

Barakata.id, Tanjungpinang – Banyaknya lahan terlantar di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dilaporkan kepada Komisi II DPR RI. Masalah ini pun bakal diteruskan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Adalah pengurus Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (LKPK) Provinsi Kepri yang membawa persoalan lahan terlantar ini ke pusat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tersebut mencium adanya permainan mafia tanah yang menguasasi sebagian besar lahan di Kepri.
LKPK Kepri mengendus ada ratusan ribu hektare lahan di berbagai wilayah di Kepri yang dikuasai oleh segelintir orang. Kebanyakan, mereka adalah perusahaan yang mengantongi izin Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) dan sejenisnya.
Baca Juga : Lahan di Kepri Banyak Ditelantarkan Perusahaan Pemegang HGB
Temuan di lapangan, beberapa perusahaan yang telah memiliki perizinan pengelolaan lahan, tidak langsung memberdayagunakan lahan yang dialokasikan kepada mereka. Lahan-lahan tersebut dibiarkan terlantar hingga puluhan tahun.
“Tanah yang sudah diberikan hak pengelolaannya itu dibiarkan begitu saja, terlantar sampai puluhan tahun. Padahal, lahan itu kalau dapat dikelola oleh masyarakat akan lebih bermanfaat,” kata Ketua L- KPK Kepri, Kennedy Sihombing di Tanjungpinang, Selasa (16/2/21).
“Karena itu, kami melaporkan masalah ini kepada Komisi II DPR RI, dan berharap bisa menjadi perhatian pemerintah pusat,” sambung dia.
Kennedy, bersama sejumlah pengurus LKPK Kepri pun menemui anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera yang tengah berkunjung ke Tanjungpinang. Di lobi hotel CK Tanjungpinang, Batu 8, LKPK Kepri memaparkan dugaan adanya mafia tanah di Kepri.
Pada pertemuan itu, Mardani Ali Siera menegaskan siap membantu membawa masalah ini ke tingkat pusat. Ia pun menyarankan LKPK Kepri melaporkan fakta-fakta di lapangan ke Ombudsman Republik Indonesia.
“Untuk perusahaan nakal yang ingin menguasai tanah negara seluas-luasnya dengan modus mengunakan ijin HGB atau HGU, LKPK Kepri bisa melaporkan ke ORI. Saya akan tampung masalah ini, nanti saya bantu juga teruskan di pusat,” kata Mardani.
Baca Juga : Warga Bakung Minta Presiden Kembalikan Lahan yang Dikuasai PT SIL
Ia menegaskan, setiap perusahaan yang telah mengantoi izin pengelolaan lahan, seharusnya segera memanfaatkan lahan tersebut agar memberi manfaat bukan hanya bagi perusahaan tapi juga untuk pemerintah maupun masyarakat setempat.
Usai pertemuan yang terbilang singkat itu, Kennedy mengaku puas karena pihaknya bisa melaporkan dugaan adanya mafia tanah ataupun lahan sengketa di Kepri kepada anggota Komisi II DPR RI tersebut. Ia berharap, pemerintah di daerah tak lagi sembarangan mengalokasikan lahan kepada perusahaan yang mengajukan perizinan pengelolaan tanah.
“Kalaupun izin sudah diberikan, pemerintah harus mengawasi dan mendesak setiap perusahaan agar melakukan kegiatan di atas lahan tersebut. Jika tidak, serahkan saja lahan itu kepada masyarakat agar bisa menjadi bernilai ekonomis,” kata dia.
SMSI Kepri Dorong Pemda Tertibkan Lahan Terlantar
Sementara itu, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Kepri, Zakmi menyambut baik pelaporan masalah lahan terlantar di Kepri kepada Komisi II DPR RI. Menurut dia, persoalan lahan di Kepri memang harus segera ditertibkan.
SMSI sebagai salah satu alat informasi dan kontrol sosial, lanjut Zakmi, sangat mendukung langkah-langkah yang telah diambil LKPK Kepri terkait memperjuangkan hak masyarakat kecil dalam pemanfaatan tanah telantar.
“Ada puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektar lahan terlantar di Kepri yang tidak pernah dikelola oleh pengusaha yang mendapatkan izin mengelola. Kepri ini luas daratannya sangat terbatas. Seharusnya lahan-lahan terlantar itu sudah bernilai ekonomi yang baik hingga bisa memakmurkan masyarakat dan menghasilkan devisa untuk negara,” kata dia.
Baca Juga : Sandiaga Uno Ajak SMSI Bangkitkan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
“Nyatanya, masih banyak lahan terlantar di Kepri. Izin pengelolaan sudah dikeluarkan sejak puluhan tahun, tapi tidak pernah dikelola sama sekali oleh pengusaha yang memegang izinnya,” sambung Zakmi.
Ia pun mengingatkan pemerintah melalui BPN, agar menjalankan tugas sesuai dengan aturanyang berlaku.
“Pemerintah harus tegas, pejabat negara jangan pula menjadi bagian dari koorporasi mafia tanah. Jika memang ada pengusaha atau perusahaan yang tidak menjalankan izin peruntukan lahan dengan batas waktu yang diberi, pemerintah sepantasnya berani mencabut izin yang sudah diberikan. Cabut dan kembalikan hak penguasaan tanah itu kepada negara,” tegasnya.
Menurut Zakmi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah mengatur dengan jelas soal lahan. Pada Pasal 27, 34 dan 40 yang berbunyi hak tanah akan terhapus antara lain karena diterlantarkan. Lalu merujuk pada Undang-undang Republik Indonesia dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.
Zakmi mengaku prihatin dengan permasalahan lahan terlantar ini karena banyak petani yang mengadu kepada pers karena sering diganggu oleh orang-orang suruhan pengusaha.
“Banyak petani yang sudah mengelola belasan tahun sebagian kecil dari lahan terlantar itu untuk pertanian malah terancam terusir dari lahan garapan itu. Mereka ditekan. Pemerintah juga harus hadir membela kepentingan rakyatnya,” pungkasnya.
*****
Editor : YB Trisna
Kepada Yth bapak presiden RI (bapak JOKO WIDODO) di istana Jakarta. Sehubungan dengan perinta bapak presiden,agar Pemda segera selesaikan status hunian warga di atas tana milik negara(hutan lindung), maka kami atas nama warga masarakat kab bintan yang sampai sat ini bermukim di atas tana negara ,meminta kepada BPK Mentri kehutanan pusat melalui bapak presiden RI, agar kami segerah di beri status hak milik. Karna wilaya hunian kami betul betul berada di dalam wilaya KEK PT BINTAN ALUMINA INDONESIA(BAI). Kami ingin memiliki status hak milik dari tanah milik negara yang sedang kami huni. Karna sampai sat ini pemerinta desa menganggap penduduk di hutan lindung adalah, adalah penduduk liar. Sampai nomor rumah sesuai sensus penduduk ,tidak diperbolehkan untuk kaminwarga hutan lindung. Maka dalam hal ini,kami minta kebijakan dari pemerinta pusat atas status hunian warga di hutan lindung.
Pemerinta pusat harus tegas terhadap Pemda kabupaten,camat,serta kades. Karna selama ini sebenarnya perusahan perusahan liar yang berkuasa.artinya buapati,camat,desa,yang megatasi perusahan untuk klaim lahan terlantar yang sedang di kuasai di kelola warga.begitupun wilaya hunian warga yang statusnya hutan lindung, pemerinta desa malahan mengakui keabsahan surat bodong tanpa no register di atas tana hutan lindung.ini yang selalu membuat menciptakan polemik di lapangan.maka kami warga mohon agar pemerinta pusat harus lebi tegas terhadap kinerja Pemda.trimakaai.
Komentar ditutup.