Beranda Urban Nusantara

Kontras Menilai Banyak Kejanggalan di Rekonstruksi Tewasnya 6 Laskar FPI

121
0
Ilustrasi. Kontras.
DPRD Batam

Barakata.id, Jakarta-  Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam rekontruksi atau reka ulang atas tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap enam anggota Laskar FPI. Salah satunya, berkaitan dengan salah satu keterangan dari kepolisian yang menyebut kematian enam anggota FPI terjadi di dalam mobil.

“(Terlepas benar atau salah) adalah dead in custody. Bagaimanapun juga tujuan awalnya ialah mengejar informasi dari terlapor yakni HRS. Namun, berujung pada kematian 6 orang pendamping,” kata Wakil koordinator KontraS bidang Riset dan Mobilisasi, Rivanlee Anandar kepada Republika, Rabu (16/12).

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Baca juga: 

Kejanggalan lain, lanjut Rivanlee, bila dituduh melawan di dalam mobil lalu ditembak hingga meninggal, Kontras menilai, laskar FPI tentunya tidak memiliki persiapan. Namun, dalam rekonstruksi disebutkan, enam orang anggota FPI disebut membawa samurai atau celurit.

Selain itu, Kontras juga menyoroti soal polisi yang tidak mengundang pihak korban, dalam hal ini FPI, dalam rekonstruksi tersebut. Kontras sendiri mendapat undangan dari pihak kepolisian untuk mengikuti rekonstruksi. Namun, Kontras menolak undangan tersebut dengan alasan independensi.

“Kontras sebagai lembaga juga diundang, namun terkesan terburu-buru. Kami khawatir proses rekonstruksi mengalami banyak kejanggalan-kejanggalan lain,” tuturnya.

Dikonfirmasi terpisah, Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengapresiasi kepolisian yang melakukan rekonstruksi secar terbuka. Namun, dalam catatan PBHI, terdapat beberapa kejanggalan dalam rekonstruksi tersebut.

Baca juga:

Pertama yang menjadi catatan yakni prosedur operasional standarnya mengenai penangkapan yang didasarkan dalam satu kondisi.

“Pertanyaan waktu penangkapan situasi genting apa untuk menangkap. Memang di rekonstruksi ada serangan dan senjata tajam yang dibawa, namun ancaman yang segera belum tergambarkan di rekonstruksi,” kata Julius.

Kejanggalan kedua, bila ada keterancaman nyawa sehingga harus ditangkap dan ditahan, mengapa tidak terjadi pengekangan kebebasan yamg dapat menunda atau membatasi mereka yang ditangkap.

“Dari rekonstruksi tidak ada pemborgolan itu tak tergambarkan,” kata Julius.

Selanjutnya dalam konteks penggunaan senjata api. Ia menuturkan, dalam penggunaan senjata api ada beberapa pertimbangan.

“Pertama tepat alasan yang kami pertanyaan. Alasan belum jelas. Terlihat ada adegan ambil senjata dan langsung penembakan. Kedua tepat sasaran. Sasaran yang terjadi yang mematikan tidak tergambarkan. Tak tampak di rekonstruksi. Sehingga dianggap masih berlebihan,” tuturnya.

Baca juga: 

“Ketiga tepat situasi sebuah pemantauan monitoring peristiwa. Tapi situasi ini tidak menggambarkan sehingga ada tindakan yang mematikan. Tiga hal ini jadi pertanyaan besar,” tambahnya.

Julius menambahkan, kesulitan yang terjadi dalam mengungkap peristiwa ini yakni kejadian yang terjadi di dalam mobil. Sehingga tidak ada saksi lain selain polisi dan korban.

“Sehingga objektivitas diduga pelaku patut dipertanyakan. Satu-satunya bukti menguatkan CCTV dan saksi lain yang tidak punya afiliasi atau kepentingan dari peristwa,” ujarnya.

Pada Senin (15/12) dini hari WIB, tim dari Bareskrim Polri melakukan rekonstruksi kasus penembakan enam laskar FPI di empat tempat kejadian perkara (TKP). Di lokasi-lokasi itu, setidaknya digelar 58 adegan rekonstruksi yang memperlihatkan awal mula penyerangan laskar FPI hingga polisi melakukan tindakan tegas terukur.

Baca juga: 

Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Polda Metro Jaya, dan Polres Karawang menggelar rekonstruksi di empat titik terkait dengan kasus penyerangan Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek. “Dalam proses rekonstruksi malam tadi, setidaknya ada 58 adegan rekonstruksi,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono melalui siaran pers, Jakarta, Senin (14/12).

Komnas HAM Punya Banyak Bukti

Sementara terkait kasus tewasnya 6 Laskar FPI saat bentrok  dengan petugas kepolisian di KM 50 Tol Jakarta – Cikampek,  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI bergerak cepat melakukan penyelidikan.

Komnas HAM meminta keterangan lagi dari PT Jasa Marga (Persero) dan mengambil beberapa barang bukti menyangkut Jalan Tol Jakarta-Cikampek.

Baca juga:

“Selanjutnya kami akan melakukan tindak lanjut dan pendalaman lagi untuk memperkuat beberapa hal yang harus dirunutkan dalam kerangka dan konstruksi peristiwa,” ujar Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangan tertulis diterima jpnn.com di Jakarta, Rabu (16/12).

Jasa Marga sebelumnya menegaskan bahwa kamera pengawas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek tidak merekam insiden bentrokan polisi vs Laskar FPI bukan karena rusak, melainkan terjadi kendala teknis. Dalam pertemuan dengan Komnas HAM pada hari Senin (14/12), Direktur Utama Jasa Marga Subakti Syukur disebut berjanji menambahkan data untuk membantu penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM.

Baca juga:

“Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan semua pihak yang sampai saat ini kooperatif dan semoga makin banyak informasi yang dapat kami terima guna terangnya peristiwa,” ujar Choirul Anam.

Sementara itu, Tim Penyelidikan Komnas HAM sudah meminta keterangan dari Kapolda Metro Jaya, Reskrim Mabes Polri, Direktur Utama Jasa Marga, FPI, saksi, keluarga korban, dan masyarakat.
Selanjutnya, Komnas HAM akan meminta keterangan dari Kabareskrim Mabes Polri terkait dengan autopsi jasad enam laskar FPI.

****

Editor: Ali Mhd