Barakata.id, Batam – Komisi I DPRD Kota Batam menggelar rapat dengar pendapat (RDP) tentang Surat Peringatan (SP) penggusuran bangunan kios di lingkungan rumah liar (ruli) Pasar Melayu dan Puskopkar Kelurahan Bukit Tempayan, Kecamatan Batu Aji, Batam, Rabu (12/7/23). RDP dipimpin Wakil Ketua Komisi I, Safari Ramadhan didampingi Anggota Komisi l DPRD Kota Batam Harmidi Umar Husen, Utusan Sarumaha.
RDP tersebut dihadiri Kepala Dinas Bina Marga dan sumber Daya Air Kota Batam, Ketua Tim Terpadu Kota Batam, anggota Kapolsek Batu Aji, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Batam, Camat Batu Aji, Lurah Bukit Tempayan, Ketua RW 08 Kelurahan Bukit Tempayan, Ketua RT 01 RW 08 Kelurahan Bukit Tempayan, Perwakilan Warga RT 01 RW 08 Kelurahan Bukit Tempayan. Sementara, , Dir Lahan BP Batam tidak hadir.
Anggota Komisi I DPRD Batam, Utusan Sarumaha menegaskan, pihaknya akan meninjau ke lokasi proyek pelebaran jalan yang berkaitan dengan rencana pengggusuran tersebut.
“Mengenai masalah masyarakat ini, pertama, saya kira seluruh masyarakat Batam dan termasuk DPRD juga tentu mendukung pembangunan yang kaitannya untuk kemajuan Kota Batam,” kata dia.
Untuk masalah ini, kata Utusan, pihaknya akan mempertanyakan perihal anggaran proyek pelebaran jalan di wilayah Bukit Tempayan. Termasuk pula anggaran untuk kegiatan penggusuran kios di sekitar lokasi proyek.
“Apakah itu sudah dianggarkan di APBD 2023 atau belum,” ujarnya.
BACA JUGA : https://barakata.id/warga-tergusur-pelebaran-jalan-batubesar-dapat-kaveling-di-nongsa/
Sementara itu, Ketua RT 01, Lukman usai RDP mengatakan bahwa surat peringatan yang diberikan Pemko Batam melalui Satpol PP Batam belum ada mediasi kepada masyarakat. Menurut dia, warga tidak pernah diajak bicara membahas pembangunan proyek pelebaran jalan di lokasi terkait.
“Tiba-tiba datang surat SP kesatu dan kedua. Kami sudah pertanyakan, kenapa harus semua kami yang tinggal di sana itu disurati,” katanya.
Padahal, menurut Lukman, jika dilihat garis lurus proyek atau bagian proyek yang sudah siap mulai dari simpang Bascamp, garisnya tidak sampai ke tempat pemukiman mereka.
“Yang kami lihat dari simpang Bascamp sampai ke Pasar Melayu, garis lurus proyek pelebaran jalan itu sekitar 3 meter dari badan jalan. Tapi mengapa semua masyarakat yang tinggal di ruli itu diberi surat SP. Adanya SP ini membuat warga resah,” kata dia. (*)