Cina – Wakil Menteri Luar Negeri Cina, Zhang Hanhu menyebut Amerika Serikat (AS) sebagai “teroris ekonomi” menyusul perang dagang yang terus memanas di antara kedua negara. Tudingan itu disampaikan Zhang Hanhui secara terbuka dalam jumpa pers terkait kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Rusia pekan depan.
“Kami tidak takut. Hasutan yang terencana dari perang dagang ini jelas terorisme ekonomi, chauvinisme ekonomi dan intimidasi ekonomi,” katanya.
Ia menegaskan, “Tidak ada pemenang dalam perang dagang”. Karena itu, Cina melawan perang dagang tersebut.
Baca Juga : Terancam Blokir Massal di AS, Bos Huawei Santai
Hanhui mengatakan, kunjungan Xi Jinping ke Rusia, salah satunya untuk menguatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan, sebab kedua negara punya kesamaan pandangan soal perang dagang.
“[Itu] termasuk kerja sama dalam berbagai bidang seperti ekonomin dan investasi,” lanjut Hanhui, seperti dikutip dari kantor berita AFP, Jumat (31/5/19).
Trump belum siap akhiri perang dagang
Presiden AS, Donald Trump menyatakan bahwa saat ini pihaknya belum siap untuk mengakhiri perang dagang dengan Cina. Ia mengatakan, AS belum siap untuk membuat kesepakatan dengan Cina agar perang dagang yang sudah berkecamuk setahun belakangan ini bisa segera dihentikan.
“Kami belum siap untuk membuat kesepakatan dan saya pikir kami baru akan membuat kesepakatan dengan Cina di masa depan,” katanya seperti dikutip dari CNN.com.
Trump yakin keputusannya tersebut akan didukung oleh petani AS. Ia juga yakin perang dagang akan semakin menekan Cina.
“Saya tidak percaya dalam tarif ini, Cina dapat terus membayar ratusan miliar,” katanya.
Baca Juga : Ekonomi Dunia dalam Tekanan Sangat Serius
AS dengan Cina setahun belakangan ini terlibat dalam perang dagang sengit. Perang dagang dipicu oleh defisit neraca dagang AS dengan Cina.
Pada sepanjang 2017, neraca dagang AS dengan Cina tercatat mengalami defisit US$357,23 miliar atau sekitar Rp5.000 triliun lebih. Defisit tersebut membuat Presiden Trump marah.
Ia menuduh defisit terjadi akibat kecurangan dagang yang dilakukan Cina terhadap negaranya. Trump kemudian menabuh genderang perang dagang terhadap Cina.
Mulai pertengahan tahun lalu, Trump mengenakan tarif 10 persen atas impor produk China bernilai US$200 miliar. Tarif berlaku mulai 24 September 2018.
Tak mau kalah, Cina membalas serangan tersebut dengan memberlakukan tarif atas impor barang senilai US$60 miliar asal AS.
AS dengan Cina pada awal 2019 sampai dengan 30 April berusaha mengatasi konflik tersebut dengan menggelar perundingan dagang. Tapi sayangnya sampai saat ini perundingan belum membuahkan hasil.
Trump menuduh, Cina memang tidak memiliki keinginan baik untuk mengakhiri perang dagang dengan negaranya. Atas dasar itulah, mulai awal Mei lalu pemerintahannya memutuskan untuk menaikkan tarif pada barang-barang Cina senilai US$200 miliar menjadi 25 persen pada hari Jumat (10/5/19) lalu.
*****