

Barakata.id- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Batam mendata ulang cagar budaya yang tersebar di Batam. Setekah didata, cagar budaya itu akan didaftarkan ke Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman.
Kadisbudpar Batam Ardiwinata mengatakan, pendataan ulang itu penting, agar ada data yang lengkap mengenai cagar budaya yang ada di Batam.
Cagar budaya juga termasuk salah satu dari 12 objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang tertutang dalam Perda Kota Batam No 1 Tahun 2018 tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu.
“Cagar budaya perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan,” kata Ardiwinata, Kamis (16/7/20).
Baca Juga:
Akhir Pekan ke Dataran Engku Hamidah Aja, Ada Busker
Disamping itu, setelah didata cagar budaya akan lebih mudah dikenalkan kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Sehingga meningkatkan kepedulian dalam pelestarian warisan budaya. Ardi mengatakan, cagar budaya itu harus dijaga dan dipelihara. Sehingga sejarah tak terlupakan dan hilang ditelan zaman.
“Dari data sementara terdapat 21 cagar budaya di Batam. Diantaranya Makam Nong Isa, Kompleks Pemakaman Temenggung Abdul Jamal, Makam Tua Aceh dan lain sebagainya,” tutur Ardi.
Dia berjanji, pihaknya akan terus berupaya menemukan cagar budaya lainnya yang mungkin masih ada di Batam.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Batam M Zen mengatakan sebanyak 21 cagar budaya itu diantaranya ada di Kecamatan Bulang, tepatnya di Pulau Buluh.
“Ada tiga cagar budaya di Pulau Buluh ini, diantaranya sumur atau perigi tua. Dalamnya tujuh meter. Sumur ini mewakili situs tertua yang masih dapat dideteksi jejaknya di pulau bersejarah,” kata Zen, Rabu (15/7/20).
Situs tersebut berdiameter 1,6 meter. Susunan batu batanya masih bertuliskan Batam Brick Works. Tulisan itu mengindikasikan bata itu diproduksi oleh pabrik batu bata pertama di Batam yang didirikan oleh Raja Ali Kelana. Sekitar tahun 1898 silam Raja Ali Kelana bersama Ong Sam Leong, pengusaha kaya asal Singapura mendirikan pabrik tersebut.
Baca Juga:
Disbudpar Hijaukan Halaman Gedung LAM dengan Tanaman Bermanfaat
Selain sumur tua, terdapat masjid dan makam tua juga di Pulau Buluh ini. Masjid itu bernama Masjid Tua Jami’ Nurul Iman. Masjid itu diperkirakan berdiri tahun 1872. Konstruksi aslinya saat ini sudah tak kelihatan.
Sedangkan makan keramat itu diberi nama Makam Keramat Puding. Letaknya berada di halaman masjid. Tak ada tulisan atau tanda-tanda untuk mengetahui siapa penghuni makan tersebut.
“Namun menurut cerita warga sekitar, makam ini adalah makam putri raja Kerajaan Bintan yang jatuh sakit saat melewati Pulau Buluh,” kata M Zen.
Nama puding sendiri diambil dari pohon yang tumbuh besar di situs pemakaman tersebut sewaktu jenazah di kebumikan. Sampai saat ini belum diketahui pasti siapa pemilik makam tersebut. Data yang ada hanya berdasarkan cerita masyarakat.
****
Editor: Asrul R