selesai.
Otoritas di Singapura selama ini memonitor kebijakan karantina dengan pesan singkat, ponsel, panggilan video sampai mengunjungi rumah warganya.
Singapura, yang juga berencana untuk memberikan kepada semua penduduknya dongle pelacakan virus yang dapat dipakai, memiliki hukuman berat untuk pelanggaran aturan karantina dan jarak sosialnya.
Dongle adalah perangkat kecil yang dapat dihubungkan dan digunakan dengan komputer, terutama untuk memungkinkan akses ke broadband nirkabel atau penggunaan perangkat lunak yang dilindungi.
Di bawah Undang-Undang Penyakit Menular Singapura, hukuman yang diberikan bagi pelanggar aturan karantina dapat berupa denda hingga SGD10.000 (sekitar Rp106,83 juta) atau hukuman penjara hingga enam bulan, atau keduanya.
Singapura juga telah mencabut izin kerja warga asing yang melanggar aturan karantina.
Singapura telah melaporkan 52.825 kasus infeksi virus corona baru, yang sebagian besar disebabkan oleh wabah massal di asrama pekerja migran yang sempit. Namun, kasus impor COVID-19 meningkat dalam beberapa hari terakhir di negara itu.
***
Editor: Candra Gunawan
Sumber: Reuters