Barakata.id, BATAM – Kepri perlu menyiapkan banyak strategi demi mengatasi dampak pandemi yang menggerus aliran investasi asing. Harus ada perubahan seiring pergeseran rantai ekonomi global.
Langkah banyak negara yang membatasi aktivitas ekonominya demi mengatasi pandemi berdampak pada pergeseran rantai pasokan global, termasuk aliran investasi asing di Kepri.
Menurut laporan World Forum Investment 2020, aliran investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment diproyeksi dapat anjlok pada tahun ini sampai 40 persen.
Khusus di Kepri, realisasi investasi asing di Kepri tercatat menurun selama pandemi Covid-19 yakni senilai USD767,5 juta. Adapun tahun lalu tercatat senilai USD906 juta.
“Kita masih bersyukur di tengah pandemi arus investasi masih masuk sampai triwulan dua tahun ini,” ungkap Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Internasional Batam (UIB), Suyono Saputra, Senin (27/7/2020).
Investasi di Kepri tetap mengalir sepanjang enam bulan pertama 2020 meski di tengah pandemi. Berdasarkan laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi PMDN paling anjlok terutama pada triwulan II/2020 atau selama tingginya kasus Covid-19. Jika pada tiga bulan pertama mencatatkan PMDN senilai Rp4,7 triliun, tiga bulan berikutnya hanya Rp984,2 miliar. Sedang investasi asing turun menurun meski tak signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu.
Menurut Suyono, pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama penurunan investasi yang terjadi di Kepri seiring langkah pembatasan yang ditempuh banyak negara. “Seluruh aktivitas di negara asal investor juga melambat bahkan terhenti,” sebut dia.
Demi merespons penurunan tersebut, Kepri dinilai perlu menyiapkan sejumlah strategi yang fokus dalam perbaikan secara internal demi menarik investasi asing masuk.
Perubahan sistem birokrasi perizinan investasi yang lebih mudah dan cepat harus segera dilaksanakan seiring terjadinya perubahan rantai pasokan global akibat pandemi.
“Yang harus dipersiapkan pada dua triwulan ke depan adalah memperkuat sistem birokrasi perizinan. Untuk perizinan saya yakin BP Batam dan Pemko sudah mempersiapkan agar pelayanan semakin maksimal,” jelas Suyono.
Baca Juga:
Investasi Asing di Kepri Turun di Tengah Pandemi, PMDN Naik Dua Kali Lipat
Hanya saja, tak cukup berhenti pada perubahan pelayanan perizinan. Penyelesaian sejumlah masalah di Kepri terutama FTZ Batam juga perlu diperhatikan seperti regulasi lalu lintas barang yang kerap terjadi multitafsir sehingga malah tak aplikatif di lapangan.
Kemudian, penguatan daya saing harus ditingkatkan seperti penyediaan infrastruktur pelabuhan dan akses logistik dari kawasan industri ke pelabuhan. “Proses pengembangan (pelabuhan peti kemas) Batu Ampar harus dipercepat agar kepercayaan investor semakin meningkat,” tutur Suyono.
Lulusan Magister Universitas Trisakti ini juga menyoroti masa depan kawasan perdagangan bebas Batam pasca ditetapkanya dua KEK dan pascapandemi. KEK yang dimaksud adalah KEK Nongsa Digital Park dan KEK MRO Batam Aero Technic. Keduanya akan mengalirkan investasi dengan total Rp22,2 triliun.
Baca Juga:
KEK Nongsa Digital Park dan BAT Disetujui: Angin Segar Ekonomi Batam
Dia mengatakan model pengembangan Batam harus diubah agar lebih inovatif menjawab tuntutan dan kebutuhan global. Pemetaan posisi dan keunggulan daya saing harus dibuat biar semakin jelas arah tujuan pengembangan pulau Batam. “Yang tidak kalah penting adalah visi pengembangan Batam sbagai daerah tujuan investasi. Setelah dua KEK disahkan, selanjutnya apa lagi,” kata dia.
Perlu Insentif
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri menilai perlu ada insentif yang aplikatif untuk menarik investasi sehingga Indonesia memiliki peluang yang sama dengan negara lain di mata investor.
“Sebenarnya kita sudah menyediakan insentif, namun sering kali sulit untuk diapilkasikan,” ujar Enny dalam keterangan di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Menurut dia, insentif yang diberikan pemerintah harus bisa diterapkan dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Jangan sampai kebijakan tersebut bagus di atas kertas tetapi ketika akan dieksekusi justru sulit.
Indonesia, tambahnya, dapat mencontoh Vietnam yang memberikan kemudahan regulasi investasi, biaya ekspor yang lebih efisien, sampai infrastruktur yang dipersiapkan untuk mendukung industri.
Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang negatif terhadap realisasi investasi di Indonesia. Jika tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan realisasi investasi tidak akan mencapai target yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga:
KEK BATAM: Karpet Merah untuk Investor
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, nilai realisasi investasi di kuartal II-2020 sebesar Rp191,9 triliun dengan rincian sebesar Rp l94,3 triliun merupakan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sementara sebesar Rp97,6 triliun merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 97,6 triliun.
Dibandingkan periode sama tahun lalu, total nilai investasi di kuartal II-2020 turun sebesar 4,3 persen. Realisasi PMA turun lebih dalam, yakni sebesar 6,9 persen. Sementara jika dibandingkan kuartal I-2020, realisasi investasi di kuartal II-2020 turun hingga 8,9 persen. PMDN tercatat anjlok hingga 16,4 persen.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui, pencapaian realisasi investasi di kuartal II-2020 di bawah target yang ditetapkan yakni di atas Rp200 triliun. Tidak tercapainya target realisasi investasi di kuartal II ini disebabkan karena pandemi COVID-19.
BKPM menyatakan akan fokus membantu investor mengurus berbagai hal yang dibutuhkan seperti perizinan dari daerah hingga pusat. Asalkan, investor tersebut benar-benar serius menanamkan modal di Indonesia.
“Investor yang bawa modal, bawa teknologi, izinnya kami bantu. Contoh di Kawasan Industri Batang. Kami bikin tanahnya murah, izinnya cepat,” ujar Bahlil beberapa waktu lalu.
Menurut Bahlil, penurunan realisasi investasi asing disebabkan ekonomi global yang sedang lesu akibat dampak COVID-19, bukan karena investor asing tidak percaya dengan Indonesia. Untuk mencapai target tahun ini, Bahlil mengatakan, BKPM akan terus mengejar investor yang telah menyatakan komitmen untuk menanamkan modal di Indonesia.
BKPM saat ini proaktif mengejar investor yang telah menyatakan komitmennya dan berkomunikasi dengan mereka untuk mengetahui hambatan yang dihadapi investor. Saat ini, BKPM telah memiliki Tim Mawar, tim khusus yang dibentuk secara khusus untuk menggaet investor.
BKPM juga akan memfasilitasi permintaan investor jika mereka serius merealisasikan komitmennya. Terkait insentif fiskal, misalnya, investor, baik yang baru mau datang maupun yang sudah datang, sering menanyakan mengenai insentif pajak ke BKPM.
Dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2019, kewenangan pemberian insentif fiskal sudah beralih dari Kementerian Keuangan ke BKPM. Aturan tersebut membuat pemberian insentif fiskal bisa dilakukan lebih cepat.
***
Editor: Candra Gunawan