Kamakura, sebuah kota di Jepang yang ramai dikunjungi wisatawan secara resmi melarang turis melakukan kegiatan makan sambil berjalan mulai April 2019. Aturan ini untuk mencegah sampah bekas makanan berserakan di jalanan.
Kamakura merupakan kota yang ada di prefektur Kanagawa, berjarak sekitar 30 km (19 mil) dari barat daya Yokohama. Kota ini merupakan rumah bagi beberapa kuil paling terkenal di negara itu, serta memiliki pantai yang indah.
Secara umum, saat ini Jepang tengah berjuang mengatasi pedagang kaki lima penjual makanan asongan yang mewabah di sejumlah lokasi wisata populer.
Dikutip dari CNN, alasan utama pemberlakuan larangan itu adalah sampah dari kemasan dan sisa makanan telah menarik perhatian hewan di sana. Sampah-sampah itu merepotkan penduduk setempat untuk membersihkannya.
Seorang perwakilan dari Kamakura mengatakan, peraturan tersebut telah dipampang di tempat-tempat umum.
Namun, walau aturan itu sudah mulai diterapkan, tidak ada denda atau sanksi yang diberikan untuk turis yang melanggar.
“Larangan itu diciptakan untuk membangun kesadaran para pelancong terkait masalah sampah, ketimbang menghukum mereka,” ujarnya.
Secara khusus, pihak berwenang setempat menitikberatkan fokus mereka di Komachi-dori, gang yang dikelilingi oleh deretan toko pakaian dan penjaja makanan. Jalan kecil ini banyak dikunjungi oleh pemburu kuliner lokal, meskipun juga menjadi area komersial.
Buruk dan Tak Sopan
Di Jepang, kekhawatiran tentang “makan sambil berjalan” sebenarnya bukan hanya soal potensi sampah kemasan atau tumpahan minuman di kain-kain yang dijual di sana atau di jalan.
Banyak penduduk Jepang percaya bahwa makan sambil berjalan –atau melakukan aktivitas fisik lainnya– adalah perilaku buruk dan tak sopan. Aktivitas tersebut bisa menunjukkan kalau Anda tidak menghargai makanan Anda.
Bagi sebagian orang di negeri itu, keyakinan ini berakar pada Perang Dunia II, ketika stok makanan langka.
Masalah turis makan sambil jalan bukan persoalan utama di Jepang saja. Hal serupa juga dialami Kota Florence, Italia.
Bagian dari pusat kota memiliki larangan untuk tidak makan dan minum di trotoar, jalan raya dan di depan pintu toko serta rumah-rumah.
Hal ini bukan hanya tentang kebersihan, namun juga disebabkan oleh aktivitas di sana yang sangat sibuk dan ramai, dan wisatawan yang duduk di trotoar membuat orang lain sulit untuk lewat atau berjalan
Bedanya dengan di Jepang, dalam kasus di Florence, pembatasan tersebut disertai dengan denda yang mahal, yaitu 500 euro atau sekitar Rp8 juta.
Sementara itu, sebuah kota dengan jajanan pinggir jalan (street food) terbaik di dunia, Bangkok, telah mencoba mencari tahu apa yang harus dilakukan dengan pasar dan kedai makanannya selama beberapa waktu.
Beberapa penduduk setempat menginginkan pembatasan atau bahkan penutupan dari kedai-kedai itu, karena kerumunan orang yang terus bertambah
*****