Hukum dan Panduan Puasa untuk PDP, dan ODP Corona

115
Pasien corona
Ilustrasi pasien corona. (Foto: ANTARA)
DPRD Batam

Barakata.id, Batam – Hukum puasa di bulan Ramadan bagi mat Islam adalah wajib. Namun, tahun ini, bulan puasa Ramadan sedikit berbeda karena umat manusia sedang dihadapkan dengan wabah virus corona.

Meski menjadi ibadah wajib, tapi ada sebagian orang yang diperbolehkan tidak menjalankan ibadah puasa. Hal itu dikarenakan oleh kondisi-kondisi tertentu.

artikel perempuan

Lalu bagaimana dengan warga yang positif terinfeksi virus corona (Covid-19)? Atau mereka yang menjadi orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP) serta pasien dalam pengawasan (PDP).

Baca Juga :
Mahfud MD: Cegah Corona Lebih Penting Daripada Berlomba Meraih Pahala Sunnah

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), mereka boleh tak menjalankan puasa Ramadan. Namun, mereka tetap harus melakukan qadha atau menggantinya jika kondisi sudah normal.

“Itu juga berlaku pada semuanya, baik OTG, ODP, maupun PDP, dan yang sudah positif Covid-19,” kata Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surabaya, Muhammad Munif seperti dilansir dari Antara, Minggu (23/4/20).

Munif merujuk pada kaidah ilmu fiqih umum. Menurutnya, mereka yang dianjurkan tidak berpuasa oleh dokter, boleh meninggalkan kewajiban puasa di bulan Ramadan.

“Tapi tetap wajib untuk meng-qadha atau mengganti ketika dia sudah sembuh,” kata dia.

Baca Juga :
Enam Adab Puasa Agar Kita Tak Hanya Dapat Haus dan Lapar

Dilansir dari CNN Indonesia, Minggu (26/4/20), berikut panduan puasa untuk ODP, PDP dan tenaga medis Covid-19:

1. Puasa untuk ODP

Status ODP mencakup mereka yang memiliki gejala ringan misalnya demam dan batuk. Ada juga mereka yang berstatus ODP tetapi tidak memiliki gejala karena riwayat kontak dengan pasien, melakukan perjalanan atau tinggal di zona merah (red zone).

Sedangkan ODP yang masih menunggu hasil pemeriksaan atau memiliki gejala ringan atau tanpa gejala saja tidak masalah untuk puasa. Kalau memiliki gejala batuk, dicek lagi tingkat keparahannya.

Namun, jika sudah demam di atas 38,5 derajat Celcius, tidak disarankan menjalankan puasa.

“Ketika dia demam atau batuk, maka dia tidak direkomendasikan untuk berpuasa,” kata Naufal M. Nurdin, dosen Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB.

2. Puasa untuk PDP

PDP berarti gangguan pernapasan sudah masuk ke pernapasan bawah dan ditandai dengan sesak napas. Naufal berkata PDP berada dalam kondisi sakit dan sebaiknya tidak berpuasa.

Meski ada yang menyebut puasa bisa meningkatkan sistem imun atau daya tahan tubuh, tetapi ada yang menyebut puasa tak terlalu memengaruhi daya tahan tubuh.

“Anggaplah (dampaknya) positif, tapi dengan catatan (dilakukan oleh orang sehat dan atau) tanpa gejala atau asimptomatik. Kalau dari situ, puasa tidak masalah,” imbuhnya.

Baca Juga :
Ramadan, Ini Niat dan Tata Cara Salat Tarawih

3. Puasa untuk tenaga medis

Tenaga medis jadi garda depan penanganan pasien Covid-19. Mereka bertugas dengan mengenakan APD (alat pelindung diri) lengkap.

Menurut Naufal, para tenaga medis secara otomatis berpuasa sebab mereka berada di ruangan infeksius selama 8 jam. APD tidak mungkin dibuka-tutup dalam ruangan seperti ini sebab penuh risiko.

“Mungkin shift-nya diatur, tapi ini kan wewenang rumah sakit, sehingga saat berbuka mereka tidak di dalam ruangan terus,” katanya.

Kemudian menyoal asupan, Naufal menuturkan orang puasa kerap lalai memenuhi kebutuhan cairan. Orang puasa merasa lemas bukan karena lapar tetapi karena dehidrasi.

Apalagi petugas medis Covid-19 dalam kondisi berjam-jam mengenakan APD, banyak berkeringat, otomatis kebutuhan cairan bisa lebih banyak dari non-tenaga medis Covid-19.

“Perlu diperhatikan sebelum makan itu cairan dulu masuk. Kebutuhan dua liter. Petugas medis, terus berkeringat bisa sampai 2,5 liter. Ini perlu dicicil dari buka, Isya, setelah tarawih, dan sahur,” ujar Naufal.

*****

Dapatkan update berita pilihan setiap hari bergabung di Grup Telegram "KATA BARAKATA", caranya klik link https://t.me/SAHABATKATA kemudian join.