Beranda Urban Nusantara

Film G30S/PKI, Polri: Boleh Nonton tapi Jangan Nobar

748
0
Nobar Film G30S/PKI
Acara nobar film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (1984) di Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Rabu (20/9/2017) silam. (F: Dok. Kopassus)
DPRD Batam

Barakata.id, Jakarta – Pemutaran film G30S/PKI kembali menjadi topik hangat di akhir September 2020. Sejumlah pihak berencana menggelar acara nonton bareng (nobar) film G30S/PKI.

Akan tetapi, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, acara nobar film G30S/PKI tahun ini sepertinya tidak bisa dilakukan secara beramai-ramai. Polri sudah menegaskan, tidak akan memberi izin keramaian.

Ikuti saluran Barakata.id di WhatsApp klik disini

Pasalnya, saat ini Indonesia sedang dilanda pandemi virus corona atau Covid-19. Bukan hanya di Tanah Air, Covid-19 juga tengah mewabah di banyak negara lain.

Polri tidak akan memberi izin keramaian, termasuk acara-acara nobar film G30S/PKI dengan alasan bahwa di masa pandemi ini kesehatan dan keselamatan masyarakat lebih utama. Seperti diketahui, salah satu pemicu cepatnya Covid-19 menyebar adalah interaksi antarmanusia yang tanpa jarak.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono mengatakan, Polri tidak pernah melarang masyarakat jika ingin menyaksikan film G30S/PKI. Namun, Polri tidak akan memberikan izin jika ada yang ingin menggelar nobar film bergenre sejarah itu.

Polri mempersilakan siapapun menonton film G30S/PKI sepanjang itu dilakukan secara pribadi atau di rumah masing-masing, bukan di tempat yang bisa memunculkan keramaian massa.

“Yang jelas Polri tidak akan mengeluarkan izin keramaian,” tegas Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/9/20) lalu.

“Kalau mau nonton, silahkan nonton masing-masing,” sambungnya.

Baca Juga :

Di antara pihak yang mau menggelar nobar film G30S/PKI adalah Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti-Komunis (ANAK) NKRI. Acara tersebut akan diselenggarakan serentak secara nasional pada 30 September 2020. Nobar akan dilakukan di masjid atau musala di wilayah masing-masing.

Tak ada aturan wajib atau dilarang

Terpisah, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, sejauh ini tidak ada aturan yang mewajibkan atau melarang masyarakat menonton film G30S/PKI.

“Sampai dengan sekarang, tidak ada aturan yang mengatur kewajiban menonton film G30S/PKI, tetapi juga enggak ada aturan yang kemudian melarang menonton film G30S/PKI,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/20) seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

Menurutnya, film G30S/PKI bisa menjadi bahan sejarah, khususnya untuk generasi muda yang belum mengetahuinya. Namun dia mengingatkan bahwa film G30S/PKI tidak memperlihatkan peristiwa G30S/PKI secara detail karena terbatas dengan durasi.

“Karena itu sejarah, ya boleh-boleh saja kemudian untuk menjadi bahan masukan terutama ke generasi muda yang belum tahu. Tetapi, kalau kemudian detail peristiwa, pasti tidak bisa diakomodir dengan durasi yang kemudian juga terbatas,” kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.

Dasco melanjutkan, situasi serupa juga berlaku untuk media televisi. Menurutnya, televisi boleh-boleh saja menayangkan film G30S/PKI.

“Itu sama juga dengan televisi. Televisi melihat nilai komersialnya sejauh mana, mungkin ada yang kemudian menayangkan, ada yang tidak menayangkan, itu juga bebas-bebas saja menurut saya,” kata dia.

Gorengan Politik

Sementara itu, putra Pahlawan Revolusi Sutoyo Siswomiharjo yang juga Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen Purn. Agus Widjojo menyebut isu kemunculan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) akan selalu menggema menjelang 30 September.

Baca Juga :

Menurut dia, isu PKI ini kerap menjadi gorengan politik oleh sejumlah pihak. Agus mengatakan itu dalam webinar Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik? yang digelar Political and Public Policy Studies (P3S), Selasa (29/9/20).

“Karena kemunculan berulang pada saat yang tetap itu, sulit dipungkiri bahwa isu tersebut sengaja dimunculkan untuk kepentingan politik,” kata Agus.

Menurutnya, sejarah PKI atau paham komunisme di Indonesia memang tak bisa dihilangkan. Sangat membekas, sehingga isu kemunculan PKI kerap dimunculkan kembali.

Karena itu, lanjut Agus, akan selalu ada pihak yang suka melahirkan literatur baru tentang riwayat PKI. Literatur ini berupa tulisan, memoar buku, atau bahkan gagasan untuk menggelar pertemuan dengan teman senasib pada zaman dulu

Namun, ada pula pihak yang menamakan dirinya anti-PKI. Mereka kerap menganggap pihak lain yang suka berdiskusi tentang riwayat PKI sebagai kelompok komunis atau berupaya membangkitkan kembali PKI.

“Polemik yang menguras waktu tenaga dan pikiran dari aset bangsa yang sebenarnya diperlukan meningkatkan efektivitas usaha pembangunan nasional,” kata dia.

Agus lalu menegaskan bahwa komunisme adalah paham yang terlarang di Indonesia. Aturan mengenai itu dijelaskan dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.

Oleh karena itu memperdebatkan kemunculan PKI adalah hal yang sia-sia meski memang kerap dilakukan sejumlah kelompok setiap tahun.

*****

Editor : YB Trisna