Beranda Kepulauan Riau Batam

Jurnalis dan Pemilik Media di Kepri Tolak RUU Penyiaran

75
0
RUU Penyiaran
Para jurnalis di Kota Batam berunjuk rasa menolak RUU Penyiaran, Senin (27/5/24). (F: barakata.id/ist)
DPRD Batam

Barakata.id, Batam – Puluhan jurnalis dan pemilik media massa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Kepulauan Riau (Kepri) menggelar aksi demo di depan Kantor DPRD Kota Batam, Senin (27/5/24). Para pewarta itu menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI.

Aksi unjuk rasa itu diikuti para jurnalis dari berbagai organisasi wartawan dan media yang ada di Kepri, yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Waratawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), dan Serikat Perusahaan Pers (SPS).

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Aksi demo dimulai di depan Dataran Engku Putri, di depan gedung Kantor Wali Kota Batam. Para jurnalis berorasi secara bergantian sambil membentangkan spanduk dan poster-poster berisi penolakan atas RUU Penyiaran.

BACA JUGA : AJI Batam Gelar Nobar dan Diskusi: Catatan Kelam Kerusakan Lingkungan di Batam

Unjuk rasa itu mengundang perhatian masyarakat serta para pengendara yang melintas di kawasan tersebut. Tak sedikit warga yang berhenti dan ikut memberikan semangat kepada para jurnalis.

Para pemburu berita tersebut lantas bergerak, berjalan menuju Kantor DPRD Kota Batam. Namun, mereka tak bisa langsung masuk dan harus berhenti di pintu masuk lantaran pihak keamanan menutup pintu gerbang.

Meski demikian, aksi tetap berjalan damai dan lancar. Orator kembali menyerukan suara-suara penolakan sembari meminta wakil rakyat datang menemui para pendemo. Tak lama, pintu gerbang pun dibuka, dan puluhan wartawan dengan tertib memasuki pelataran gedung Dewan Batam., dan melanjutkan orasi berganti-gantian.

Menurut para jurnalis, ada beberapa pasal RUU Penyiaran versi Maret 2024 yang mereka nilai cukup menganggu kerja-kerja jurnalistik. Pasal-pasal ini akan membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjadi lembaga superbody dalam dunia jurnalistik. Selain itu, kewenangan KPI juga dianggap bakal tumpang tindih dengan Dewan Pers, di antaranya, ruang lingkup kerja KPI yang akan bertambah yakni platform digital penyiaran.

BACA JUGA : Aksi Jurnalis Batam: Pak Polisi, Jurnalis Bukan Penjahat Jangan Disikat

Ketua AJI Batam, Fiska Juanda menilai, pasal paling bermasalah dan bertentangan dengan semangat reformasi adalah 50B ayat 2 (c) mengenai standar isi siaran. Secara spesifik disebutkan bahwa ada pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

“Pasal ini sangat absurd dengan tendensi anti kebebasan pers. Pasal ini secara terang benderang menyasar kerja-kerja jurnalistik investigasi,” katanya.

Menurut Pakar Ilmu Komunikasi, definisi penyiaran ini bisa luas cakupannya, tidak hanya akan menyasar media arus utama, tetapi juga jurnalisme investigasi yang dilakukan via internet, media online, atau bahkan hingga media sosial.

“Pasal 50B ayat 2 (c) ini sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers yang menyatakan, bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedalan atau pelarangan penyiaran,” ujar dia.

Selain itu, di Pasal 4 ayat 1 UU Pers jelas menyatakan kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

Lalu, pasal 50B ayat 2 K RUU Penyiaran menyatakan akan menghentikan tayangan dianggap mencemarkan nama baik. Pasal ini dapat digunakan untuk menyerang para pengkritiknya.

BACA JUGA : AJI Batam Kecam Kekerasan Terhadap 7 Jurnalis Saat Liput Aksi 24 September

Selain itu, pasal pencemaran nama baik telah dicabut dari KUHPindana oleh Mahkamah Konstitusi Maret 2024 lalu. Kewenangan KPI berdasarkan RUU Penyiaran menyatakan bisa mengatur dan menangani sengketa pers penyiaran.

“Kami melihat hal ini tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers, serta tumpang tindih UU Pers dan RUU Penyiaran,” tambah Ketua JMSI Kepri, Eddy Supriatna.

“Perluasaan kewenangan KPI dalam draf RUU Penyiaran versi Maret 2024 berpotensi memberhangus kemerdekaan pers, kebebasan ekspresi, dan kreativitas di ruang digital,” sambung dia.

Potensi Orde Baru

Ketua DPRD Batam, Nuryanto yang datang menemui pengunjuk rasa menegaskan, pihaknya menerima aspirasi yang disampaikan oleh Alinasi Jurnalis Kepri dan berjanji akan meneruskannya ke DPR RI.

Menurut pria yang akrab disapa Cak Nur itu, secara pribadi menilai, jika RUU ini berpotensi menghidupkan kembali era Orde Baru yang dikenal otoriter terhadap kebebasan pers. Ia menegaskan, kebebasan pers lahir dari reformasi yang diperjuangan bersama oleh masyarakat Indonesia.

“Karena itu, saya pun melihat ada upaya mempersempit ruang kebebasan pers melalui aturan hukum ini. Kalau ini tak boleh, itu tak boleh, lalu pers mau kemana? Ini kan tidak baik,” kata dia.

Menurut legislator PDI Perjuangan itu, jurnalis dan media massa mimiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Seharusnya pers diberikan ruang yang lebih untuk menjalankan tugas-tugasnya.

“Pers itu kan tugasnya mencari data, mencari kebenaran dan menginformasikannya kepada publik. Kalau kerja seperti itu dilarang, bagaimana ini. Ini era keterbukaan, masyarakat berhak memperoleh informasi seluas-luasnya,” pungkas Cak Nur. (bar)