Batam – Sejak ditayangkan terbuka di chanel YouTube 13 April 2019, Film Sexy Killers langsung mencuri perhatian masyarakat. Film dokumenter garapan WatchDoc ini menguak fakta tentang bisnis pertambangan batu bara hingga menyinggung politik oligarki di Indonesia.
Sampai Selasa (16/4/19) pukul 18.00, penyaksi film Sexy Killers telah menembus angka 7,6 juta viewer. Film dengan gaya jurnalis investigasi ini banyak menuai pujian karena kritikannya yang tegas tanpa “malu-malu” soal bisnis pengrusak lingkungan dan oligarki kekuasaan.
Ada perspektif segar yanag ditawarkan Sexy Killers, apalagi menjelang Pemilu 2019. Film ini pun mengajak masyarakat untuk berlaku cerdas dalam menggunakan hak pilihnya.
Sebagai penonton, kita akan diajak menyelami persoalan yang selama ini “sulit” diketahui publik dalam lingkaran bisnis listrik di Indonesia. Adegan pasangan suami istri yang tengah berbulan madu, menjadi pembuka yang cukup provokatif, sebelum masuk ke aktivitas penambangan.
Selanjutnya penonton dibawa untuk berpikir dalam pusaran gelap bisnis batu bara, bahan dasar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menghasilkan listrik sampai ke seluruh pelosok Tanah Air. Juga gambaran tentang betapa parahnya penambangan batu bara telah merusak lingkungan.
Film berdurasi 1 jam 28 menit ini juga mengungkap informasi penting tentang orang-orang yang berada di lingkar kekuasaan. Terkait dengan Pemilihan Presiden 2019, orang-orang yang terlibat di bisnis batu bara berdiri di dua kubu, baik pasangan nomor urut 01 maupun nomor urut 02.
Daerah yang menjadi sorotan utama dalam film ini adalah Kalimantan Timur, selain kasus-kasus pembangunan PLTU di Pulau Jawa. Yang paling disorot adalah dampak kerusakan lingkungan pascatambang. Mulai dari kasus serangan penyakit pernapasan, nyawa hilang karena tenggelam di lahan bekas galian tambang hingga hilangnya tanah warga akibat tergusur pembangunan tambang dan PLTU.
Dengan gambaran lugas kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara dan PLTU, Sexy Killers pun menggiring penonton tentang pihak-pihak yang pantas bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Dari sinilah Sexy Killers kemudian menyinggung keterlibatan “orang-orang kuat” di kubu pasangan nomor urut 01 Joko Widodo – Maruf Amin dan pasangan nomor urut 02 Prabowo – Sandiaga Uno. Intinya, kedua pasangan calon presiden itu dikelilingi oleh orang-orang atau pemilik perusahaan yang sudah menimbulkan “ketidaknyamanan” bagi masyarakat kecil, apakah itu pengusaha atau elite partai.
Di kolom komentar YouTube, Sexy Killers dibanjiri oleh komentar-komentar menarik. Baik dari kedua kubu pasangan capres maupun masyarakat yang netral. Tidak sedikit yang menafsirkan kalau film dokumenter ini menggiring penonton untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau golput.
Namun, apapun tafsiran “politik” penonton, film Sexy Killers telah berhasil menawarkan perspektif baru. Kita mendapat informasi “mahal” tentang perusahaan dan orang-orang yang bermain di bisnis kelistrikan di Indonesia. Pesan “paling minimal” dari film ini adalah, kita diajak menghargai listrik dengan cara menghemat pemakaian listrik.
Bukan Mengajak Golput
Adanya tuduhan bahwa film Sexy Killers menggiring masyarakat untuk tak memilih alias menjadi golput ditampik Produser Sexy Killers, Didit Haryo Wicaksono. Menurut dia, film ini justeru mengajak masyarakat untuk menjadi pemilih cerdas.
“Jadi kalau respons semacam, film ini mendorong untuk golput. Enggak benar sama sekali. Di film ini sama sekali kita tidak mengajak publik untuk tidak memilih, tapi kita mengajak publik untuk lebih cerdas dalam memilih. Keputusan tetap ada di tangan masyarakat,” kata Haryo dilansir dari suara.com, Senin (15/4/19).
Haryo menegaskan, semua data yang ditampilkan dalam Sexy Killers telah melalui riset yang sangat kuat. Data-data itu ditunjukkan untuk memberi tahu masyarakat tentang adanya permasalahan energi yang serius di negeri ini.
Permasalahan itu, tak lepas dari oligarki kekuasaan para penguasa maupun yang hendak berkuasa di masa yang akan datang. Masyarakat diharapkan sadar bahwa permasalahan ini cukup besar dan membutuhkan kekuatan masyarakat untuk membuat perubahan.
Haryo menyatakan, pembuatan film ini bebas dari unsur politik. Bahkan, Haryo mengatakan selama penggarapan film ini tak sampai mengeluarkan uang. Menurutnya, film ini lahir dari inisiatif Dandhy Dwi Laksono dan tim WatchDoc.
“Jadi di film ini kita sama sekali tidak mengeluarkan uang. Kita tidak membayar WatchDog untuk membuat film itu. Inisiatif film ini lahir dan tumbuh dari WatchDoc sendiri sebenarnya,” kata aktivis Greenpeace Indonesia ini.
Bagi Anda yang ingin menyaksikan film Sexy Killers, bisa langsung mengklik tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?v=qlB7vg4I-To
*****