

Barakata.id, Tanjungpinang – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menargetkan angka stunting turun hingga 15 persen dari angka saat ini 23 persen. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepri pun intensif menurunkan para petugas kesehatan ke rumah-rumah masyarakat.
Melalui program inovasi “Cegah Stunting Bersama Dokter Keluarga” Dinkes Kepri saat ini sudah menurunkan tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lainnya ke permukiman warga. Saat ini sudah 54 persen rumah-rumah di Kepri, dikunjungi oleh tenaga kesehatan.
“Dari sekitar 498 ribu rumah di Kepri, yang sudah dikunjungi sekira 54 persen. Semakin banyak tenaga kesehatan masuk ke rumah-rumah, semakin terdeteksi permasalahan kesehatan. Termasuk gizi buruk dan stunting tadi,” kata Kepala Dinkes Kepri, Tjetjep Yudiana usai Apel pagi di Tanjungpinang, Senin (5/8/19).
Baca Juga : Jajanan Sehat untuk Anak, Jangan Sepelekan Rambut
Ia berharap program pencegahan stunting itu tidak hanya berhasil membawa Kepri menuju Top 99 kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019 yang digelar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Menpan-RB) tapi bisa membawa dampak yang lebih besar bagi peningkatan kesehatan masyarakat di Kepri.
“Impact-nya adalah Riskesdas (riset kesehatan dasar) tahun 2018. Ternyata status gizi buruk kita di Kepri terendah secara nasional. Kita 13 persen, sementara nasional 17 persen. Nomor satu terendah. Kalau stunting nomor 4 terendah,” katanya.
Di Kepri stunting berada di angka 23 persen. Sedangkan secara nasional 30 persen.
Tjetjep mengatakan, negara disebut sejahtera, jika berhasil menekan stunting dibawah 20 persen. Kepri berharap akan mampu menyamai Malaysia, menekan angka stunting hingga 15 persen.
Ia menekankan, stunting tidak hanya berdampak pada postur tubuh saja, tapi juga berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak di masa mendatang.
“Berpengaruh pada produktifitas bangsa ke depan,” kata dia.
Penyakit stroke, jantung, gagal ginjal, hipertensi hingga diabetes juga berhubungan dengan stunting. Mereka yang stunting, beresiko menjadi beban negara.
“Karena 23 persen dari balita ini menjadi beban negara yang tidak bisa dipulihkan. Sudah permanen. Itu masalahnya. Kalau kita berhasil menekan 23 persen sekarang, ini akan terus menjadi beban negara di masa mendatang. Harapan kita seperti Malaysia, 15 persen,” ujar Tjetjep.
Perlu diingat, lanjut Tjejep, stunting tidak dapat diobati. Usia 1000 hari anak adalah saat terpenting, diperlukan gizi terbaik.
“Seribu hari itu bukan dari saat anak lahir. Tapi dari saat di dalam kandungan. Itu perlu asupan gizi yang sesuai,” ujarnya.
Baca Juga : BPJS Kesehatan Nunggak Rp9,1 Triliun
Masyarakat diminta membantu pemerintah untuk mengawasi stunting. Jika ada keluarga di lingkungan yang kesulitan memenuhi gizi bagi anak, dapat dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat agar diberikan asupan tambahan secara cuma-cuma.
“Itu memang hak masyarakat yang tidak mampu,” pungkas Tjetjep.
Untuk diketahui, stunting adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.
*****
Editor : Ali M