

Barakata.id, Batam – Komisi IV DPRD Kota Batam menjadwal ulang hearing atau rapat dengar pendapat (RDP) terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak di PT Schneider. Penjadwalan ulang dilakukan karena pihak perusahaan tidak hadir dalam RDP yang digelar Rabu (7/7/21).
Hadir dalam RDP itu Zulkarnaen dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam. Sementara dari pihak perusahaan, PT Schneider, tidak ada satupun yang hadir.
“RDP kita jadwalkan ulang lagi karena dari pihak perusahaan tadi tidak hadir. Alasan mereka pimpinan tidak ada di tempat,” kata anggota Komisi IV DPRD Batam, Mochamat Mustofa.
Mustofa mengatakan, PHK sepihak itu diadukan mantan karyawan perusahaan Penanam Modal Asing (PMA) itu kepada DPRD Batam, salah satunya oleh Zulkarnaen yang telah bekerja di perusahaan itu selama 16 tahun. Perusahaan yang berlokasi di Batamindo Industrial Park, Mukakuning, Kota Batam tersebut dinilai melakukan PHK tanpa dasar.
BACA JUGA : DPRD Batam Sorot Rekening Titipan Penerimaan Pajak Pemko Batam di Bank Riau Kepri
Menurut laporan si karyawan, ia merasa tidak pernah melakukan kesalahan apapun, tapi justru dipecat oleh perusahaan. Adapun alasan manajemen, karena performance kerja karyawan menurun.
Di satu pihak, alasan itu dianggap tidak bisa menjadi dasar PHK, karena tidak diatur dalam peraturan ketenagakerjaan.
“Menurut teman-teman buruh yang datang di RDP, PHk lebih karena Zulkarnaen adalah pengurus serikat pekerja. Menurut mereka, itu adalah bentuk pemberangusan serikat pekerja yang ada di PT Schneider tersebut,” kata Mustofa.
Sebelumnya, sejumlah karyawan sudah melaporkan permasalahan PHK sepihak itu ke Disnaker Batam. Dari laporan itu kemudian dilaksanakan proses mediasi sebanyak dua kali.
Pihak Disnaker Batam, kata Mustofa, juga kebingungan karena ada hal yang salah dari PHK tersebut. Disnaker tidak menemukan indikator yang membuat si karyawan layak untuk diberhentikan.
BACA JUGA : RDP Kecelakaan Kerja di PT Marcopolo, DPRD Batam Kecewa Perusahaan Mangkir
Mustofa berharap pihak perusahaan tidak memaksakan untuk melakukan PHK dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini. Apalagi jika tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh karyawan.
“Saat ini kan sedang pandemi. Sementara dalam kasus ini, kita melihat bukan soal ada keinginan efisiensi karyawan, tapi lebih kepada alasan lain yakni suka dan tidak suka,” kata dia.
Menurut Mustofa, karyawan yang di PHK belum bisa memerima keputusan perusahaan tersebut, karena masih tetap ingin bekerja. Walaupun pihak perusahaan sudah menawarkan uang PHK sebesar Rp1 miliar.
“Nilai segitu jika dilakukan secara kekeluargaan, tapi kalau memakai serikat pekerja hanya diberikan 0,5 saja. Ini adalah provokasi dan termasuk union busting dan bisa jadi panjang permasalahannya,” kata Mustofa.
*****
Editor : YB Trisna