
Barakata.id, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa bos PS Store, Putra Siregar melakukan penimbunan dan penjualan ponsel ilegal. Ponsel tersebut diperoleh Putra dari seseorang bernama Jimmy yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dakwaan itu dibacakan JPU dalam sidang perdana Putra Siregar yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim), Senin (10/8/20). Sidang itu berlangsung tak lebih dari 20 menit.
JPU menilai, pengusaha muda asal Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) itu telah melakukan tindak pidana melakukan penimbunan dan penjualan barang impor ilegal.
“Bahwa terdakwa Putra Siregar bin Imran Siregar menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana,” demikian bunyi surat dakwaan yang telah dikonfirmasi pengacara Putra, Rizki Rizgantara, Senin (10/8/20) malam seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Jaksa mengungkapkan, Putra dibantu oleh seseorang bernama La Hata dalam mengkoordinasikan penerimaan barang, distribusi barang, serta menerima uang setoran penjualan sekaligus mentransfer hasil penjualan.
“Di mana dari hasil penjualan handphone tersebut terdakwa memperoleh transferan yaitu berkisar antara Rp100 juta sampai Rp300 juta setiap kali transfer yang dilakukan La Hata,” kata JPU.
Baca Juga :
PN Jaktim Sidang Putra Siregar Hari Ini
Kasus yang menjerat Putra terjadi pada 2017 lalu, saat pria 25 tahun tersebut membuka konter penjualan ponsel di Condet, Jaktim. Youtuber dengan 1,4 juta subscribers itu dituduh menjual berbagai macam merek ponsel yang diperolehnya dari seorang DPO bernama Jimmy.
Pada 10 November 2017, Tim Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Jakarta memperoleh informasi terkait penjualan ponsel berbagai merek yang diduga belum menyelesaikan kebijakan kepabeanannya. Ragam gawai tersebut berasal dari Batam.
Tim Bea Cukai kemudian melakukan pemeriksaan dan ternyata nomor IMEI ponsel yang ada di PS Store tidak terdaftar di Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
“Kemudian saksi Frengki Tongkoro dan saksi Agus Hatuaon selaku Tim Penindakan dan Penyidikan Kanwil DJBC Jakarta melakukan penindakan yaitu melakukan penyitaan terhadap 150 unit handphone berbagai merek untuk dibawa ke Kanwil DJBC Jakarta untuk diserahkan kepada penyidik dan dilakukan proses hukum,” kata JPU.
JPU mengatakan pula bahwa para saksi penangkap turut menyita buku catatan konter, struk jual-beli, slip setoran, buku kuitansi penjualan barang, serta buku catatan persediaan barang milik PS Store. Sebanyak 150 ponsel dan dokumen itu berasal dari sejumlah konter PS Store Condet, PS Store Sawangan Depok, dan PS Store KH Hasyim Asyari Tangerang.
“Uang tunai hasil penjualan handphone sebesar Rp7 juta.”
Baca Juga :
Bos PS Store Jadi Tahanan Kota, Putra Siregar: Aku Dijebak
Ratusan ponsel yang diperoleh Putra itu, lanjut JPU, didatangkan bukan dari wilayah kepabeanan sehingga tidak membayar PPN atau PPh sebagaimana aturan Kementerian Keuangan. Atas perbuatan bos PS Store tersebut, menurut Jaksa, negara mengalami kerugian sebesar Rp26 juta.
“Sehingga penerimaan oleh negara yang tidak dapat diterima oleh negara akibat perbuatan terdakwa yang berasal dari PPN dan PPh sebesar Rp26.322.919,” ungkap JPU.
Atas keseluruhan perbuatannya, Putra Siregar didakwa melanggar Pasal 103 huruf d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Putra tak tahu ponsel yang dibelinya ilegal
Rizki Rizgantara, kuasa hukum Putra Siregar mengatakan, kliennya tak akan mangkir dari proses hukum tindak kepabeanan yang menjerat. Terkait dakwaan JPU, Rizki menegaskan bahwa kliennya tak mengetahui bahwa ponsel yang dibeli dari Jimmy merupakan barang ilegal.
“Karena ketidaktahuan klien kami, dia hanya menjalankan aktivitasnya saja waktu itu, beli barang lalu dijual. Tanpa tahu ada aturan yang mengikat ada unsur kepabeanan yang harus dilakukan. Karena barang tersebut diperoleh dari Jimmy yang hingga kini masih DPO,” ujar Rizki seperti dikutip dari Suara.com, Selasa (11/8/20).
“Perlu dicatat ketidaktahuan klien kami yang menyebabkan ilegal, karena orang yang jual bernama Jimmy itu yang belum menyelesaikan kepabeanannya. Sehingga negara tidak menerima pajak dengan total 26 juta. Nah yang belum menyelesaikan itu Si Jimmy yang DPO,” kata dia.
Kronologi kasus versi Kanwil BC Jakarta