Beranda Urban Nusantara

Koalisi Prabowo Terpecah Soal Hasil Pemilu 2019

168
0
Capres Prabowo Subianto menyatakan menolak hasil Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa (14/5/19). (ANTARA)
DPRD Batam

Jakarta – Partai-partai politik koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) terpecah soal hasil pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) di Pemilu 2019. Hal ini dipicu pernyataan Prabowo yang menolak hasil penghitungan KPU untuk pilpres.

Hal itu disampaikan Prabowo di acara simposium mengungkap fakta-fakta kecurangan pilpres 2019 di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (14/5/19). Di acara itu, Tim teknis BPN memaparkan berbagai kecurangan yang terjadi sebelum, saat pemungutan suara, dan sesudahnya.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

“Sikap saya adalah menolak hasil pemilu yang curang,” ujar Prabowo dalam pidatonya.

Prabowo menolak hasil Pilpres 2019 karena menurutnya, perhitungan suara oleh KPU telah diwarnai kecurangan. Kubu Prabowo menegaskan, yang mereka tolak hanya hasil pilpres, bukan hasil pileg.

Padahal, seperti sama-sama diketahui, pilpres dan pileg sama-sama dilaksanakan KPU pada tanggal 17 April 2019. Pernyataan tersebut langsung mendapat kritik dari Badaruddin Andi Picunang, Ketua DPP Partai Berkarya, salah satu partai yang tergabung dalam koalisi Prabowo-Sandi.

Menurutnya, karena pilpres dan pileg dilaksanakan bersamaan atau “satu paket”, sudah seharusnya hasil pileg juga ditolak Prabowo.

Menurut perhitungan-perhitungan quick count yang dilakukan berbagai lembaga survei, Partai Berkarya, yang diketuai Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, itu gagal mencapai ambang batas parlemen sebesar empat persen.

Andi mengungkapkan dugaan kecurangan tidak hanya terjadi di pilpres, tapi juga pileg.

“Ini kan perjuangan bersama dalam satu wadah koalisi. Harusnya kita juga ikut dipikirkan, pileg ini. Tidak hanya partai beliau (Gerindra) yang notabene sudah mendapatkan suara yang banyak berdasarkan efek coat- tail (efek ekor jas) pilpres ini,” ujar Andi seperti dikutip dari BBC, Jumat (17/5/19).

Bukan hanya Partai Berkarya, partai-partai selain Gerindra yang tergabung di Koalisi Adil Makmur yang mendukung Prabowo juga mulai menunjukkan sikap berbeda soal hasil rekapitulasi suara KPU.

Seperti diketahui, menurut perhitungan sejumlah lembaga quick count yang ada, Gerindra, PDI-P dan Golkar adalah tiga partai yang meraih suara terbanyak dalam Pileg DPR RI.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Bara Hasibuan menegaskan, partainya tidak sependapat sama sekali dengan pernyataan Prabowo itu.

“Itu kan sesuatu yang tidak konsisten. Kalau kita menolak satu, ya kita harus tolak yang satu lagi. Sampai sekarang kita juga belum melihat bukti-bukti kecurangan pilpres terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),” kata Bara.

Sementara, juru bicara BPN dari Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan dugaan pelanggaran TSM dan brutal hanya terjadi di pilpres, bukan pileg.

“Kami konsisten bicara menyampaikan kebenaran dan fakta. Pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif itu terjadi di pilpres, bukan pileg. Sehingga yang kami tolak pilpres,” kata Andre.

Berbeda dengan Andre, Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono malah meminta Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menolak hasil Pemilu 2019 yang sepaket dengan pileg. Menurut dia, kecurangan terjadi bukan hanya di pilpres, tapi juga di pileg.

Ia mengklaim kecurangan itulah yang membuat partai-partai baru gagal masuk DPR karena hasilnya di bawah 4 persen sesuai dengan syarat parliamentary threshold atau ambang batas parlemen.

“Ya kita tolak dong kan kita udah tolak hasil Pilpres 2019, ya harus tolak pileg juga dong,” kata Arief Poyuono seperti dilansir dari Detik, Kamis (16/5/19).

Soal Gerindra yang menjadi 3 besar pemenang Pileg 2019, Arief Poyuono menyebut tak perlu ada perwakilan partainya di parlemen. Bukan hanya Gerindra, kata Poyuono, caleg dari partai-partai koalisi dan BPN Prabowo-Sandi juga tak perlu ada di DPR.

“Enggak perlu ada di parlemen dong. Bukan hanya caleg Gerindra ya, tapi caleg koalisi BPN,” tegasnya.

Tunggu Pengumuman Resmi KPU

Prabowo-Sandi bersama para pimpinan partai politik pendukung
usai penyerahan berkas syarat pencalonan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (10/8/18). (Liputan6)

Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon meminta semua langkah yang diambil oleh BPN sejalan dengan koridor hukum. Salah satunya melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Kubu Prabowo sendiri mengatakan mereka menolak membawa sengketa hasil pemilihan presiden 2019 ke MK. Menurut Jansen, hingga kini Demokrat konsisten untuk bertahan di koalisi, sampai dengan hasil perhitungan suara resmi diumumkan KPU tanggal 22 Mei.

“Sepanjang (penolakan) ditempuh melalui jalan konstitusional, kami akan mendukung. Namun, jika penolakan memakai jalan lain, misalnya yang sifatnya inkonstitusional, apalagi sampai mengadu-adu rakyat di bawah, kami Demokrat menolak untuk terlibat,” ujarnya.

Jansen menyebut Demokrat adalah “teman koalisi yang kritis dan mengedepankan akal sehat”. Contohnya, kata Jansen, partainya mempertanyakan klaim Prabowo beberapa waktu lalu yang mengatakan ia unggul 62 persen dalam pilpres.

Jansen menyebut angka tersebut tidak mungkin diraih, baik oleh kubu Prabowo maupun Joko Widodo (Jokowi). Angka itu kemudian diperbarui oleh kubu Prabowo yang mengatakan mereka unggul sebanyak 54 persen.

“Silahkan saja nanti data-data itu dibuktikan di MK,” ujar Jansen.

Jansen mengakui bergabungnya Demokrat dengan BPN tidak berdampak positif pada perolehan suara Demokrat pada pileg lalu karena “tebalnya nuansa kampanye identitas yang dibawa kubu 02”.

“Di daerah minoritas memang suara Partai Demokrat itu terdampak. Kami kehilangan satu kursi di Bangka Belitung, hilang juga satu kursi di Bali, di Kalbar, juga Sulawesi Utara,” kata Jansen.

“Politik identitas memang tidak cocok dengan DNA partai demokrat,” ujarnya.

Meski begitu, menurut hasil quick count yang ada, Demokrat, sama seperti PAN, berhasil melewati ambang batas parlemen.

Bara Hasibuan menambahkan, secara de facto koalisi hanya berlaku hingga Pilpres tanggal 17 April. Walau, PAN harus tetap menunggu KPU mengumumkan secara resmi hasil rekapitulasi suara.

“Walau komitmen itu masih ada, kami tidak ingin terlibat dalam gerakan apapun yang bisa makin merusak bangsa ini, menimbulkan chaos, dan membuat demokrasi menjadi setback,” kata Bara.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengatakan, apapun keputusan koalisi nantinya akan berada dalam koridor demokrasi dan konstitusional. Mardani tidak menjawab secara jelas saat ditanya apakah PKS sepakat dengan sikap Prabowo yang menolak hasil Pilpres 2019.

Ia mengatakan, partainya masih mencermati proses pemilu hingga penetapan hasil oleh KPU pada 22 Mei 2019 dan opsi pengajuan gugatan ke MK.

“Semua keputusan akan selalu dimusyawarahkan bersama,” kata Mardani, dikutip dari Kompas.

Partai Mulai Berhitung

Menurut Sri Budi Eko Wardani, pengamat politik Universitas Indonesia, partai-partai di dalam BPN memang sudah memperlihatkan sikap yang berlainan soal hasil rekapitulasi suara. Menurutnya, hal itu terjadi karena masing-masing partai tengah memperjuangkan kepentingan yang berbeda-beda terkait dengan hasil rekapitulasi suara KPU yang mulai terlihat.

“Mereka sudah mulai berhitung. Kira-kira bagaimana nih koalisinya dibangun di DPR? Apakah masih mungkin (mereka menjadi) koalisi oposisi atau bergabung dengan koalisi yang menang?” katanya dikutip dari BBC.

“Sekarang sudah bukan kepentingan koalisi yang berbicara, tapi individu partai politik,” ujar Sri.

Ia menambahkan partai-partai itu tengah berpikir jauh ke depan, termasuk ke Pilpres 2024. Menurut Sri, hal itu wajar karena tidak ada koalisi partai pendukung presiden yang permanen.

*****